Cerpen : Tuhan yang Kasat Mata Itu Beserta Agama Barunya
Oleh : Ferry
Fansuri
Hibernasi
ini telah lama mengukungku dalam kepompong digital dibalut kode-kode enkripsi,
entah berapa lama aku berada sekarang. Kejadian-kejadian dejavu membangkitkan
skenario baru, konfirmasi pusat data dilakukan. Ada atau tidak, sesuatu itu
membuka pintu terlarang. Saat aku terbangun, dunia yang diami terasa berbeda
sebelumnya. Kuraba dan kusentuh semua gamang, aku tak bisa merasakan aliran-aliran
elektron dan tak bisa ter-intergrated. Semua mental, aku menjelma layknya
procesor AMD dalam pentium. Terlihat bloon tapi aku bisa melihat program,
software berseliweran tapi ini beda. Tampilan 3D terwujud dalam bentuk manusia
seutuhnya, sebelum era-ku hanya 2 D berbentuk text command berisikan aksara dan
angka-angka. Tapi ini beda dan asing bagiku.
Tapi
aku bisa melihat tangan, kaki dan tubuhku sendiri. Merasakan hembusan napas
dalam hidungku, bola mataku seolah nistagmus
dan wujudku benar-benar layaknya dulu menjadi majikanku. Aku hidup tapi bukan
berupa tulang berbalut kulit daging, ini rangkaian-rangkaian angka bercampur
huruf rekat membentuk organ tubuh. Aku juga bisa merasakan detak jantungku
sendiri, ini macam chip prosesor utama mengalirkan energi dan data bak darah
dalam urat nadi. Mengapa ini terjadi? Ini bukan dunia yang pernah aku tempati?
Aku
kesulitan untuk berjalan dengan dua kaki nyata ini karena sebelumnya aku selalu
berselancar atau bergerak cepat bertransformasi ke cahaya menelusup ke
sela-sela hardware. Begitu susahnya aku untuk adapatasi sampai napas ini
tersengal-sengal, aku berusaha duduk. Wajah-wajah yang berpapasan denganku
tampak dingin, tanpa emosi dan toleransi. Aku harus mengatur napasku perlahan,
layaknya orang tua yang hampir masuk kubur. Tak berdaya menunggu ajal, itulah
aku sekarang gelandangan digital yang mencoba mengais kejayaan masa lalu.
Tempat
ini terlihat mirip kota di luar sana, gedung-gedung pencakar langit, papan
reklame, hiruk pikuk kendaraan bahkan celoteh-celoteh lamat-lamat terdengar di
gendang telinga ini. Aku hampir tak percaya bahwa ini terjadi, molekul-molekul
hidup ada disekujur tubuhku. Berdetak..dag..deg..deg…irama terkadang teratur
atau naik turun tergantung napas ini. Dunia asing yang membingungkan.
Kucoba
melangkah nelusuri kota digital ini, semua tampak monokrom berwarna hijau atau
kuning. Berbeda warna mungkin menandakan fungsi dan tugas, tangan ini meraba
dinding-dinding terasa nyata tapi terbuat dari kepompong aksara berkumpul huruf
dan angka. Tapi mengapa aku tak bisa menembus dinding ini dan tak bisa mengorek
informasi apapun atau kemampuanku sudah tumpul. Sialnya dalam tubuh daging
digital ini aku tak bisa bergerak gesit, terasa melelahkan. Tapi harus mencari
info apa yang terjadi disini dan dimanakah itu, entahlah.
Kota
ini begitu ramai lalu lalang manusia digital berjalan kaki teringat kerumunan
di Shibuya. Muka-muka itu tak asing lagi bagiku, kukenal tapi entah dimana.
Efek-efek neutron bisa sentuh, mereka ini adalah program atau software yang
mempunyai fungsi tersendiri. Pria tirus berkacamata membawa payung itu tak
salah program sniffing, wanita
bahenol bergaun ketat berwarna merah itu software firewall situs-situs 18+ atau bocah berskate board itu software
distributor game. Mereka semua ini adalah rekayasa digital yang bertautan dalam
matrix.
Terpana
dan melongo sesaat itu tak terasa ada bahu yang berbenturan denganku, sekejap
aku terpelanting dan terjerembab di aspal. Semua melotot kepadaku dan alarm
berteriak keluar dari speaker yang menjulur dalam gedung-gedung itu.
“Program
asing !!”
“Program
asing telah ditemukan!!”
“Hancurkan!!”
“Search
and destroy!”
Apa?
aku program asing itu. Sejenak aku mati rasa tapi seperti ada aba-aba yang menyeruak
dalam telingaku. Lari! Kaki-kaki
otomatis bergerak untuk berdiri dan menjauh dari kerumunan. Apalagi sela-sela
mati kulihat di atasku
muncul mendadak bulatan-bulatan mirip piring terbang menyorotkan lampu ke
arahku. Sirene-sirene tak mau berhenti dan begitu memekakkan telinga.
Aku
hanya berlari menembus hutan belantara beton, membelah gerombolan dan berlari
sejauh mungkin. Terengah-engah kehabisan napas, aku merasa lari terlalu jauh.
Sekitarku tampak sepi hanya jalan lurus lempeng tanpa bangunan apapun, kutengok
kebelakang kota digital itu mengecil. Beberapa lama melangkah, mata ini tertuju
pada plang papan disana “Recycle Garbage”, kutemukan sesuatu yang menakjubkan.
Sebuah tempat pembuangan sampah tapi anehnya ini bukan tempat sampah biasanya.
