Oleh : Levana Azalika
Kalau kalian menyangka ini cerita berunsur genre fabel, kalian salah besar. Ini cerita tentang dua orang lawan jenis yang kerjanya kalau nggak berantem, ya adu mulut. Eh, sama aja deng :v.
‘Chotto matte’
“Keiko- chan, nande?”
‘Aku takut gelap’
“Nani?”
‘Kamu tidak tau aku takut gelap dan kamu tidak tahu jika aku tidak suka telur’
Lelaki dengan syal berwarna cokelat menggelengkan kepalanya pelan. “Kamu tidak pernah tau tentang aku. Maaf, aku tidak bisa menemui orang tuamu.”
“Bhahahaha... ”suara gelak tawa seorang lelaki terdengar ke seluruh penjuru kelas karena melihat seorang gadis di pojokan sedang menangis.
Kalau kalian kira dialog itu adalah percakapan mereka, itu salah banget. Orang si cewek lagi liat film Winter in Tokyo kok. Dan suara gelak tawa lelaki itu tadi tertuju pada gadis yang dilihatnya baru pertama kali menangis. “Eh Kutu! Lu bisa nangis juga ya.”
Lelaki itu berkata sambil menahan tawanya yang akan semakin meledak. Gadis yang dikatakan seperti itu, menutup laptopnya dan mengusap sudut matanya dengan kasar. “Jangan ngeledek ya lo. Dasar Monyet!”
Gadis itu berceletuk dengan wajah cemberutnya. “Biarin kali. Lo nggak nangis aja jelek. Apalagi nangis. Lagian cuma film gitu doang, nangisnya sampai se- ember.”
“Lo nggak tau rasanya ngalamin cinta searah sih. Ini tuh Akira pas seriusnya sama Keiko, malah di tinggalin. Padahal kan Keiko yang deketin Akira duluan. Uh, kalau lo tau Nyet. Rasanya tuh sakit banget” Si Monyet hanya menghela nafasnya berat. “Nggak usah alay deh lo.”
“Dengar ya. Cewek itu ada saatnya buat alay. Dan cewek itu baperan sama kata busuk cowok”ketus Si Kutu. “Jangan- jangan... lo baper ya sama gue?”
“Heh! Sorry ya!! Kurang kerjaan amat”Si Monyet tersenyum licik. “Udah, lo nggak usah bohong. Buktinya kalau gue gombalin, lo selalu malu- malu gitu.”
“Jangan geer deh. Udah sana, lo pergi! Jamkos tuh impian gue buat me time. Bukan di ganggu Monyet kayak lo,” ketus Si Kutu. “Yaudah sih, biasa aja lah ya. Gue juga ogah gangguin lo.”
Si Kutu bangkit dari duduknya. “Oke, jangan ganggu gue lagi. Gampang kan?”Si Monyet tertunduk lesu. “Gue nggak bisa jauh dari lo.”
“Boleh muntah di sini nggak?” tanya Kutu yang membuat Si Monyet menggelengkan kepalanya pelan. “Jangan. Nanti gue makin suka sama lo.”
“Suka pengen nabok maksudnya,” Si Kutu yang hampir saja terpana oleh perkataan Si Monyet hanya mampu memalingkan wajahnya ke arah lain. “Cie... lo geer kalau gue suka beneran sama lo ya?”
“Nggaklah. Ngapain amat!” dengus Si kutu. “Dasar Kutu. Keramas sana! Rambut lo banyak kutunya.”
“Cie... marah”ledek Si Kutu saat Si Monyet memilih pergi meninggalkan Si Kutu dengan segala ledekannya.
Fyi, Kutu itu adalah Shania. Lebih tepatnya Lashania Julianatha. Shania ini adalah tipe cewek pendiam yang sebenarnya kalau udah dekat sama dia pasti akan tau sifat aslinya yang nyeselin, kerjannya suka ngusilin orang dan satu lagi... berantem sama Monyet. Dan Si Monyet itu namanya Dyo Djuhandar. Sosok laki- laki yang Shania kira itu adalah sosok yang manis, tetapi nyatanya suka gangguin orang, buat mood buruk dan satu lagi... bikin gadis itu bisa punya perasaan yang orang bilang sih CINTA.
