Oleh : Uwan Urwan Mereka adalah sekumpulan tabuhan dinding. Kelinting... Kelontong... Kelenteng.... Bunyinya berganti setiap detik. Ada yang berdangdut, berdansa, cuci kepala, sampai memotong leher sendiri. Mereka tetap anak-anak dalam wujud bohay dan gembrot. Mungkin mereka selalu hidangkan anjing mati dalam kudapan siang. Beramai-ramai ada kuda, cacing, lintah, kucing, ular, buaya, kadal, monyet, hingga kekasih yang tak pernah peduli kelamin di situ. Mereka beri bumbu rica-rica, bawang putih tumis kata-kata, dan saos melati dari Gunung Merapi. Dan mereka hanyalah manusia. Mau seberapa berat pun mulutku definisikan itu, sebutan mereka tak akan pernah bergeser. Situbondo, 2007
Thank you Takanta
BalasHapus