Home
/
Agus Hiplunudin
/
Apacapa
/
Esai
/
Suku Jawa Menjadi Kunci Kemenangan Politik pada Pilkada Serentak 2018 dan Pilpres 2019
Suku Jawa Menjadi Kunci Kemenangan Politik pada Pilkada Serentak 2018 dan Pilpres 2019
Oleh: Agus Hiplunudin
KPU RI (Komi Pemilihan Umum Republik Indonesia) pada
hari Rabu 14 Juni 2017 silam; telah melayangkan secara resmi mengenai tahapan Pemilu Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2018. Dalam hal ini KPU RI menetapkan tanggal pencoblosan Pilkada Serentak
yaitu jatuh pada tanggal 27 Juni 2018. Rencananya, ada 171 daerah
yang mengikuti Pilkada tersebut. Pilkada serentak diikuti 171 daerah yang akan turut serta pada ajang
pemilihan kepala daerah. Dari 171 ada 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten
yang akan menyelenggarakan Pilkada. Partisipasi masyarakat tentunya sebagai
garda terdepan untuk suksesi pilakda serentak 2018 tersebut.
Kekuatan politik suku (etnis) Jawa keberadaannya tidak
bisa dianggap remeh dalam Pilkada serentak 2018 mendatang; mengingat suku Jawa
merupakan suku yang terbilang unik—karena jumlah mereka yang besar—pada
sejumah Pilkada ada
alasan mengapa isu etnis lebih mungkin muncul dalam Pilkada dibandingkan dengan pemilihan nasional
seperti Pemilu Legislatif dan presiden. Pertama,
kompetisi atau pertarungan
dalam Pilkada pada umumnya
bersifat lokal. Banyak kandidat yang maju mewakili kelompok tertentu (Suku Jawa misalnya) dan sudah barang tentu para kandidat akan
menggunakan kelompoknya menyebarkan isu etnis
untuk mendapatkan dukungan dari para pemilih lain halnya dengan pilpres yang bersekala nasional dimana para kandidat
harus mampu merangkul semua kalangan kendati dalam konsep demokrasi dimana
suara mayoritas merupakan pemenangnya (dala hal ini adanya kecenderungan
kelompok mayoritas tertentu yang akan keluar sebagai pemenang)..
Kedua, isu yang diangkat dalam
Pilkada pada umumnya bersifat kedaerahan atau lokal belaka sehingga ini akan mendorong
mencuatnya isu etnis dalam Pilkada tersebut. Lantas pertanyaan yang kemudian
muncul; siapakan Suku Jawa itu?
Suku Jawa
Diperkirakan kurang lebih
3000 SM gelombang pertama
imigran melayu yang berasal dari China selatan mulai membanjiri Asia
Tenggara, disusul oleh beberapa gelombang lagi selama dua ribu tahun berikut.
Orang jawa dianggap keturunan orang-orang melayu gelombang berikut itu.
Lebih lanjut: Menurut
hikayat, asal muasal suku Jawa diawali dari datangnya seorang satria pinandita
yang bernama Aji Saka. Ia adalah orang yang menulis sebuah sajak, dimana sajak
itu yang kini disebut sebagai abjad huruf Jawa hingga saat ini. Maka dari itu, asal mula sajak
inilah yang digunakan sebagai penanggalan kalender Saka. Definisi suku Jawa
adalah penduduk asli pulau Jawa bagian tengah dan timur, kecuali pulau Madura.
Selain itu, mereka yang menggunakan bahasa Jawa dalam kesehariannya untuk
berkomunikasi juga termasuk dalam suku Jawa, meskipun tidak secara langsung
berasal dari pulau Jawa. Diperkirakan bahwa sebelum
kedatangan agama Hindu,
pemimpin-pemimpin lokal di Jawa
telah menciptakan lembaga-lembaga politik pertama di atas tingkat desa
juga karena keperluan pengaturan pengairan sentral. Yang kemudian diyakini
berkembang menjadi kerajaan-kerajaan Jawa. Dalam masa-masa berikutnya ada
banyak sekali kerajaan-kerajaan Jawa yang berdiri. Jelas terlihat kekuatan politik Suku Jawa telah
mengakar semenjak dahulu.
