Home
/
Apacapa
/
Gusti Trisno
/
5 Judul Skripsi Ini Membuat Situbondo Layak Menjadi Kabupaten Ramah Skripsi
5 Judul Skripsi Ini Membuat Situbondo Layak Menjadi Kabupaten Ramah Skripsi
Oleh: Gusti Trisno
Tahun 2017 yang sebentar
lagi usai membuat Situbondo semakin bergegas maju. Hal ini dibuktikan dengan
pembangunan dan beberapa agenda pemerintah yang terlaksana dengan apik.
Sekalipun masih perlu pembenahan di beberapa sisi. Walaupun begitu kreativitas
di Situbondo patut diancungi jempol. Salah satunya masyarakatnya yang begitu
peduli akan Situbondo. Bahkan nama Situbondo sampai dicatut dalam objek kajian
skripsi lho. Tak percaya? Berikut penjelasan lengkapnya.
Ivan Aditya Dharmawan
Nama Ivan Aditya barangkali
asing bagi masyarakat Situbondo. Tetapi lewat skripsinya yang berjudul “Tindak
Direktif Guru Bimbingan Konseling dalam Pembimbingan Tata Tertib di SMP Negeri
2 Situbondo”, ia patut diancungi jempol. Keberanian lelaki yang
lahir dan besar di Panji itu membuat nama SMP Negeri 2 Situbondo menjadi lokasi
penelitian benar-benar suatu kebanggaan.
Ivan demikian lelaki itu
disapa membahas menemukan tindak direktif dalam proses pembimbingan tata tertib
di SMP Negeri 2 Situbondo. Tindak direktif itu sendiri bertujuan agar mitra
tutur mengikuti keingan penutur.
Tentu penelitian tersebut
sangat berkontribusi ya? Tak hanya di lokasi penelitian, tetapi guru di sekolah
lain yang membaca skripsi tersebut bisa menangani siswa dengan menggunakan
tindak direktif yang pas.
Luluk Belgis Nuril Aini
“Mitos dalam Ritual Pojhian
Hodo di Padukuhan Pariopo Desa Bantal Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo”,
adalah judul yang diangkat oleh Luluk guna menyelesaikan masa studi S-1.
Judul tersebut bukanlah suatu hal yang asing bagi masyarakat Situbondo. Apalagi
akhir-akhir ini nama Padukuhan Pariopo begitu diakrabi oleh khalayak ramai. Tak
hanya masyarakat Situbondo, tetapi juga masyarakat luar.
Perempuan yang berasal dari
Arjasa itu rupanya tertarik untuk mengangkat skripsi yang berlokasi di wilayah
perbukitan dengan kondisi tanah tandus itu. Halangan medan yang berat itu tak
diindahkan oleh alumni SMAN 2 Situbondo itu.
Pojhian Hodo sendiri
merupakan seni tradisi yang berbentuk ritual adat yang dilaksanakan sekitar
bulan September-Oktober di setiap tahunnya oleh masyarakat Padukuhan Pariopo,
Desa Bantal, Kecamatan Asembagus. Ritual tersebut diyakini oleh masyarakat
dapat menurunkan hujan. Kepercayaan yang mendarah daging masyarakat itu
mendorong Luluk segera melakukan penelitian. Dari skripsinya itu ia memberi
tahu tahapan-tahapan dalam pelaksanaan ritual Pojhian Hodo, mengkaji
simbolisasi dalam rangkaian ritual Pojhian Hodo, dan hasil penelitiannya
dijadikan alternatif materi pembelajaran dalam pemahaman teks narasi (fantasi)
di SMP Kelas 7 lho. Wah, pasti menarik dan bermanfaat sekali ya isi dalam
skripsi ini?
Imam Suwandi
Tak jauh dari topik
penelitian Luluk, Personel Grup Musikalisasi Selimut Dingin ini juga
memanfaatkan penelitiannya menjadi materi pembelajaran. Bedanya jika Lulu
menjadikan alternatif materi pembelajaran teks fantasi. Imam Suwandi
memanfaatkan menjadi alternatif materi pembelajaran teks cerita rakyat.
Nah agar tidak penasaran
berikut judul skripsinya “Cerita Rakyat Dewi Rengganis di Kabupaten Situbondo:
Kajian Struktur Narasi, Nilai, dan Fungsi”. Judulnya terkesan berat ya? Tetapi
itulah tantangan yang bisa ditaklukan oleh Imam.
Penelitian ini sendiri
dilakukan di Kecamatan Sumbermalang yang merupakan bagian barat wilayah
Situbondo. Ternyata cerita rakyat yang berada di Sumbermalang beredar
bahwa sosok Dewi Rengganis bukanlah wanita, melainkan adalah sosok
laki-laki.
Tak hanya itu, lewat
penelitian ini Imam juga sanggup menyadarkan kita bahwa cerita rakyat Dewi
Rengganis ini memiliki banyak nilai yang bisa dijadikan pelajaran hidup.
Apalagi mempelajari cerita rakyat secara tidak langsung kita juga turut
mempelajari hal-hal yang terkandung dalam cerita tersebut, semisalnilai atau
pesan yang dapat dijadikan pelajaran hidup.
Desy Dwi Ratnasari
Situbondo di masa lampau
ternyata memiliki sosok patriotik yang tak akan pernah bisa dihapus dari
sejarah. Nama tersebut adalah Kiai As’ad. Lewat skripsi yang berjudul
Nasionalisme dalam Novel Kesatria Kuda Putih karya Ahmad Sufiatur Rahman dan
Pemanfaatannya Sebagai Alternatif Materi Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XI
ada banyak sekali yang dapat dijadikan pembelajaran bagi Sobat Takanta,
terutama kiprah pendiri Pondok Pesantren Salafiah Syafiah itu sendiri.
