Tanah Garam dan Puisi Lainnya Karya Faris Al Faisal
Puisi Faris
Al Faisal
Sang Penyair
~
Yohanto A Nugraha
cimanuk
yang mengalir di darahmu
menggerakkan
sampan sajakmu
ke
semenanjung indramayu
menyatu
dalam laut biru
di ranah
moyang arya wiralodra
orasi
sunyimu serupa cakra udaksana
jati diri tanah
pesisir jawa dwipa
mengenalkan
kota dengan kata
pada
cerobong pipa yang liat berminyak
kau
nyalakan api puisi nan bergejolak
orang-orang
tanpa kelamin hanya menyimak
di matamu
berkobar amuk dalam sajak
adakah
cinta pada hati yang terkoyak
jika dialektika
kau bawa membuat nyenyak
tak membuat
lirik air mata berbiak
hanya
gerimis luka beriak
bagimu
yohanto, gerimis tak jadi tangis
ia akan
menjadi kata-kata yang manis
yang kau
rangkai dengan jiwa puitis
ketika
gemuruh kau gubah menjadi lais
bagai arus
cimanuk mengalir
sampan
sajakmu sampai ke hilir
ditubuhmu
tercium wangi bunga anyelir
sebagai
balasan bagi sang penyair
Indramayu,
2018
Monolog Chemano
diaroma
pelabuhan yang diceritakan Tome Pires padamu adalah pesona hiruk pikuk bongkar
muat labuh berlayar kapal-kapal siang dan malam dengan kuli-kuli berbadan kekar
memeras keringat sampai berpeluh juga para anak buah kapal dari nagri-manca
yang riang menjejak daratan setelah sekian bulan lamanya membangun rumah di
atas ombak.
chemano
sebutnya pada sungai yang mengalir dengan badan yang dapat menampung ratusan
kapal-kapal seperti sarang tempat kawanan burung-burung pulang dan terbang
mengiraikan sayapnya megempis dan mengembung napas orang-orang pesisir
mendesirkan butir-butir pasir yang berkilat-kilat macam mata bocah-bocah
menanti ayahnya pulang melaut.
aku
bermonolog tanpa dialog yang mengorasikan sunyi senyap dermaga yang kelam tanpa
lampu-lampu dengan seribu lukisan kenangan yang tenggelam di antara gemuruh
ombak yang mememeluk ombak muara kerinduan pada sejarahmu yang sepadan dengan
calapa
menjadi
tempat labuh kapal-kapal untuk berteduh.
Indramayu,
2018
Negeri Minyak
pada pipa-pipa
yang terpancang negeriku merancang
cahaya
mimpi menyala dari cerobong yang mengobong
membakar
masa silam yang masih berkobar
pada
prasasti arya wiralodra
delupak
murub tanpa patra,
sumur
kejayaan deres mili,
sungai
cimanuk mengalirkan minyak
pesisir
balongan berkarang pipa kilang
kota
bermandi cahaya siang dan malam
dengan api
menyala seperti harapan ditabalkan
pun cinta
dirajah pada genangan
liat yang
berkilat
darma
ayu mulih harja
Indramayu,
2018
Jung Java; Oldest Boat
orang-orang
jawa membelah batangan pohon menjadi papan-papan yang meliuk dirajah dengan
ukiran cinta dan peri kehidupan orang-orang pesisir yang berkawan pasir dan
angin mendesir serupa tangan nuh yang melayarkan bahtera untuk menyelamatkan
orang-orang yang yakin akan firman suci.
di sini
diego de couto menggoreskan pena pada kain layarnya yang mendorong badan perahu
ke tanjung harapan dan madagaskar menguasai jalur rempah-rempah dari maluku ke
malaka
menjadi
kendaraan kerajaan demak untuk menghalau portugis dan bangsa eropa menguasai
jalur pelayaran dan perdagangan.
