Cerpen : Belajar Dari Orang-Orang Idiot
Oleh :
Nasrul M. Rizal
Aku
memutuskan berhenti mengerjakan skripsi. Keputusan ini kuambil bukan tanpa alasan.
Satu tahun sudah aku mengerjakannya, dan selama itu tidak ada kejelasan. Entah
karena aku yang bodoh atau dosen pembimbing yang terlalu pintar. Setiap kali
aku menyerahkan draft skripsi selalu saja dicorat-coret. Bayangkan saja, bab 1
direvisi hingga enam kali. Jangan tanya bab 2 dan 3. Apalagi bab 4 dan 5, yang
meski sampai detik ini belum aku garap, sudah terbayang revisi yang membludak.
Dalam sebulan aku dua kali bimbingan. Dua kali pula patah hati. Kamu harus
tahu, ditolak oleh dosen pembimbing itu lebih menyakitkan dibandingkan ditolak
wanita idaman. Digantung oleh dosen pembimbing itu lebih mengenaskan daripada
digantung gebetan.
Seminggu
yang lalu semangatku lagi menggebu-gebu. Aku membawa draft skripsi lengkap dari
bab 1 sampai bab 3. Di waktu dan tempat yang telah dijanjikan, aku menunggu
kedatangan dosen pembimbing. Meskipun beliau biasanya datang jam 9, aku sudah
berada di sana jam 7. Kepagiaan itu lebih baik daripada kesiangan, bukan?
Sambil menunggu aku membaca novel. Meskipun tercatat sebagai mahasiswa hukum
aku tidak suka membaca undang-undang dan pasal-pasal yang tak terhitung
jumlahnya. Aku lebih menyukai dunia sastra, membaca dan sesekali menulis
cerita. Mungkin itulah salah satu faktor kenapa aku belum lulus, padahal sudah
enam tahun kuliah. Teman-temanku bahkan sudah ada yang menamatkan magisternya.
Ah aku tidak peduli.
Satu
jam berlalu, belum ada tanda-tanda kedatangan dosen pembimbing. Aku masih
melahap novel Al mustafa karya Kahlil
Gibran. Semoga setelah membacanya aku
mendapat pencerahan. Dan bisa mengamalkan petuah-petuah bijaknya. Inilah yang
aku suka dari Kahlil Gibran, selain menghibur, karya-karyanya juga memotivasiku
menjadi lebih baik. Aku heran kenapa banyak orang yang menghujat karya sastra
itu tidak ada gunanya. Isinya tidak lebih dari cinta-cintaan, sampah.
Cerita-cerita yang dibuat penulisnya sebatas imajinasi atau kebohongan belaka.
Sepertinya orang-orang yang beranggapan seperti itu kebanyakan makan micin. Dan
mereka belum pernah membaca karya-karya sastra yang fenomenal. Yang bisa
mengubah hidup mereka. Atau jangan-jangan mereka emang tidak suka membaca.
Bagiku
cerita fiksi itu lebih baik dari kenyataan. Di dunia fiksi penjahat bisa
bertobat. Pembunuh bisa dihukum mati. Koruptor membusuk di penjara. Di dunia
nyata penjahat semakin bejat. Pembunuh keluar masuk penjara sesuka hati.
Koruptor bebas berkelana, sebatas kejedot tiang listrik saja bisa ingkar dari
penjara. Memuakkan!
Dosen
pembimbing yang aku tunggu tidak kunjung datang. Apa beliau juga kejedot tiang
listrik sehingga dibawa ke rumah sakit? Ternyata benar. Adik tingkat memberi
tahu dosen pembimbingku ke rumah sakit di Eropa. Katanya ia menjenguk anaknya
yang sakit. Hei kenapa pula setiap bulan beliau ke Eropa? Kalau memang
menjenguk anaknya kenapa beliau sering selfie, beserta anaknya pula. Anak mana
yang sebenarnya yang sakit? Aku mengetahui gerak-gerik dosenku dari media sosial
miliknya. Di jaman sekarang dosen itu sudah gaul tahu!
Berteman
rasa kecewa aku pun pulang. Meskipun ini bukan yang pertama, tetap saja
menjengkelkan. Karena hal itu aku semakin yakin untuk berhenti mengerjakan
skripsi.
Waktu
yang kumiliki seminggu terakhir digunakan untuk membaca buku dan menonton film.
Sebagai lelaki tulen, aku lebih suka menonton film-film action atau berbau adegan dewasa. Sialnya stok film seperti itu di
laptopku sudah habis. Yang ada tinggal film-film Thailand dan India alias Bolliwood.
Aku mendapatkan film dari temanku. Dia pandai memanfaatkan fasilitas kampus.
Setiap malam dia datang ke fakultas untuk men-dwonload film, memanfaatkan wifi. Sungguh mahasiswa teladan bukan?
Karena
sudah malam, dan kosan temanku jauh, aku terpaksa menonton film yang ada. Aku
membuka folder film Thailand. Tak lama kemudian menutupnya. Aku ingat ucapan
temanku. Katanya kalau menonton film Thailand pasti nangis, dan aku tidak ingin
hal itu terjadi malam ini. Aku pun beralih pada film India. Meskipun aku tahu ceritanya
kebanyakan tentang cinta, nyanyian dan tarian yang membosankan. Setidaknya
banyak wanita cantik dan seksi, dan itu yang ingin kutonton. Dari belasan judul
yang ada, perhatianku tertuju pada film 3 idiot. Aku menebak jalan ceritanya,
tentang 3 pemuda yang ditinggal nikah kekasihnya, mereka tetap mencintainya,
dan mengancam untuk bunuh diri. Karena hal itu mereka disebut idiot.