Kekuatan
Politik Suku Jawa
Suku
Jawa merupakan suku terbesar di Indonesia, setidaknya 41,7% penduduk Indonesia
merupakan etnis Jawa. Sehingga dalam beberapa kasus suara etnis mayoritas ini
menjadirebutan bagi kader lainya, dan banyak sekali manuver politik oleh para
politikus lokal untuk mendapatkan dukungan dari etnis Jawa tersebut. Sebut saja di Sumatera etnis Jawa merupakan salah satu
etnis yang dominan, oleh karenanya suku Jawa begitu berpengaruh dalam dinamika
politik yang terjadi di Sumatera itu termasuk dalam Pilkada serentak 2018. Lagi
pula etnis Jawa merupakan suku bangsa yang terbesar di Indonesia, di Jawa ada
yang populuer di kalangan masyarakat yaitu kaum santri, atau yang kemudian
disebut sebagai budaya santri pada akhirnya mereka memengaruhi secara politik,
terutama menyoal perihal kepemimpinan. Kelompok
Sosial-Religius yaitu santri. Istilah dan konsep santri telah terkenal akrab
dan sering dipakai dalam karya-karya para sarjana tentang sejarah, politik dan
masyarakat Jawa. Dalam setiap pemilu, kaum santri adalah kekuatan sosial dan politik yang selalu
diperhitungkan. Pertautan elit dan santri itu akan membekali legitimasi bagi
seorang Kepala Daerah.
Contoh kasus yang mencolok salah satunya keterlibatan
etnis Jawa dalam Pilkada DKI Jakarta, sebut saja Joko Widodo. Joko Widodo atau
yang dikenal akrab Jokowi dapat menang dalam pemilihah gubernur DKI Jakarta
tersebut, hal ini menyoal banyaknya etnis Jawa di Jakarta. Kemenangan
Jokowi-Ahok menyebabkan kalahnya Poke-Nar hal ini menunjukkan bahwa tanpa
kelembagaan yang kuat dari partai politik tidak akan berjalan lurus dengan
pilihan politik publik. Publik atau masyarakat tidak terlepas dari keterlibatan
etnis tertentu, maka dalam hal ini adalah etnis Jawa yang pada akhirnya
menghantarkan Joko Widodo menjadi Presiden (RI.I).
Belum lagi para calon kepala daerah yang menjadi
primadona biasanya berasal dari Suku Jawa; sebut saja di Jawa Timur Wakil
Gubernur Saifullah Yusuf atau yang
akrab dikenal Gus Ipul sudah diumumkan ia bersaing menuju
kursi Jatim-I (Jawa Timur-I).
Gus Ipul disandingkan dengan Abdullah Azwar Anas oleh PDI Perjuangan merupakan partai politik dengan suara mayorias di Jawa
Timur dan Jawa Tengah. Yang kemudian Azwar Anas sempat mengundurkan diri dan
digantikan Mbak Puti.
Mantan Menteri Sosial
Khofifah Indar Parawansa ia akan
kembali ikut dalam pertarungan Pilkada
untuk ketiga kalinya. Khofifah sudah mengantongi dukungan dari NasDem,
Demokrat, dan Golkar. Para politisi
yang telah disinggung di atas pemberitaannya kian marak, sehingga baik Gus Ipul
maupun Khofifah yang notabene berkiprah dalam politik lokal Jawa namun
pengaruhnya secara nasional.
Begitu pula dengan Gubernur
Jawa Tengah Ganjar Pranowo dapat
dipastikan kembali maju sebagai petahana di Pilkada Jateng 2018 diusung PDIP. Ganjar disandingkan
dengan Taj Yasin Maimun atau yang
dikenal Gus Yasin anak dari pengasuh
Pondok Pesantren Sarang, Rembang, KH Maimun Zubair yang merepresentatifkan kekuatan NU di Jateng.
Jawa merupakan kunci suksesi Pilkada serentak 2018 dan Pilpres 2019;
contoh kasus 2014 silam pemenang
Pilpres di Jabar Prabowo, Jateng dan Jatim Jokowi, dan faktanya yang menjadi
Presiden adalah Jokowi, jadi peta politik pada Pilpres 2019 bagi Prabowo ia
harus meraih suara di Jawa Tengah atau Jawa Timur. Ini artinya Pilkada serentak
2018 di Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan pertarungan sekaligus suksesi
politik untuk Pilpres di 2019.
Tentang Penulis
Agus Hiplunudin 1986 lahir di
Lebak-Banten, adalah lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa Serang-Banten, dan telah menyelesaikan studi di sekolah
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta bergiat sebagai staf pengajar
Mata Kuliah Filsafat Ilmu di STISIP Stiabudhi Rangkasbitung. Ia penulis buku
“Politik Identitas di Indonesia dari Zaman Kolonialis Belanda hingga Reformasi”
terbit 2017 silam
Alamat Sekarang: Perum Persada Banten Blok D3, N0.1. Kelurahan
Teritih, RT 06/07 Kecamatan Walantaka, Kota Serang-Banten. Email: agus.hiplunudin@yahoo.com. Hp: 081-774-220-4. Facebook:
Agus Hiplunudin.
Suku Jawa Menjadi Kunci Kemenangan Politik pada Pilkada Serentak 2018 dan Pilpres 2019
Reviewed by takanta
on
Maret 12, 2018
Rating: 5
Tidak ada komentar