Cerpen : Generasi Tik Tok Karya Gusti Trisno
Oleh:
Gusti Trisno
Mufa
memandang ponsel yang baru dibelinya beberapa waktu lalu. Ia tersenyum akan
pencapaian menulisnya yang kian menanjak dengan bukti ponsel pintar itu.
Apalagi beberapa waktu lalu, ia memendam keinginan ganti ponsel demi menunjang
aktivitas menulisnya.
Maka
ketika mendapat ponsel itu, ia langsung tancap gas mengunduh beberapa buku
elektronik dan aplikasi yang menunjang dunianya di playstore. Mula-mula di Minggu pertama ia tak menghadapi masalah
yang berarti.
Ia
masih bisa beraktivitas seperti biasanya, mengejar dosen demi menyelesaiakan
kuliahnya, membaca buku-buku kesukaannya, hangout
ke kafe bersama teman-teman demi wifi gratis tak terbatas, dan tentu menulis
sebelum ia mengistirahatkan tubuhnya. Sebenarnya, ia tak bosan dengan aktivitas
yang meluluh seperti itu. Tetapi, beberapa hari kemudian temannya menyarankan
untuk mengunduh sebuah aplikasi yang hits kalah itu.
Tiktok
nama aplikasi itu. Dan Mufa menuruti saran temannya yang bernama Alfa Anisa
itu. Masih menurut Alfa, tiktok bisa menjadi penetral bagi Mufa untuk tertawa.
Jika nantinya artis-artisnya dianggap alay oleh Mufa, lelaki itu tinggal
menghapus aplikasi itu. Mudah kan?
Tetapi
saran yang tampak mudah begitu sulit dilakukan Mufa. Pasalnya semakin hari, ia semakin
larut menyaksikan video yang tak betul-betul lucu selain kesan alay itu. Hingga
lelaki itu tak merasa jika waktunya hilang untuk hal sia-sia.
*
Sebenarnya
Alfa sudah memperingatkan kawan baiknya itu untuk kembali berfokus menulis.
Perempuan itu keheranan ketika Mufa menghafal banyak lagu-lagu yang dijadikan backsong Tiktok, mulai dari Bocah Ngapa
ya hingga Lagi Syantik. Untuk itu, Alfa berusaha mengaduk-ngaduk pikiran Mufa dengan
mengajaknya jalan-jalan mencari inspirasi.
Kali
ini Alfa mengajak Mufa ke sebuah Monumen 1000 Km Anyer-Panarukan. Museum yang
terletak di pinggir Sungai Sampeyan itu sedikit membuat Mufa teringat akan visi
menulisnya yang ingin mengenalkan kota lewat tulisan. Pikiran itu membuat muka
Alfa cerah. Tapi walaupun begitu, sesampainya di rumah Mufa kembali tenggelam dengan
menonton tayangan Tiktok.
“Sudah
bisa menulis?” tanya Alfa membuat Mufa menghentikan tayangan Tiktok yang ditontonnya.
Mufa
tak langsung menjawab. Lelaki berambut klimis dan memiliki kumis tipis-tipis
itu bingung dan hanya bisa menggigit bibir.
“Muf?”
Alfa memastikan kondisi Mufa. Barangkali perempuan itu terlalu lama menanti
jawaban Mufa.
Setelah
itu Mufa bukannya menjawab. Malah menangis. Tangisan yang sulit dimengerti oleh
Alfa.
*
Pernah
sakit, tapi tak pernah sesakit ini.
Begitu
tulus Mufa di WA Story. Baginya,
kehilangan gairah menulis benar-benar membuat susah hidupnya. Semuanya akibat
Tiktok yang menuntut waktu-waktu produktifnya hilang. Ia juga menyalahkan Alfa
yang meminta mengunduh aplikasi yang tak berguna itu.
“Apa
jangan-jangan Alfa sengaja menyuruhku mengunduh aplikasi ini,” gumam Mufa dalam
hati. Lalu, berspekulasi jika Alfa takut kalah saing atas tulisan-tulisan Mufa
yang dimuat di mana-mana.