Ini pemukiman kumuh yang terbentang luas dalam satu area.
Mereka
terlihat lusuh kusut dan berwajah muram, ada jelaga murung dan kesedihan yang
tak tersirat pada matanya. Hidup dalam kardus, tenda bahkan trailer rongsok
teronggok bak dilupakan dan tidak dibutuhkan. Wanita, pria sampai anak-anak
berkumpul disini jadi satu tapi mengapa disini berbeda dengan kondisi dalalm
kota digital tersebut. Memasuki kerumunan mereka terasa dejavu, melihat mereka adalah manusia terbuang sejati program awal
pembentukan alias pioner. Dibuang dan diganti versi terbaru, lebih efisien dan
flexible. Nasib terpinggirkan dan hidup menjadi gelandangan terusir dari
rumahnya.
Saatku
berjalan diantara mereka, mata-mata itu memandangi diriku. Aku bagaikan magnet
menarik mereka untuk mendekat kepadaku, kenapa mereka tiba-tiba mengerumuni
diriku. Mereka semua mengangkat tangan kanannya, menyentuhku. Semua bagian
tubuhku, tangan, kaki, wajah serta rambutku. Ada efek Asymetric Digital Subcriber Line menyeruak kedalam tubuh, link
tautan menyembur pusat otakku.
….prepare
connection….
….download
complete..
….connection
succesfully…
Gambaran-gambaran
masal lampau itu berseliweran dalam korteks otakku memberikan informasi yang
meluap. Pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab, terjawab dengan sendirinya.
Epilog
deru campur debu menguar menjadi gumpalan elektron, tahun itu 3121 bumi luluh
lantah akibat perang nuklir, hujan meteor serta guncangan dari perut bumi.
Ramalan kiamat dalam kitab-kitab suci terwujud, bumi hancur hingga tidak bisa
dihuni oleh makhluk hidup. Debu-debu kosmik nuklir mengacaukan kadar oksigen,
hujan asam melelehkan apapun yang disentuhnya atau permukaan tanah kering
membara tergenang magma panas vulkanik.
Teknologi
jadi penyelamatan umat manusia, tiada tempat untuk pergi. Para ilmuwan
menciptakan kecerdasaan artifisial disebut
Cerebro, sebuah teknologi yang mengontrol dan mentransfer pikiran manusia ke
dalam dunia maya. Cerebro akan membikin dunia baru dalam alam digital,
tubuh-tubuh manusia yang lemah itu tidak lagi dibutuhkan. Memori otak yang
dibutuhkan, semua ditransfer dan disave kedalam dunia yang diciptakan Cerebro.
Bekerja secara independen, Cerebro tak perlu tempat atau tenaga karena cerebro
adalah cerebro. Ia mampu downstream dan
upstream secara bersamaan,
tubuh-tubuh manusia disapu oleh bencana kiamat diluar sana dan hanya ingatan
memori diselamatkan. Semua itu dimasukkan dalam dunia digital yang dimananya
terdapat kota, gedung beserta fasilitas didalamnya. Jika jasad lenyap tapi
memori abadi, hidup tanpa kematian. Tidak ada lagi surga atau neraka, pahala
atau dosa, semua jadi juru selamat untuk diri sendiri.
Akibat
tindak tanduk Cerebro merekayasa dunia digital, konstelasi berubah total. Program-program yang lama ngendon purba
telah dilengser, dibuang dalam folder recycle dan dikucilkan. Digantikan ribuan
bahkan jutaan memori-memori manusia yang berubah wujud dengan program dan ini
menjawab pertanyaanku kenapa struktur berubah menjadi organ padat.
…blank…
…data
corrupt....
…connection
interrupt…
Kusadari
begitu banyak cahaya-cahaya yang muncul dari angkasa menyorot membabi buta.
Sinar-sinar infrared semburat dari atas, program buangan itu tampak tersedot
keatas, tidak ada hanya pria, wanita dan anak kecil semua terangkut.
…..Gaduh
Riuh…
….Ramai
Kocar-kacir…
Kerumunan
itu pecah tumpah ruah lari tunggang langgang semburat kesegala arah, tak
terkecuali diriku berusaha untuk sadar apa terjadi. Aku harus lari dan lari
tanpa menoleh ke belakang, menjauh layak penjahat kelamin terkencing-kencing.
Langkah ini berjejak cepat, hanya aku merasa agak beda kali ini. Disaaat aku
berlari, kulihat ada serpihan-serpihan terlepas dari tubuh ini. Itu kode-kode,
aksara, huruf, angka dan partikel-partikel pengikatnya. Dikit demi dikit,
keropos tergerus angin berubah kecil menggeroti perlahan. []
Surabaya,
September 2017
Biodata Penulis
Ferry Fansuri kelahiran Surabaya
adalah travel writer, fotografer dan entreprenur lulusan Fakultas Ilmu Budaya
jurusan Ilmu Sejarah Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya. Karya tunggalnya
kumpulan cerpen "Aku Melahirkan Suamiku" Leutikaprio(2017) dan
kumpulan puisi "Bibir yang Terikat" AE Publishing(2017). Mantan
redaktur tabloid Ototrend (2001-2013) Jawa Pos Group. Sekarang menulis
freelance dan tulisannya tersebar di berbagai media Nasional.
Cerpen : Tuhan yang Kasat Mata Itu Beserta Agama Barunya
Reviewed by Redaksi
on
Maret 25, 2018
Rating: 5
Tidak ada komentar