jung java
dengan hangat memeluk dermaga di kota-kota pelabuhan di sambut gadis-gadis
pesisir yang beraromakan kembang melati setaman nakhoda dielu-elukan bagai
pahlawan yang baru kembali dari perang membawa kemenangan dengan kantong
pundi-pundi emas pada musim selatan yang meneduhkan.
meski
setelah sultan agung riwayatmu kandas dalam gulungan ombak yang melarungkan
impian namun kiprahmu tak lekang dikenang seperti para pengrajin perahu di
bantaran cimanuk yang tak lelah-lelahnya mengarungkan bahtera di air laut yang
terus naik menumbuhkan harapan dan impian kembalinya jung java entah di masa
kapan.
Indramayu,
2018
Tanah Harum Manis
tanah yang
mengandung garam dengan uap aroma laut membuat tubuh berpeluh itu beraroma
lumpur endapan sungai cimanuk yang telah mengering membawa humus meneroka kamus
menjadi buah mangga pesisir yang harum dan manis.
ia adalah
mempelam seperti buah dada gadis pantai utara yang masih mengkal dipelihara
dengan ritus ngarot bermahkota bunga –kenanga, melati dan bugenvil– sampai
musim panen memetik buah yang ranum dengan senyum.
Indramayu,
2018
Tanah Garam
tanah di
ranah moyangku
mengajarkan
kehidupan orang-orang pesisir
mendesir di
atas butir-butir pasir
mengangkat
air laut ke daratan
menjemurnya
pada tanah yang dikotak-kotak
menguap
seperti kehidupan itu sendiri
tanah kami
bergaram-garam
asin
seperti keringat yang berpeluh
kuli-kuli
mengangkut berkarung-karung
mengharap
kemarau memanjang
agar lunas
utang di warung
anak istri
memakai kalung
maka di
atas tanah garam
matahari
dan laut serupa tuhan
tanahnya
menabalkan segala harapan
dicium
butir padat putih berkilauan
petani
garam tersenyum sekali-kali termenung
kincir air
yang berputar memainkan nasib
Indramayu,
2018
Biodata Penulis
Faris Al Faisal
lahir dan tinggal di Indramayu. Bergiat di Dewan Kesenian Indramayu. Karya
fiksinya adalah novella Bunga Narsis Mazaya Publishing House (2017), Antologi
Puisi Bunga Kata Karyapedia Publisher (2017) dan Kumpulan Cerpen Bunga Rampai
Senja di Taman Tjimanoek Karyapedia Publisher (2017) sedangkan karya non
fiksinya yaitu Mengenal Rancang Bangun Rumah Adat di Indonesia Penerbit Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2017).
Puisi,
cerma, cernak, cerpen dan resensinya tersiar berbagai media koran seperti
Kompas, Tempo, Republika, Kedaulatan Rakyat, Suara Merdeka, Pikiran Rakyat,
Lampung Post, Padang Ekspres, Rakyat Sumbar, Radar Cirebon, Radar Surabaya,
Radar Sulbar, Radar Banyuwangi, Media Jatim, Merapi, Minggu Pagi, Bali Post,
Bangka Pos, Magelang Ekspres, Solopos, Suara NTB, Joglosemar, Tribun Jabar,
Bhirawa, Koran Pantura, Riau Pos, Tanjungpinang Pos, Serambi Indonesia, Majalah
Simalaba, Majalah Hadila, Majalah Suara Muhammadiyah, Tabloid Nova, IDN Times,
Sportourism.id dan Jurnal Asia. Email ffarisalffaisal@gmail.com,
Facebook www.facebook.com/faris.alfaisal.3,
Twitter @lfaisal_faris, IG
@ffarisalffaisal, Line ffarisalffaisal dan
SMS/WA 085 224 107 934.
Tanah Garam dan Puisi Lainnya Karya Faris Al Faisal
Reviewed by takanta
on
Mei 20, 2018
Rating: 5
Tidak ada komentar