Plakat, Kongko, dan Sekawanan Penulis
C. S. Lewis, his
brother W. H. Lewis, J. R. R. Tolkien, Charles Williams and other friends met
every Tuesday morning, between the years 1939-1962 in the back room of this
their favourite pub. These men, popularly known as the “Inklings”, met here to
drink Beer and to discuss, among other things, the books they were writing.
Begitu
bunyi plakat yang menempel manis pada dinding sebuah pub bernama The Eagle and
Child. Sebuah pub yang berada di bilangan kampus Oxford, Inggris. Para pemuja Lord of the Rings (juga The Hobbit) dan The Chronicles of Narnia sepertinya harus berterima kasih kepada pub
yang mengambil nama dari lambang bangsawan Derby ini karena di pub tersebut
pada Selasa pagi menjelang makan siang, berkumpullah sekawanan penulis yang
menyebut diri mereka Inklings, membicarakan apa saja termasuk tulisan yang
mereka kerjakan. J. R. R. Tolkien sang penulis Lord of the Rings dan C. S. Lewis sang penulis The Chronicles of Narnia adalah salah dua pegiat Inklings.
Sebuah
bangunan kecil yang saat ini menjadi pub ini dahulu diyakini sebagai markas
kaum Royalis pada saat Perang Sudara Inggris (1642-1649), meskipun akhirnya
banyak orang yang meragukan karena bangunan ini tercatat mulai dibangun tahun
1650 atau satu tahun setelah Perang Saudara Inggris berakhir. Jauh sebelum nama
The Eagle and Child digunakan, pub ini mengunakan nama Bird and Baby yang
diambil dari lambang Earl of Derby, pada bagian atas lambang bangsawan tersebut
terdapat gambar burung elang yang membawa keranjang yang berisi seorang bayi.
Lalu
apa itu Inklings? W. H. Lewis kakak C. S. Lewis yang juga merupakan salah satu
pendiri Inklings, mengklaim bahwa mereka bukanlah kelompok atau masyarakat
sastra sehingga tidak diperlukan peraturan, petugas, agenda, atau pemilihan
formal. Akan tetapi banyak literatur yang menyebut dan mengeneralisasi bahwa
Inklings adalah kelompok diskusi sastra, meskipun mereka (setidaknya W. H.
Lewis) sendiri enggan disebut kelompok sastra dan menahbiskan Inklings sebagai
sekawan yang suka membicarakan sastra. Sedangkan J. R. R. Tolkien mengartikan
nama Inklings menjadi dua yaitu “sekumpulan orang yang memiliki ide dan gagasan
samar-samar atau setengah berbentuk” dan “mereka yang berbuat iseng dengan
tinta”.
Pada
tahun 1939 Inklings menjadikan The Eagle and Child sebagai markas. Meskipun
tidak ada pengkhususan tempat pertemuan tetapi jelas pub tersebut mempunyai
keistimewaan sebagai “markas” karena seringnya mereka melakukan pertemuan di
The Eagle and Child. Inklings yang dibentuk pada tahun 1933 itu sebelumnya menggunakan
ruang kuliah milik C. S. Lewis di Magdalen, Oxford sebagai tempat pertemuan
mereka.
Di
The Eagle and Child, Inklings memiliki ruang pertemuan khusus yang mereka sebut
Rabbit Room yang terletak di bagian belakang pub. Banyak sejarah tercipta di
ruangan ini, jam-jam yang dihabiskan dengan diskusi yang alot dan debat yang
panas, penggodokan karakter utama Lord of
The Rings, sampai pembagian contoh cetakan seri The Chronicles of Narnia: The Lion, the Witch and The Wardrobe hanyalah
sedikit sejarah dari sepak terjang penulisan cerita fiksi fantasi yang terjadi
di The Eagle and Child.
Di
sebuah ruangan dalam pub tersebut bertemulah anggota Inklings, salah empatnya merupakan
tokoh yang moncer sebagai penulis besar, sebut saja Owen Barfield, C. S. Lewis,
J. R. R. Tolkien, dan Charles Williams. Selain empat nama besar yang disebut
masih ada nama-nama yang tak juga dapat disebut kecil, seperti W. H. Lewis, J.
A. W. Bennett, Lord David Cecil, Nevill Coghill, Hugo Dyson, Adam Fox, Roger
Lancelyn Green, Robert Havard, dan Christopher Tolkien. Nama terakhir adalah
anak dari J. R. R. Tolkien, Christopher merupakan anggota termuda Inklings.
Saat diajak sang ayah untuk mengikuti pertemuan Inklings umur Christopher baru
21 tahun.
Banyak
sumber menyatakan bahwa di dalam pub ini para anggota Inklings membacakan manuskrip
mereka, akan tetapi banyak juga sumber yang mengatakan bahwa anggota Inklings
membaca manuskrip karya di pub itu hanyalah sebuah legenda populer belaka.
Pertemuan Inklings setelah tahun 1949 tidak berlangsung secara formal meskipun
membicarakan karya apa yang sedang mereka kerjakan. Mereka membicarakan sastra
dengan hahahihi sambil kongko selow,
udatudut, dan menikmati bir di
tengah hari. Lalu mari kita lihat apa yang mereka hasilkan:
Cerita-cerita fantasi yang membuat gempar dunia sampai hari ini; Cerita-cerita
fantasi yang menobatkan Inggris sebagai gudangnya penulis dengan genre fantasi
merebut akar cerita fantasi yang melulu itu dari Yunani dan Romawi;
Cerita-cerita fantasi penerus Alice in
Wonderland dan cikal Serial Harry
Potter di masa jauh setelahnya.
Waktu-waktu
ini di Kabupaten Karanganyar, timur Kota Solo, setiap Kamis malam berkumpul
pula sekawanan penulis (dan calon penulis) yang menamai diri mereka K4
(Komunitas Kamar Kata Karanganyar) di angkringan bernama Hik-hikan Plus.
Berdiskusi tentang tulisan yang sedang mereka kerjakan sambil hahahihi.
Hasilnya, banyak karya cerita pendek mereka menghiasi koran lokal maupun
nasional ataupun situs-situs sastra masa kini. Sepak terjang mereka dapat
dilihat di akun instagram resmi K4 @kamarkata_karanganyar. Saya rasa tidak
mustahil jika angkringan ini berumur panjang dan para penulis K4 mendunia, di
angkringan tersebut akan didapati plakat peringatan di kemudian hari, sekiranya
begini bunyinya:
“Yuditeha, Rully
Riantiarno, Andri Saptono, dan teman-teman yang lain bertemu setiap malam Jumat
antara tahun 2017-... di pojok angkringan ini yang menjadi favorit mereka.
Orang-orang tersebut dikenal sebagai pegiat K4, bertemu di sini untuk minum
kopi hitam, ngudud, dan berdiskusi banyak hal tentang tulisan yang sedang mereka
kerjakan.”
Biodata
Penulis
Latif
Pungkasniar, bekerja sebagai editor pada sebuah penerbit di Solo. Dapat
dihubungi di latifpungkasniar.tumblr.com dan latifpungkasniar@gmail.com
Plakat, Kongko, dan Sekawanan Penulis
Reviewed by takanta
on
Maret 22, 2018
Rating: 5
Keren bang. Semangat berkarya! :)
BalasHapus