Dan
dengan dada yang bergetar hebat. Ia ingin membuat perhitungan, sekalipun
kawannya perempuan. Ia akan berusaha membalas bukan lewat tindakan, tetapi
kata-kata yang perlu diperhitungkan.
Mufa
memejamkan mata. Lalu, menghapus aplikasi Tiktok itu dari ponselnya setelah
mengucap basmalah berpuluh-puluh kali. Dan perasaan lega langsung menyergap dadanya.
Usai
itu, ia menghidupkan laptop dan menulis cerpen yang diberi judul ‘Ditemukan
Penulis yang Gemar Main Tiktok’. Cerpen yang tak lebih dari 1500 kata itu
langsung ia kirim ke media massa.
*
Minggu
masih tampak hangat ketika Mufa membuka mata. Tetapi, telepon Alfa yang berdering-dering
memaksa menuntaskan impian menjadi bunga kasur seharian. Dengan tampang masih
malas Alfa mengabarinya jika cerpennya yang berjudul seperti berita dimuat di
media.
Mufa
langsung berucap sujud syukur tak seperti biasanya yang hanya tersenyum percaya
diri. Barangkali ia sudah lupa akan kebiasaannya, akibat tidak lama dimuat.
Namun sekeras apa pun usahanya mengingat kebiasaan, ia tersadar jika harus
segera mentraktir Alfa.
“Simpan
uangmu.”
Hanya
itu yang keluar dari bibir Alfa di ujung sana. Seusai itu telepon dimatikan,
Mufa pun mentransfer kesenangannya ini dengan membuat WA Story. Ucapan selamat pun mengucur deras pada lelaki itu. Tentu
Mufa mengucapkan terima kasih serta meminta doa semoga ia senantiasa produktif.
*
Kemudian,
Mufa memilih melanjutkan tidurnya yang agak terganggu karena telepon Alfa. Ia
menggelar mimpinya kembali. Barangkali jika ia punya kekuatan untuk mengatur
mimpi. Tentu ia ingin bermimpi bisa mendapatkan ide yang pas untuk ditulis.
Tetapi,
mimpinya kali ini benar-benar membuatnya ingin segera mual. Bagaimana tidak,
Mufa diseret oleh orang-orang yang dikenalnya bernama Nuraini, Mimi Peri
Rapuncel, Wowo, dan sederet nama lainnya di belakang. Mereka berbondong-bondong
membawa Mufa ke alam khayangan.
Sesampainya
di alam yang penuh dengan buah-buah itu. Orang-orang itu mengajak Mufa untuk
main Tiktok bersama-sama. Mufa yang tak punya pilihan lagi terpaksa mengikuti
ajakan orang-orang itu.
Agak
lama ia bermain Tiktok bersama para Tiktok Lovers
yang sekarang menjadi Selebgram dengan followers
beribu-ribu. Berbeda dengannya, sebagai penulis yang baru merintis followers di Instagramnya tak lebih dari
2000 orang. Padahal, ia merasa jauh lebih kreatif dibandingkan orang-orang yang
hanya menirukan suara orang dan akting yang tak elegan.
“Mufa!”
sebuah suara terdengar memaksa Mufa menghentikan permainan Tiktoknya.
Lelaki
itu pun pamit kepada teman-temannya. Tetapi, Nuraini menatap wajahnya dengan
heran. Matanya nyalang, giginya berbehel seperti ingin melumat Mufa kalau
keluar dari pesta tiktok ini. Sementara, Wowo si bocah kecil yang memasang
tarif meet and greet itu mengepalkan
tangan diikuti oleh bocah-bocah Tiktok lainnya. Tak sampai di situ, Mimi Peri
bersama para perempuan KW langsung mengepung Mufa.
