Penggiat Sastra Pesantren di Situbondo (Bagian 1)
Ilustrasi Puisi Kaisar Air Mata |
Menjelang
bulan Ramadhan 1438 H akan berakhir,
saya dan keempat teman sempat singgah
di kediaman Ust.
Zainul Walid, Sukorejo. Kami bercengkrama di sebuah gazebo, halaman rumah.
Tak lupa pula ada beberapa kue yang dihidangkan kepada kami. Perjumpaan kami rupanya
disempurnakan dengan secangkir kopi.
"Monggo
silakan!"
Ust.
Zainul Walid meminta kami
untuk mencicipi hidangan malam itu.
Pertama
bersua dengan Ust. Zainul Walid
saat saya menghadiri undangan workshop di FIB Universitas Jember
pada tahun 2015.
Sebelum acara dimulai saya
pernah berbincang-bincang sejenak di musallah. Beliau juga bersama santrinya.
Di acara ini, Ust. Walid menjadi narasumber bersama Bak Hat, Aurum, dan juga
teman saya, Ahmad Sufiatur Rahman. Nah pertemuan
ini menjadi cikal bakal lahirnya buku “Spriritualitas Sebagai Localpoeic
dari Komunitas Sastra di Daerah Tapal Kuda,” karya Mbak Hat dan Irana dan
antologi puisi, cerpen “Mengejar Tuhan,” karya komunitas Sastra Tapal Kuda”.
Pertemuan
kedua pada saat menjelang acara bedah buku Merupa Tanah di Ujung Timur Jawa,
saya mengundang Ust. Walid, saya berjumpa di Kalak bermaksud mengantarkan undangan,
kebetulan Ust. Walid sedang mendampingi
D. Zawawi Imron dalam mengisi ceramah imtihan. Akan tetapi beliau tidak sempat
hadir, karena ada kepentingan lain.
Malam
ini pertemuan ketiga. Setidak
di pertemuan ini, saya
bisa mengunduh beberapa informasi atau pengetahuan dari beliau.
Ust.
Zainul Walid banyak
bercerita tentang perkembangan seni di Pesantren Sukorejo termasuk sastra yang
paling digeluti. Di pesantren ini ada sanggar cermin, beliau terlibat di sana termasuk adanya
sekolah deklamasi yang
juga tidak lepas dari sumbangsih
idenya.
Ust.
Walid juga bercerita tentang proses kreatif buku kumpulan puisi “Jalan
Ini Rindu”,
karya KHR Azaim Ibrahimy, Pengasuh Ponpes Sukorejo. Buku ini melewati proses
sekitar 2 tahun, katanya.
Ust.
Walid mendapat amanah dari Kyai Azaim untuk menerbitkan karyanya yang ditulis
selama mondok. Ust Walid mendapat kepercayaan untuk menjadi kurator puisi dalam
draf/diary yang sekiranya
layak untuk dikonsumsi
publik. Puisi yang telah selesai dipilih, ust. Walid juga diminta untuk diberikan pemaknaan
atau interpretasi terhadapat masing-masing puisi dari para penyair-penyair.
Dari
pengalaman yang sulit yaitu ketika ingin
meminta pengantar dari Gus Mus. Pada saat mengunjungi kediamannya beliau sedang
bepergian. Terpaksa harus menginap di sana. Setelah ditanya keperluannya oleh
pelayan di sana,
bahwa permintaanya bisa dikabulkan sekitar setahun atau paling cepat setengah
tahun. Padahal pengantar ini sangat dibutuhkan. Nah ketika Gus Mus dating, Ust. Zainul Walid ditanya
keperluannya.
Ketika diketahui bahwa beliau santri Kyai
As'ad Sukerojo. Ust. Walid langsung mendapat sambutan yang istimewa, apalagi
menyangkut Kyai Asad seolah Gus Mus sangat
antusias. Sementara pengantar yang diminta cepat selesai, tidak sampai sebulan.
Selain itu Ust. Walid terlibat dalam seni pertunjukaan saat acara salawat
bening yang dipimpin langsung oleh Kyai Azaim yang berpindah dari desa ke desa
lain di Situbondo.
Dari
sekilas yang saya ketahui
beliau salah satu penyair yang sudah menasional. Saya pernah melihat secara langsung saat membaca puisi waktu di Jember. Merinding.
Saya sering membaca karya-karya di media
soasial juga saat membaca puisi yang pernah saya lihat di youtube seperti Kaisar Air Mata, Sajak untuk Ibu Lala dll.
Dan tentu saya juga mengagumi karya-karya puisi beliau.
[]
___
Biodata Penulis
Moh.
Imron tinggal di Situbondo.
Penggiat Sastra Pesantren di Situbondo (Bagian 1)
Reviewed by takanta
on
Februari 20, 2018
Rating: 5
Tidak ada komentar