Ulas Buku: Manusia dalam Genggaman Media
Dewasa ini, dunia dalam pandangan George Ritser berisi masa kehampaan, segala jarak bisa dilipat menjadi satu tempat, begitu kata Yasran Amir Pilliang, dan sifat mendasar manusia diciukan menjadi satu dimensi atau one dimensional man dalam istilah Herbert Marcus yaitu beralihnya dimensi organik manusia menjadi dimensi mekanik. Beberapa istilah di atas bukanlah asumsi yang tanpa dasar melainkan, asumsi yang berangkat dari realitas kehidupan manusia di dunia global atau modern.
Oleh : Indra Nasution
Disadari atau tidak, dunia telah dikelilingi oleh ranjau-ranjau budaya global yang akan menjerat penghuni dunia melalui berbagai citra pemberdayaan, kemajuan, kenikmatan atau hasrat pemenuhan akan kebutuhan hidup. Dalam konteks komunikasi informasi, ranjau budaya tersebut dapat dilihat pada beberapa media yang di dalamnya tesimpan makna yang tak terkatakan dibalik berbagai program tayangan yang disajikan pada audiens. Mulai sejak bangun tidur hingga tidur kembali, masyarakat acapkali dikelilingi oleh produk-produk teknologi. Hadirnya media massa kedalam kehidupan masyarakat, baik cetak maupun eloktronik (koran, radio,televisi) semakin mengikat masyarakat untuk melebur, dan masuk dalam dunia informasi. Untuk mengetahui kondisi masyarakat metropolis tidak perlu datang ke kota metropolis, untuk mengetahui pertikaian para petinggi negara tidak perlu datang ke Jakarta, untuk mengetahui praktik kehidupan, dan budaya barat khususnya di bidang mode of fashion tidak perlu ke Amerika, dan Eropa, kesemuanya itu cukup didapat dan di nikmati melalui media.
Kemudahan itu semakin tampak dan digandrungi oleh semua orang ketika lahir media dengan teknologi baru yang melakukan konvergensi antara media massa ke media baru yang bercirak virtual atau berbasis communication media computer. Media baru ini akrab disebut dengan internet atau, media yang berada dalam ruang maya (cyber space). Melalui media baru ini masyarakat lebih mencurahkan perhatian dan menyerahkan otoritas kehidupannya pada internet. Masyarakat kerap mencurahkan isi hati dan pikirannya melalui internet. Realitas ini dapat dilihat pada maraknya pelbagai situs-situs yang menyediakan wacana atau informasi tentang kehidupan dunia, dengan pelbagai karakter dan model penyajian informasi. Situs tersebut juga diminati oleh kalangan umat beragama dalam menyebarluaskan pesan dakwa islam, mulai yang bernuansa liberal sampai yang bernuansa radikal.
Potret di atas menyiratkan bahwa manusia modern adalah manusia yang telah menjadikan media sebagai sistem pengetahuan. Artinya, segalah gerak langkah kehidupan kerapkali dikendalikan dan dipadu oleh media. Dalam dunia pengetahuan, keberadaan ini merupakan tantangan tersendiri bagi kaum cerdik pandai untuk terlibat dalam pentas percaturan global. Tantangan yang dimaksud adalah dimensi negatif dari media yang kerap menghilangkan nilai kreativitas manusia. Pertanyaanya adalah bagaimana neoliberalisme media menggoda kaum intelektual.
Dalam konteks pendidikan, lembaga pendidikan atau perguruan tinggi bisa memberikan gelar dan ijazah dengan cepat, praktis, dan sama dengan yang lainnya, walaupun tanpa melalui proses akademik. Prinsip ini juga kerap melahirkan sikap copy paste terhadap pengetahuan yang sudah siap saji di internet. Mereka tidak lagi menjadikan internet sebagai media akses pengetahuan untuk memperkaya penulisnya. Begitu juga siswa, masiswa, kerapkali menjadikan media khususnya internet untuk mempermudah dan mempercepat memenuhi tugas-tugas kuliah tanpa kreasi berfikir. Pada posisi inilah kaum cerdik pandai akan tergadaikan pada otoritas media yang secara implisit membawa keuntungan bagi pemilik modal. Kalkulabilitas, yaitu, proses kalkulasi untung rugi, artinya memperhirungkan keuntungan kapital yang di peroleh dari setiap menu yang disajikan sesuai dengan selera pembeli. Dalam konteks pendidikan, perguruan tinggi menyediakan gelar-gelar yang banyak diminati dan dibutuhkan oleh mayoritas masyarakat Indonesia, dengan tujuan hanya untuk mendapat keuntungan kapital. Prinsip kalkulabilitas akan melahirkan sifat desire to have yaitu hasrat untuk memiliki. Artinya, kegiatan dan segalah aktivitas yang dilakukan kerap diukur dengan kepentingan individu, dan kepentingan sesaat. Pelaku pendidikan mencari gelar akademik bukan semata mata menambah wawasan pengetahuan, melaikan hanya memenuhi persyaratan sebaga tenaga pendidik dan menambah kepangkatan serta mempertinggi jabatan. Ketika hasrat menguasai kaum cerdik pandai, maka, nilai utama pengetahuan dan pendidikan sebagai media memerdekakan manusia tidak dapat terealisasi.
Ada banyak pendapat ketika membedah buku “Manusia dalam Genggaman Media”. Yang pertama: ada yang mengatakan manusia tidak dalam genggaman media, melaikan medialah yang harus ada dalam genggaman manusia, karena manusialah yang menciptakan media. Yang kedua: kita harus kembali kediri kita masing-masing, ketika manusia menggunakan media dengan baik dan kritis, otomatis media itu akan berdampak baik, dan sebaliknya ketika media tidak digunakan dengan baik maka, media itupun yang akan merusak diri kita masing-masing.
Kata ibu-ibu yang berdiskusi di rumah pintar, ia mencoba curhat kepada teman-teman kimunitas, dulu katanya ibu-ibu itu, saya tidak tau bagaimana caranya memasak yang enak untuk buat makanan keluarga, ketika adanya media saya bisa mencari masakan apa saja yang enak di google, atau bisa saja melihat di youtube.
Kata ibu-ibu yang berdiskusi di rumah pintar, ia mencoba curhat kepada teman-teman kimunitas, dulu katanya ibu-ibu itu, saya tidak tau bagaimana caranya memasak yang enak untuk buat makanan keluarga, ketika adanya media saya bisa mencari masakan apa saja yang enak di google, atau bisa saja melihat di youtube.
Kalau di era sekarang yang paling relevan untuk menggunakan media adalah, sebagai kekuatan kita untuk melawan terhadap pemerintah. Andaikata Soe Hok Gie Dan Wji Tukul hidup di zaman sekarang yang gencar gencarnya media, mungkin dia akan menggunakan media untuk mengkritik keras para penguasa. []
Sumber : kompasiana |
Ulas Buku: Manusia dalam Genggaman Media
Reviewed by Redaksi
on
November 25, 2017
Rating: 5
Tidak ada komentar