Islam Nusantara Adalah Representasi Islam Universal
“Islam
adalah agama yang universal serta menjadi rohmatal lil ‘alamin. Memahami Islam
tidak dapat dilakukan hanya dengan satu arah pandang saja, maka dari itu, kita
perlu sebuah manhaj dalam memahami dan mendakwahkan Agama Islam.”
Salam
Pendidikan!
Saya
menulis catatan ini sedikit banyak adalah hasil dari mengikuti seminar yang
diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Kabupaten
Madiun (PC ISNU) pada hari Sabtu, 12 Januari 2019 di PP Al Hikam, Geger,
Madiun. Catatan ini hasil notulensi pribadi saya, dan saya persembahkan catatan
ini untuk menjadi hal yang bermanfaat.
Ada
dua tokoh Kyai yang menjadi pembicara dalam acara seminar tersebut, yakni KH.
Azizi Hasbulloh (Anggota PW LBM NU Jatim), KH. Achmad Asyar Shofwan (Ketua PW
LBM NU Jatim), dan dimoderatori oleh Dr. KH. Rodli Makmun (Dosen IAIN
Ponorogo).
Meskipun
tema awal acara tersebut sedikit berbeda dari yang direncanakan, dimana
awalnyaadalah Bedah Buku berjudul“Islam
Nusantara” yang di tulis oleh Tim PW LBM NU Jawa Timur. Tetapi setelah
sampai di lokasi ternyata acara tersebut bukanlah bedah buku, melainkan
seminar. Padahal secara bahasa seminar bermakna mempromosikan hal baru yang
menjadi ide gagasan seseorang. Sedangkan launching
dan praktik daripada Islam Nusantara ini sudah berlangsung sejak bertahun-tahun
lamanya di Indonesia, khususnya warga Nahdliyin yang dalam hal ini memiliki
peran vital, karena wacana Islam Nusantara ini lahir dan viral hasil dari tema
Muktamar 33 NU di Jombang.
Sekali
lagi, seperti judul yang saya cantumkan diatas, Islam Nusantara Adalah
Representasi dari Islam Universal. Anda tidak perlu kaget dengan istilah Islam
Nusantara. Karena dengan adanya kepanikan akan hal itu, akan semakin
menunjukkan bahwa generasi kita tidak paham tentang penggunaan bahasa dan
pemilihan diksi. Padahal istilah Islam Nusantara yang kemudian menjadi booming dan viral tersebut hanya soal
diksi, tapi kenapa hal itu kemudian menjadi problematika dalam masyarakat.
Sebenarnya
kalo kita mau membaca sejarah, sebelum muncul dan populernya istilah Islam
Nusantara, jauh sebelumnya sudah pernah terbit istilah Islam Madzab Hmi. Sebuah buku yang di tulis oleh
senior HMI, Drs. Azhari Akmal Tarigan, M. Ag. Buku yang berisi tentang
bagaimana representasi seorang kader HMI dalam memahami Islam sebagai asasnya. Islam
Madzab Hmi merupakan representasi
daripada point-point yang ada di dalam rahim HMI dan Nilai-Nilai Dasar
Perjuangan (NDP) organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang oleh Drs.
Azhari disimpulkan menjadi sebuah landasan pemikiran tentang bagaimana kader
HMI dalam memahami Universalitas Islam kemudian menarik sebuah kesimpulan
tentang penerapan syariat Islam secara lokal yang ada di Indonesia. Akan
tetapi, istilah tersebut kalah populer dengan istilah Islam Nusantara, meskipun
sebenarnya dua istilah tersebut sama-sama berpotensi untuk viral.
Menurut
saya yang menjadi salah satu faktornya adalah Islam Madzab Hmi pertama dipasarkan di kalangan
Mahasiswa di Perguruan Tinggi sebelum masuk ke dalam ranah masyarakat, sehingga
lebih banyak kajian di dalamnya yang membuat istilah tersebut tidak sampai
viral. Berbeda dengan Islam Nusantara yang langsung dipasarkan di masyarakat
secara awam, sehingga potensi salam paham yang terjadi lebih besar.
Islam
Nusantara jangan lantas disalah artikan bahwa di Nusantara memiliki Islam-nya
sendiri. Jangan, karena itu sebuah pemaknaan yang sangat keliru dan dangkal.