Pasti kaget kan? Tapi ya seperi kata pepatah, “Witing tresno jalaran soko kulino”. Cinta itu tumbuh karena terbiasa. Terbiasa bersama dalam hal gangguin orang dan yang paling penting terbiasa berantem tentang hal kecil. Nggak heran sih kalau Shania sampai punya perasaan sama Dyo. Soalnya nih ya, menurut Shania... Dyo itu punya kharisma dengan kumis tipisnya itu.
Awal mula mereka bisa punya julukan itu karena hal nggak di sengaja yang cukup mereka aja yang tau. Nggak perlu orang tau lah ya. Apalagi mereka yang selalu bahas isi chat setiap kali berantem kecil dan temannya berfikir jika Shania dan Dyo sebenarnya punya hubungan spesial. Tapi sih, bodo amat kalau kata mereka.
“Dyo! Lo jangan ganggu deh,” teriakan seorang gadis di bangku dekat jendela membuat Shania mengarahkan pandangannya pada Dyo yang sedang mengusili Gracia. “Alah, cuma gitu doang.”
Jika kalian tanya bagaimana perasaan Shania sekarang... pasti kalian tahu. Tapi ini beda dan tidak wajar bagi Shania. Shania tidak pernah punya pemikiran akan suka dengan Dyo, teman sekelasnya sendiri. Ia hanya tahu, bahwa dirinya menyukai Kakak kelas bernama Boby. Tapi balik lagi dengan kata pepatah itu tadi.
Yang Shania rasakan tidak sebanding dengan rasa sakitnya yang terus menahan perasaan cintanya itu. Ingin bilang suka, tetapi takut. Jika tidak mengatakannya, dia akan selalu merasa uring- uringan sendiri saat Dyo yang dilihatnya selalu asik bersama Gracia. Seakan ia ingin mengatakan bahwa tidak ada yang boleh diganggu Dyo selain dirinya.
Egois memang. Tapi yang namanya suka, segalanya akan dipaksakan.
“Udah, sabarin aja Shan. Lagian semua orang di sini kan tau, kamu yang dekat sama dia duluan daripada Gracia,” bujuk Sinka sambil mengelus pundak sahabatnya itu pelan. “Aku merasa Gracia punya perasaan yang sama kayak aku. Sin, aku takut kalau sampai momen ini berakhir secara tiba- tiba. Aku nggak siap.”
“Kamu jangan berlebihan deh Shan. Selama kamu nggak berubah, nggak akan kok”ujar Sinka yang membuat Shania hanya mampu menghela nafasnya pelan. “Aku harus lakukan sesuatu.”
.
“Shan, kok nggak naik bus sekolah?”tanya Dyo, saat melihat Shania duduk di bangku koridor setelah bel pulang berbunyi. “Lagi nggak ingin aja kok.”
Dyo, mengambil tempat duduk di samping Shania dengan jarak tidak lebih dari 20 cm. Dalam radius jarak dekat seperti ini, Shania takut jika Dyo sampai mendengar suara detak jantungnya yang berdebar- debar. “Kelebihan muatan ya? Soalnya ada Sinka sih.”
“Sembarangan ya tuh mulut,” ujar Shania pelan sambil berjalan meninggalkan Dyo dan teman lain yang masih mematung di jalanan koridor kelas.
18.00
Tepat di jam itu, Shania sibuk mengetikkan sesuatu di ponselnya yang akan ia kirim pada seseorang yang membuatnya ingin sekedar melegakan perasaannya sendiri. “Apa gini aja ya?” Shania menggaruk tengkuknya.
Send
Dengan helaan nafas pelan, Shania mematikan data seluler di ponselnya dan tersenyum simpul. “Apa pun hasilnya, aku akan terima itu kok. Walau pun rasanya sakit. Tapi nggak akan ada penyesalan dibanding aku terus memendam perasaan ini.”
Ya, bisa dikatakan Shania sedang memberanikan diri untuk melegakan perasannya dengan mencoba jujur pada Dyo bahwa ia menyukai lelaki itu. Dan permintaan Shania pada chat terakhirnya itu mengatakan, bahwa ia hanya ingin menjadi teman dan tetap menjalani semuanya seperti biasa. Tanpa ada yang berubah sedikit pun.
Saking tidak sabarnya, Shania mulai menghidupkan data selulernya kembali. Dan betapa terkejutnya Shania saat mendapat satu notif pesan dari Dyo yang langsung ia close dari layar depan ponselnya.
Alay lo
Dua kata yang menurut Shania sangat sederhana dan tidak manusiawi. Tidak manusiawi karena menurut Shania pembalasan Dyo pada perasaanya itu sangat buruk. Biasanya, jika memang dia tidak suka dengan Shania. Dia akan memberikan komentar yang halus pada pernyataan Shania. Bukan malah membalasnya dengan seperti itu.