162
menit berlalu. Aku menyesal telah menonton film itu. Dugaanku meleset. Tiga
pemuda idiot itu tidak patah hati. Apalagi bunuh diri. Benang merah dari film
itu bukan tentang cinta. Tapi kehidupan mahasiswa. Ya dari awal masuk hingga
lulus kuliah. Sial aku jadi ingat bagaimana dulu perlakuan senior padaku saat
ospek. Bayangkan saja oleh kamu, sebagai anak hukum kami didakwa oleh dua
pasal. Pertama, senior selalu benar. Kedua, jika senior salah balik lagi ke
pasal pertama. Dua pasal itu lebih sakti dari UUD sekalipun. Kedudukannya
mutlak. Tidak bisa diamandemen barang sehuruf saja.
Ah
tentu saja ospek yang kamu lalui berbeda dengan apa yang kualami. Dulu sudah
biasa mahasiswa baru ditampar dan dipermalukan. Mau tidak mau. Suka tidak suka.
Kami harus memakai pakaian yang aneh dan membawa sampah. Ya kami disulap
menjadi pemulung yang gila. Ini belum seberapa. Ada yang lebih kejam. Kamu mau
tahu? tanyakan saja pada kakakmu! Andai saja bisa diulang, aku akan melawan
penjajahan senior itu, sebagaimana yang dilakukan Rancho yang menyetrum titit
seniornya. Sayang dulu aku terlalu takut untuk melawan. Sial!
Rancho
disebut idiot gara-gara dia melawan dosennya. Melawan dalam arti tidak setuju
dengan cara dosen mengajar. Mereka terlalu fokus pada kata-kata yang tertera di
buku dan menganggap mahasiswa sebagai robot. Pada bagian ini aku setuju. Boleh
dibilang, bagiku, tempat paling menyebalkan di dunia ini ialah kelas. Setiap
harinya aku hanya mendengar celotehan, curhat atau kemarahan dosen. Aku tidak
pernah diberi kesempatan menolak penjelasan atau bahkan tidak menyukai mata
kuliah yang diampunya. Bahkan aku pun tidak tahu apa manfaat dari apa yang
kupelajari.
Selain
Rancho ada juga dua idiot lainnya yaitu Farhan dan Raju. Nah mereka dikatakan
idiot gara-gara nilai ujiannya selalu terbawah. Tapi dari kisah merekalah aku
mengambil pelajaran yang sangat berharga. Pelajaran yang tidak pernah kudapat
dari bangku kuliah. Raju menjadi idiot karena dia terlalu takut. Dia tidak
henti-hentinya meminta pada dewa. Bahkan di jarinya terpampang batu akik yang
dijadikan sebagai jimat. Kisah sederhana tentang Raju sepertinya cocok dengan
temanku. Sebelum ujian dia tidak tidur demi mengeja buku. Selain itu dia datang
ke kuburan-kuburan keramat. Meminta pertolongan. Dan dia pun mendadak baik,
sering mentraktir aku dengan mengharap imbalan doa dariku. Katanya doa dari
orang teraniaya itu gampang terkabul. Meskipun sedikit tersinggung, aku
menikmatinya. Setidaknya setiap mendekati ujian perutku terjamin.
Kisah
Farhan membuatku termangu. Dia membohongi dirinya. Pura-pura mencintai mesin
padahal dia sangat mencintai kamera. Andai saja sebelum kuliah aku menonton
film ini mungkin aku tidak akan terpenjara di universitas ini. Mungkin aku
tidak akan menghabiskan waktu secara percuma. Berpura-pura mencintai dunia
hukum hanya karena orang tuaku pengacara. Sejujurnya hati kecilku memilih
kuliah di jurusan sastra. Meskipun sebagian orang, termasuk orang tuaku,
menganggap lulusan sastra itu masa depannya suram, setidaknya aku akan tetap
bahagia menjalaninya. Enam tahun lamanya aku dihukum di fakultas hukum. Yang
kudapat hanya angka di transkrip nilai saja. Aku kehilangan kebahagiaan. Tidak
diberi kesempatan untuk menikmati hidup.
Kuberitahukan
ini padamu, selagi kamu masih semester satu. Semoga kamu tersadar, apakah kamu
menjalani semuanya dengan sepenuh hati atau terpaksa, demi gengsi dan orang
tua. Jangan sepertiku, yang membusuk dalam penjara bernama fakultas hukum.
Aku
berhenti mengerjakan skripsi. Dan sepertinya aku pun akan berhenti menjadi
mahasiswa hukum. Ah andai saja aku anak sastra pasti cerita ini akan tersaji
dengan lebih baik. Tidak seperti ini, membingungkan dan membosankan. Tapi tak
apa lupakan saja!
Biodata Penulis
Nasrul M. Rizal lahir tanggal 27
Agustus 1995 di Garut. Selain mengajar Ekonomi, lelaki jangkung ini pun sering
menulis cerpen. Penulis yang Menangis (2017) adalah buku kumpulan cerita pendek
pertamanya. Cerpen lainnya tersebar di berbagai antologi dan media cetak maupun
daring. Bisa disapa melalui facebook: Nasrul Muhamad Rizal, IG;
nasrul_rizal atau email mr.nasrul19@gmail.com
Cerpen : Belajar Dari Orang-Orang Idiot
Reviewed by takanta
on
Juni 17, 2018
Rating: 5
Tidak ada komentar