Islam Nusantara adalah metode (manhaj)
dakwah Islam yang mewadahi beraneka ragam corak tradisi dan budaya yang ada di
Indonesia, sehingga dalam berdakwah membutuhkan suatu bentuk toleransi dalam
beragama Islam. Di Indonesia banyak tradisi-tradisi Islam yang hanya ada satu
yaitu di Indonesia. Misalnya, cara membaca kitab dengan terjemahan bahasa Jawa
pegon, tradisi halal bihalal, tradisi bulan suro, dsb, di mana semua itu adalah warisan dari para
Wali Songo yang dulunya dijadikan sebagai metode dakwah Islam. Dan itu hanya
ada di Indonesia. Kemudian sebagai simbol untuk mewadahi ciri khas tersebut,
lahirlah istilah Islam Nusantara. Yaitu cara memahami Islam bagi masyarakat
Indonesia yang di sinonimkan menjadi Nusantara.
Sama
halnya dengan Islam Madzab HMI tadi, di mana Drs. Azhari menuliskan banyak
sekali manhaj yang digunakan oleh HMI dalam memahami Islam sebagai agama yang haq dan benar yang semata-mata di
gunakan sebagai sarana pendekatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. HMI memiliki
banyak perspektif dalam memahami Islam sebagai agama yang Universal, Nurcholis
Madjid (Cak Nur) juga banyak menyinggungnya dalam karya-karyanya yang
fenomenal. Seperti dalam bukunya yang berjudul Islam Universal, Islam Agama
Peradaban, Islam Doktrin dan Peradaban, yang pada substansinya Cak Nur
benar-benar jeli dalam melihat metode-metode dakwah Islam yang ada di Negara
Indonesia.
Menurut
KH. Azizi Hasbulloh, perbedaan-perbedaan semacam ini adalah hal yang biasa
dalam memahami Islam, dan itu adalah fitrah. Selama masih ada perbedaan (khilafiyah) maka disitu dunia masih ada.
Kalo tidak ada perbedaan, kiamat.
Kyai
yang menghabiskan masa pendidikannya di Pesantren ini juga mengatakan bahwa
metode dakwah Islam akan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Kemudian
beliau juga mengajak audiens memahami Islam Nusantara dari dua pendekatan.
Pertama pendekatan sejarah (histori), kedua pendekatan doktrinal.
Pertama,
berdasarkan sejarah mengapa di zaman nabi tidak ada perbedaan dalam memahami
Islam dan Islam benar-benar masih kaffah. Karena di masa Nabi, matahari Islam
hanya satu, yaitu Rasulullah. Benar dan salah suatu hukum hanya Rasulullah yang
berhak menentukan. Oleh karena itu, tidak ada pembelajaran fikih, tasawuf, dll
saat itu. Karena semua ilmu, Rasulullah adalah rujukannya. Perbedaan dan
perdebatan mulai muncul saat beliau sudah wafat. Terutama di masa Khalifah
Utsman bin Affan, perdebatan itu mulai terlihat keruh. Sampai saat ini,
perbedaan sangat jamak terjadi karena telah banyak bermunculan matahari yang
menjadi rujukan, yang satu dengan lainnya banyak terjadi perbedaan.
Kedua,
pendekatan doktrinal. Rasulullah pernah bersabda untuk Faz alu Ahli Dzikri (mendekati ahli dzikri). Mengapa ahli dzikri
bukan ahli ilmu? Karena kebanyakan ahli ilmu justru diperdaya oleh akalnya.
Namun ahli dzikri, hatinya selalu hidup dan mengingat Allah. Sepeninggal
Rasulullah, sangat banyak bermunculan metode-metode dalam mengajak orang masuk
Islam. Salah satunya di Indonesia, dimana kita mengenal istilah Hari Raya Kupat
yang berarti (ngaku lepat), Lontong (olone kothong), kemudian adanya budaya gamelan,
wayang, dan slametan, yang semuanya tidak terlepas dari manhaj dakwah yang
digunakan oleh para Wali Songo.
Kesimpulannya,
sebagai generasi bangsa tidak seharusnya kita mudah terprovokasi dengan isu-isu
murahan yang tersebar dalam masyarakat. Ketidak pahaman diantara masyarakat
seharusnya bisa diluruskan oleh kita, bukan kita ikut-ikutan tidak paham.
Mengenai Islam Nusantara, warga NU mengemban amanah untuk memberikan pemahaman
kepada masyarakat tentang maksud dari Islam Nusantara tersebut. Karena itu
adalah tema Muktamar ke 33 NU di Jombang yang wajib kita jelaskan kepada
seluruh elemen dan lapisan masyarakat di Indonesia agar tidak terjadi kesalah
pahaman. Jangan sebaliknya, sebagai Warga NU justru tidak memahami maksud dan
tujuan dari Islam Nusantara.
Notulensi
Pribadi: SHOLIKHIN
Islam Nusantara Adalah Representasi Islam Universal
Reviewed by takanta
on
Januari 15, 2019
Rating: 5
Tidak ada komentar