Kenapa Gerakan Situbondo Membaca Lahir?
Oleh : Imam Sofyan
Tepatnya ketika zaman Dinasti Abbasiyah, yang sebelumnya di masa Bani Umayyah. Seni, pikiran dan kebudayaan serta peradaban menjadikan umat muslim berkembang kemakmurannya.
Dinasti Abbasiyah melanjutkan secara maksimal apa yang menjadi sebab kemakmuran umat muslim era Umayyah. Pada zaman tersebut mendirikan perpustakaan besar-besaran yang disebut dengan Perpustakaan Baitul Hikmah. Tugas perpustakaan ini menerjemahkan karya penulis Yunani. Dua abad pertama Abbasiyah umat islam dikenal sebagai zaman keemasan.
Selanjutnya bangsa Indonesia, pendiri bangsa Indonesia kalangan Nasionalis seperti Sukarno,Hatta, Sjahrir dan Tan Malaka, sedangkan kalangan Agama seperti Wahid Hasyim, Kyai Bagus Hadikusomo, dll. Mereka ini adalah pahlawan bangsa Indonesia yang secara karakter dan watak pemikiran dibentuk oleh buku. Bukan pada pendidikan. Karena pendidikan pada zaman kolonial hanya sebagai hadiah dari Belanda system culturstelsel: Politik Etis.
Lulusan sekolah-sekolah Belanda hanya mencetak seseorang untuk menjadi ambtenaar yang harus tunduk terhadap perintah Belanda, menjadi juru ketik,pengantar pos dan lainnya. Yang dibentuk bukan pada tatanan nalar dan otaknya tapi kepatuhan.
Tokoh yang disebutkan di atas, adalah tokoh yang sehari-hari bergelut dengan buku. Sukarno yang masa ngekos di tempat Tjokroaminoto sudah mengenyam pemikiran-pemikiran barat dari buku yang dipinjamkan oleh Tjokroaminoto. Bung Hatta dan Sjahrir yang pada masa pembuangan di Digul, dimana tempat yang sarat akan malaria, menyeramkan dan dapat membuat orang menjadi halusinasi bisa terselamatkan karena Hatta dan Sjahrir dapat resep dengan membaca buku. Dan yang mesti kita petik dari Bung Hatta saat menikahi Rahmi Rachim adalah menggunakan buku karyanya sendiri Alam Pikiran Yunani sebagai mahar.
Bahkan Kyai Wahid Hasyim umur 15 tahun matanya menjadi hitam hingga harus menggunakan kaca mata karena buku. Dan Kyai Wahid Hasyim pun menyerukan sarat orang dikatakan pelajar adalah membaca buku 1 hari 5 jam.
Mereka semua adalah contoh bahwa untuk membangun sebuah negara hanya dengan buku. Daerah yang membangun negaranya bukan berawal dari buku layaknya membangun istana pasir. Nonsense.
Dua faktor di atas lah yang menginspirasi lahirnya Gerakan Situbondo Membaca untuk bergerak dalam dunia literasi. Atas dasar keilmuan lah umat islam mendapatkan masa kejayaannya, pun demikian dengan kondisi bangsa Indonesia.
Mengajak orang lain untuk membaca buku bukanlah pekerjaan mudah di saat media sosial menjangkiti setiap pelajar Situbondo. Pelajar situbondo lebih suka berlama-lama di media sosial dibanding buku. Buku membuat mereka menjadi ngantuk ketika membaca 5 menit. Itu yang sering dikatakan orang-orang pada saya. Tapi keputusan sudah diambil untuk bergerak di bidang literasi.
Membaca sebagai sebuah gerakan untuk menyiapkan generasi masa depan. Karena membaca adalah aktivitas mudah untuk masa depan yang semakin sulit. Tapi membiasakan diri terus menerus membaca buku adalah sulit. Karena hal itu tidak ditanamkan dari keluarga dan pendidikan sekolah maupun kampus.
Generasi pelajar Situbondo lebih bangga membawa gawai, laptop dan alat elektronik dibanding membawa sebuah buku. Mereka menganggap dengan membawa gawai dan semacamnya itu adalah modern. Oh tidak, modern itu adalah otak, bukan gaya hidup.
Dewasa ini permasalahan dalam dunia literasi ada dua macam ketersediaan akses buku di plosok-plosok, kedua menyiapkan tenaga untuk all out di dunia perkotaan.
Orang jenius itu ada batasnya, sedangkan orang bodoh tidak ada batasnya. Sekian terima kasih.
Kenapa Gerakan Situbondo Membaca Lahir?
Reviewed by Redaksi
on
Agustus 16, 2017
Rating: 5
Tidak ada komentar