Cerpen : Agama dan Prasangka Karya Muhammad Lutfi
Oleh : Muhammad Lutfi
Sejak
beberapa hari yang lalu warga Desa
Karang Anyar dihebohkan dengan kabar kedekatan
Faiz dan Mita, Faiz yang merupakan anak sulung dari Cak Sutris salah seorang
tokoh agama di Desa
Karang Anyar dikenal sebagai pemuda yang baik dan saleh, bahkan tidak sedikit
warga desa yang ingin menjadikannya sebagai menantu, sedangkan Mita merupakan
seorang janda kembang beranak satu yang berprofesi
sebagai PSK. maka tak ayal banyak warga desa yang menyayangkan prihal kedekatan
Faiz dan Mita. Dan dalam waktu singkat kabar tersebut sudah menjalar hingga ke
ujung desa.
Setiap
warga desa seakan tidak ingin melewatkan kesempatan untuk membicarakan anak Cak
Sutris itu, tak luput kabar itupun segera menjadi pembicaraan yang hangat di setiap
rumah warga dan di warung-warung kopi. seperti halnya pembicaraan di warung
kopi bu Darsi dan beberapa pelanggannya sore itu.
“Apa
iya Cak Sutris tidak tau kalau Mita itu perempuan gak bener? Sehingga
mengijinkan anaknya untuk berpacaran sama dia,” tanya bu Darsi.
“Ah
kayaknya tidak mungkin kalau Cak Sutris tidak tau,” Jawab salah seorang
pelangganya.
“Atau
jangan-jangan Cak Sutris sama Faiz itu kena guna-guna?”
“Hus jangan ngawur”
“Ya
siapa tau saja Cak, kan kasihan sama Cak Sutris dan Faiz kalo memang kena
guna-guna.”
“Sudah-sudah
ngomongnya tidak usah diteruskan, biar gak tambah ngawur”
Sofyan
dan Mulyono yang tahan dengan pembicaraan tersebut bermaksud untuk membicarakannya
dengan Cak Sutris. Maka selepas salat
Isya
mereka berdua pergi mendatangi rumah Cak Sutris. Melihat kedatangan Sofyan dan Mulyono,
Cak Sutris yang waktu itu kebetulan sedang duduk di lincak teras rumahnya
segera mempersilahkan keduanya untuk duduk.
“Minum
kopi ya” Cak Sutris menawari kedua tamunya sembari berdiri hendak membuatkan
kopi.
“Terimakasih, Cak,” jawab Sofyan dan Mulyono
serempak.
Setelah
beberapa lama Cak Sutris kembali dengan membawa kopi dan sepiring pisang goreng
untuk kedua tamunya tersebut.
“Memang rejeki kalian sekarang,
kok ya pas banget saat istriku buat pisang goreng kalian datang kesini,” kata Cak Sutris.
“Wah, saya jadi enak ini, Cak,” jawab Mulyono sambil
cekikikan.
“Tumben kalian jam segini sudah
kemari, mau ngajak main catur lagi ya?”
“Iya Cak, saya sama Mulyono mau
balas dendam sama sampean. Tapi sebelum main catur, ada yang ingin kita
bicarakan sama sampean.”
“Mau bicara apa?”
“begini
Cak, akhir-akhir ini banyak warga desa yang membicarakan Faiz dan Mita, mereka berpendapat tidak
seharusnya Faiz pacaran sama Mita.” Kata Sofyan memulai.
“Iya
Cak, mereka juga heran kok kayaknya sampean santai-satai saja, Faiz itukan
lulusan pesantren masak sampean biarin pacaran sama perempuan kayak Mita. dia
itu janda loh Cak, apalagi katanya dia itu seorang PSK. Sampean sendiri kan tau
kalau pekerjaanya itu sangat dilarang oleh agama kita.” Kata Mulyono menimpali.
Cak
Sutris tidak segera menjawab. Sofyan dan Mulyono yang duduk didepan Cak Sutris saling
berpandangan, seakan menyadari perkataan mereka mungkin menyinggung perasaan
Cak Sutris. Baru setelah menyeruput kopi didepannya Cak Sutris mulai berbicara.
“Yan,
aku denger katanya si Romlah mau kuliah di Surabaya ya?”
“Iya
Cak”
“Terus
kamu izinin?”
“Ya
itu dia masalahnya Cak”
“Kenapa
Yan? Kamu tidak punya biaya untuk menguliahkan Romlah di Surabaya?”
“Bukan
itu Cak, sampean kan tau Romlah itu anak perempuan saya satu-satunya. Saya
tidak mau Romlah salah pergaulan Cak“
“Salah
pergaulan gimana?”
“Sampean
kayak ndak tau saja Cak kelakun anak muda zaman sekarang, saya tidak mau Romlah
itu salah pergaulan terus hamil diluar nikah, kan bikin malu keluarga, Cak.”
“Oh
gitu ya Yan. Kalau seandainya Romlah itu laki-laki berarti kamu akan
mengijinkan Romlah kuliah di Surabaya ya?
“
Ya kalau seandainya Romlah itu anak laki-laki tentu saya ijini untuk kuliah di Surabaya, kalau anak laki-laki
kan tidak bakal hamil,
Cak”
“Kalo
kamu melarang Romlah untuk kuliah di Surabaya karena kamu khawatir Romlah terjerumus
pergaulan bebas dan hamil sebelum menikah, seharusnya kamu juga melarangnya
untuk kuliah di Surabaya
meskipun dia itu laki-laki Yan, karena dia juga berpotensi untuk menghamili
anak orang lain.”