Lelaki
itu tak bisa berbuat apa-apa. Sebagai penulis pun, saya tak menghendaki ia
melawan. Sebab percuma saja terlalu banyak yang menyerangnya. Ia hanya bisa
berteriak dan berharap mimpi ini segera selesai.
*
Mufa
berkeringat dingin. Napasnya ngos-ngosan. Ia merasa beruntung sekali kehadiran
Alfa yang masuk kamarnya membuat suasana hatinya agak lebih baik.
“Kamu
tidak apa-apa?” tanya Alfa.
Mufa
menggeleng dan menunjuk air yang terdapat di meja tempat biasanya menulis. Alfa
langsung menuruti permintaan Mufa. Setelah itu tak ada suara.
Suara
mobil tampak beriringan di luar rumah. Mufa bergerak ke luar diikuti Alfa.
Sesampainya di sana, Mufa kaget bukan kepalang menyiksakan ibunya yang
menari-nari diiringi lagu yang berisi pernyataan aku hamil sama Abang, masak
iya sama setan.
Peristiwa
itu memaksa kening Mufa berkerut-kerut kebingungan. Tetapi, mobil itu juga
membawa dua perempuan muda yang langsung akting dialog sinetron hampir tengah
malam. Yang berisi kekecewaan sahabatnya yang menjadi pelakor atau perebut laki
orang.
Napas
Mufa kembali ngos-ngosan. Dan ia merasa seperti ada dalam mimpi kembali. Tapi,
ketika ia dicubit oleh Alfa karena tak mau diajak main Tiktok pertanyaan polisi
dengan perempuan yang bekerja sebagai penganggu suami orang. Mufa benar-benar
merasakan sakit cubitan itu.
Dari
sana, ia merasa bahwa yang terjadi saat ini adalah kenyataan bukan mimpi
belaka. Bukan pula cerita fiktif yang apabila ada kesamaan nama tokoh,
peristiwa, dan tempat hanya kebetulan semata-mata. Bukan bukan itu.
Apalagi
kini, Nuraini keluar dari arah lain dengan langsung menuding Mufa dan berharap
bisa manjaga dengannya.
Sungguh
orang-orang yang mengelilingi Mufa dan semua gemar main Tiktok itu bertepuk
tangan, termasuk ibu Mufa sendiri yang tampak mendukung.
Mufa
tak menjawab ia ataupun tidak. Kakinya hanya gemeteran ketakutan. Tapi, Nuraini
yang dibantu kecantikan Mimi Peri itu langsung menyeret Mufa menuju mobil. Lalu
ikrar pernikahan tersampaikan dengan manis. Sedangkan Mufa meringis dan tak
percaya bisa mengucapkan janji suci dengan tepat seolah ada kekutan hipnotis
yang terjadi pada dirinya.
Kemudian,
ia bertatap manja dengan Nuraini. Mufa menepuk jidat membayangkan jika
anak-anaknya kelak menjadi generasi Tiktok serupa ibu dan neneknya.
Situbondo,
30 Januari 2019 10:53
Biodata Penulis
Gusti
Trisno. Penggiat Literasi Kota Santri yang lahir dengan selamat di Situbondo, 26 Desember
1994. Alumni
Program
Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Jember ini, kini tinggal
di Malang dengan menjadi salah satu peserta Pengayaan Bahasa Inggris hasil
kerja sama antara Universitas Negeri Malang dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan
Kemenkeu. Peraih juara 2 Penulisan Cerpen dalam Pekan Seni Mahasiswa
Jawa Timur 2016 ini memiliki dua buku tunggal yang telah terbit, yakni: Museum Ibu (Kumpulan Cerpen, Ae Publishing) dan
Ajari Aku, Bu (Kumpulan Puisi, Penerbit FPPS). Ia bisa
dihubungi di Facebook: Gusti Trisno, E-mail: gusti.trisno@gmail.com atau
telepon: 085330199752.
Cerpen : Generasi Tik Tok Karya Gusti Trisno
Reviewed by takanta
on
Februari 24, 2019
Rating: 5
Tidak ada komentar