Helaan napas Shania terasa berat. Mendadak dirinya menunjukkan wajah cemberut dan berkata, “Memang sih harus terima hal ini. Mungkin, memang Dyo bukan yang terbaik untukku. Aku yakin, dia nggak akan ngomong sama aku. Cuma cowok pecundang kayak dia yang baru aku temui kalau sampai apa yang aku pikirin itu benar.”
***
Insting Shania tidak pernah salah. Apa yang dikatakannya tadi malam itu benar. Dyo menjauh dari Shania. Bahkan saat dirinya berpapasan dengan lelaki yang suka mengusik ketenangannya itu pun memilih menjauh. Sebuah usaha yang menurut Shania sendiri hanya membuang waktu.
Meskipun Dyo menjauh, tetap saja kan. Mereka adalah teman sekelas. Dan pastinya akan ada momen dimana keduanya akan dipertemukan berdua dalam satu kelompok yang mengharuskan mereka itu mau tidak mau, bicara. Apalagi mereka akan bersama sampai kelas 12.
Jika dihitung, Dyo dan Shania menghabiskan waktu 3 tahun untuk bersama dan menghabiskan waktu 2 tahun untuk tidak bicara. Ya, perkiraan saja sih. Kita kan tidak tau, sampai kapan diamnya mereka berdua ini akan berakhir.
3 minggu kemudian
Suatu pencapaian yang luar biasa bagi kedua pasangan yang awalnya selalu menghabiskan waktu jam kosong seperti ini untuk sekedar berantem kecil. Selama itu pula, teman- teman mereka untungnya tidak menyadari diamnya mereka. Ya, kecuali Sinka. Gadis itu tiba- tiba bertanya pada Shania.
“Kok bisa ya kamu nggak nyapa sama Dyo?” tanya Sinka bingung. “Seperti kasus kamu. Nggak nyapanya seseorang itu karena ada masalah Sinka.”
“Kamu kayaknya nggak ada masalah deh sama dia,” ujar Sinka yang membuat Shania tersenyum simpul. Setidaknya sampai saat ini Sinka tidak tau jika dirinya diam dengan Dyo karena pernyataan cinta yang di ungkapkan oleh Shania.
“Perasaan kamu sama dia bagaimana?” tanya Sinka tiba- tiba, yang membuat Shania sedang asik merasakan petrichor harus menoleh. “Biasa saja.”
“Masa sih?” Shania menganggukan kepalanya pelan. “Aku bukannya sok bijak ya. Aku hanya nggak ingin suka terus- terusan sama cowok yang bahkan menjauh dari aku Sin. Aku pun sebenarnya yang nggak berani ngomong sama dia.”
“Cukup suka sama Kak Boby. Itu udah lebih dari cukup buat aku sendiri. Nggak perlu menyukai seseorang dengan porsi berlebihan, karena cinta itu bukan makanan,” celetuk Shania yang membuat keduanya tertawa kecil.
Seperti hujan yang menyejukkan hati. Shania berfikir, biarkan saja semuanya berjalan apa adanya. Walau pun akhir hubungannya dengan Dyo tidak baik, tapi Shania percaya satu keajaiban yang akan membuat keduanya dapat berbicara. Meskipun dengan konsep momen yang berbeda. Dan mungkin agak kaku.
Tapi tidak apa. Bisa saling berbicara pun itu lebih dari cukup untuk Shania. Tidak akan ada panggilan Monyet dan Kutu lagi yang akan selalu ia dengar setiap hari- harinya di sekolah. Tidak ada yang membuat Shania kesal dan sampai mendadak marah karena omongan Dyo yang menurut Shania sangat menyebalkan.
Yang ada sekarang hanya kebisuan diantara keduanya.
“Awalnya gue nggak berfikir bisa sampai punya perasaan sama lo Nyet. Tapi sekarang gue udah nggak suka sama lo. Gue harap lo bisa bicara lagi sama gue. Tapi, jangan melakukan hal yang berlebihan ya. Gue takut suka lagi sama lo. Lo nggak tau sih, cewek itu baperan.”
“See you next time Nyet. Gue harap kita bisa dewasa”
END
devianart.net |
Kutu dan Monyet
Reviewed by Redaksi
on
Oktober 11, 2017
Rating: 5
Tidak ada komentar