“Kamu terlalu mudah berprasangka, Yan, padahal belum tentu
prasangkamu itu benar, kamu
boleh hawatir, tapi jangan sampai kehawatiranmu itu mengalahkan kepercayaanmu
kepada anakmu sendiri. Mungkin maksudmu baik dengan melarang si Romlah untuk
tidak kuliah di Surabaya
agar tidak terjerumus pergaulan yang salah, tapi pernahkah kamu
mempertimbangkan keinginannya untuk mengejar cita-cita?”
“Begitu
juga dengan anggapan kalian tentang Mita, Mita yang kalian anggap sebagai
perempuan murahan dan sampah masyarakat itu sesungguhnya tidak lebih dari
seorang perempuan lemah yang seharusnya mendapatkan pertolongan, mungkin apa yang dikerjakannya
itu salah tapi pernahkah kalian berfikir kenapa dia harus bekerja seperti itu?
Kalian tidak pernah tau dizaman yang serba sulit seperti saat ini kehidupan desa tidak banyak memberikan
pilihan bagi orang-orang seperti dia, kita tidak bisa menyamakan dia dengan
artis yang ramai diberitakan akhir-akhir ini yang tarifnya mencapai puluhan
juta itu. Sebagai perempuan berpendidikan rendah dan harus menghidupi seorang
anak serta membiayai sekolah adiknya,dia terpaksa bekerja seperti itu. lantas
dimana kalian selama ini? Kalian
yang mengaku beragama terlalu sibuk membicarakan keburukan orang lain hingga membiarkan
seorang janda yang kesusahan bekerja seperti itu. Apakah kalian berani menjamin
bahwa kalian lebih baik sehingga berhak untuk menghinanya, Kalian boleh
membenci pekerjaannya tapi kalian tidak boleh membeci orangnya, karena
sebagaimana kita dia juga seorang hamba yang diciptakan oleh Allah SWT. Dan
perlu kalian ketahui bahwa sejak berpacaran dengan Faiz, dia sudah bertaubat
dan berhenti dari pekerjaanya. ”
Cak
Sutris berhenti sejenak melihat Sofyan dan Mulyono yang menunduk seakan
membiarkan keduanya mencerna jawaban
yang menelanjangi mereka itu. Baru setelah
menyalakan sebatang rokok Cak Sutris kembali melanjutkan pembicaraannya.
***
Pada
suatu malam selepas salat
Isya
berjamaah bersama Baginda Rasulullah SAW. Abu Hurairah RA. Keluar hendak memenuhi
kebutuhannya, tiba-tiba ada seorang perempuan hendak menemuinya berdiri di
tengah jalan. Dengan tubuh gemetar dan suara yang parau wanita itu memanggil
nama Abu Hurairah ra. agar
berhenti sejenak dan sudi mendengarkan keluh kesahnya.
“Wahai Abu Hurairah, aku sungguh
telah melakukan dosa besar. Apakah masih ada taubat untukku?” Tanya wanita itu dengan jujur
dan polos.
“Dosa apa yang telah kamu
lakukan? Sahut Abu Hurairah.”
Dengan
wajah yang tampak gelisah dan ketakutan wanita itu kemudian menjawab “aku telah berzina dan dan
telah kubunuh anak hasil perzinahanku.“
Mendengar
jawaban wanita itu sontak membuat raut wajah Abu Hurairah berubah dan dengan
tegas Abu Hurairah berkata “celaka
kamu, demi Allah tidak ada taubat untukmu.”
Lalu
Abu Hurairah pergi meninggalkan wanita tersebut, namun di sepanjang perjananan
pikirannya berkecamuk ia mencoba mengingat dan merenungi ucapannya tadi.
“Aku telah memberi fatwa,
padahal Baginda Rasul SAW. Masih ada diantara kami.”
Di
pagi buta Abu Hurairah segera menemui
Nabi SAW. dan menyampaikan kejadian yang dialamnya semalam.
Nabi
SAW. terkejut mendengarnya dan seketika itu juga belia bersabda “inna lillahi wa inna ilaihi rojiun.
Kamu, demi Allah, hai Abu Hurairah
celaka, celaka! Di manakah
kamu dari ayat ini, (artinya) “Dan
orang orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang
benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia
mendapat (pembalasan) dosanya, (yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada
hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali
orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh, maka kejahatan mereka
akan diganti Allah dengan kebajikan . dan Allah maha pengampun lagi maha
penyayang.” (QS. al-Furqon: 68-70)
Setelah
undur diri dari hadapan Nabi SAW. Abu
Hurairah segera mencari perempuan yang ditemuinya semalam diseluruh penjuru
kota madinah, namun Abu
Hurairah
tidak dapat menjumpaui perempuan tersebut, hingga di malam hari Abu Hurairah baru menjumpai
perempuan tersebut ditempat dimana mereka pernah bertemu sebelumnya.
Denan
tergesa-gesa Abu Hurairah segera menghampiri wanita itu dan memberitahu apa
yang disampaikan Nabi SAW. bahwa baginya masih ada taubat. Tak ayal wanita itu
bahagia mendengar apa yang disampaikan Abu Hurairah. Lalu ia berkata kepada Abu
Hurairah
“Aku
memiliki sebuah kebun, dan mulai saat ini juga kusedekahkan kepada orang-orang
miskin sebagai tebusan atas dosaku.”
***
Sebelum
mengakhiri ceritanya Cak Sutris kembali berkata kepada Sofyan dan Mulyono. “Seperti halnya kisah tersebut,
setiap manusia berpeluang untuk berbuat salah dan sebaik-baiknya manusia adalah
mereka yang tidak mengulangi kesalahannya.”
10
Januari
2019
Cerpen : Agama dan Prasangka Karya Muhammad Lutfi
Reviewed by Redaksi
on
Januari 27, 2019
Rating: 5
Tidak ada komentar