Nah agar tidak penasaran
kita ungkap sedikit ya?
“Perang itu harus niat
menegakkan agama dan arebbuk negere (merebut negara), jangan
hanya arebbuk negere (merebut negara) saja. Kalau hanya merebut negara
saja, mengejar dunia, akhiratnya hilang! Niatlah menegakkan agama dan
membela negara sehingga kalau kalian mati, akan mati syahid dan masuk
surga!”
Itulah dawuh Kiai As’ad yang
sanggup membuat banyak pejuang berkobar semangatnya untuk membela Tanah Air.
Selain itu, dari kutipan dawuh Kiai As’ad kita bisa mengetahui jika
nasionalisme dalam novel Kesatria Kuda Putih karya Ahmad Sufiatur Rahman
ini bernapaskan Islam. Apalagi Kiai As’ad menjadikan Pesantren Sukorejo
sebagai basis perlindungan dari penjajah yang tidak dapat masuk ke dalam
lingkungan pesantren.
Peneliti sendiri ternyata
menemukan nilai nasionalisme yang meliputi semangat kebangsaan, cinta tanah
air, dan rela berkorban. Perwujudan dari nasionalisme dalam novel
disampaikan melalui perilaku tokoh, sehingga prosesnya mudah dipahami
oleh pembaca. Nilai-nilai tersebut dapat diajarkan kepada generasi penerus
bangsa melalui pendidikan sehingga benar apa kata Bung Karno yang kita akrabi
Jas Merah “Jangan Sekali-Kali Melupakan Sejarah”.
O ya, dari penelitian ini
ada yang unik lho. Hal ini dikarenakan Desy bukanlah warga Situbondo, tetapi ia
lahir dan besar dari kabupaten tetangga alias Kabupaten Bondowoso. Walaupun
begitu ia berperan serta dalam mengenalkan Situbondo ke masyarakat luas lewat
skripsinya. Kita patut ancungi jempol buat perempuan ini ya?
Keunikan lain tak hanya
berhenti di situ lho. Sebab novel yang menjadi objek kajian itu ditulis oleh
orang asli Situbondo. Wah, pasti Sobat Takanta tambah bangga ya?
Sutrisno Gustiraja Alfarizi
Jika membaca nama itu
sekilas asing bagi kalian ya? Apalagi terkesan bukan nama Situbondo banget ya?
Tetapi tak usah khawatir dari nama itu Situbondo membuat lebih dikenal di
masyarakat luas lho.
Pengembangan Bahan Ajar
Menulis Teks Cerita Pendek Berbasis Kearifan Lokal untuk Kelas XI SMA/MA di
Situbondo menjadi judul skripsi lelaki itu. Wah, tidak hanya namanya saja panjang
tetapi judul skripsinya juga panjang ya?
Lelaki yang meremaja di
Panarukan itu mengangkat topik skripsi yang tidak main-main. Ia membuat bahan
ajar baru sekaligus menyisipkan konten ke-Situbondo-an. Awalnya, lelaki itu
menemukan beberapa kekurangan dalam buku teks 2013 khususnya materi teks
cerpen. dari sana ia berwawancara dengan guru Bahasa Indonesia semasa sekolah,
plus melakukan observasi di SMA Negeri 1 Panarukan. Dan benar saja ternyata
bahan ajar perlu dikembangkan agar siswa bisa menulis cerpen secara tepat.
O ya, kearifan lokal
Situbondo muncul dalam bahan ajar yang ia buat loh. Lewat modul pembelajarannya
kearifan lokal Situbondo dijadikan prolog pembelajaran (pembangun konteks) dan
teks cerpen yang dijadikan contoh buat siswa juga kaya akan kearifan lokal loh.
Tak hanya itu, ia juga mengenalkan penulis lokal Situbondo dalam modul
pembelajarannya lho. Benar-benar ciamik deh pokoknya?
Kalau kalian penasaran
dengan bentuk bahan ajarnya, bisa lihat gambar berikut ya?
Hanya saja bahan ajar ini
sebatas produk penelitian dan tidak dipasarkan secara luas. Kita bantu doa saja
ya semoga stake holders atau pemangku kepentingan bisa membuat keputusan untuk
menggunakan produk ini agar siswa di Situbondo lebih mengenal dan mencintai
kearifan lokal yang ada. Aaamiin.
Terakhir semoga dengan
pembahasan ini membuat kalian lebih mencintai Situbondo dengan caranya
masing-masing ya? Sekaligus bisa menjadikan referensi bagi yang masih merasa
sulit menemukan topik skripsi atau tugas akhir. Percayalah Situbondo layak
menjadi kabupaten ramah skripsi kok! J
___
Gusti Trisno. Penulis
merupakan Guru Bahasa Indonesia Yayasan Pendidikan Pondok Pesantren Nurul Islam
Antirogo Jember. Lelaki yang selalu merayakan ulang tahun di setiap tanggal 26
Desember ini berusaha mencintai Situbondo lewat tulisannya. Bukunya yang telah
terbit Kumpulan Puisi Ajari Aku, Bu (FPPS, 2015) dan Kumpulan Cerpen Museum Ibu
(Ae Publishing, 2007).
5 Judul Skripsi Ini Membuat Situbondo Layak Menjadi Kabupaten Ramah Skripsi
Reviewed by takanta
on
Desember 21, 2017
Rating: 5
Tidak ada komentar