Puisi : Belikan Aku Seorang Pelacur Karya B.B. Soegiono
Puisi-Puisi B.B. Soegiono
BUNGA
1998 YANG GUGUR KALA ITU
banyak nyawa hilang
tanpa ada kabar,
tidak pula
diketahui ke mana?
semua menghilang
begitu saja
tidak tahu
gerak-gerik perginya
mungkin tendangan
peluru dari senapan
telah mengusir roh
dari tubuh Yani Arif
lewat kedua pelipis
ataupun dari
dadanya
pada Sonny pun
juga,
mungkin gagang
tembak
telah menghantam
setiap
bagian-bagian tubuhnya,
urat-urat sarafnya
sampai tidak
berdaya
dan akhirnya mati.
Edy Umar Hamdun
juga hanyut
dalam kekerasan
pemerintah militeristik
bersama sopirnya, Ismail
yang juga ikut
berjuang untuk kebebasan
Novel
Alkatiri adalah bagian dari
arti duka
kehilangan anak bangsa
dan rasa kecewa
terhadap lenyapnya
Wiji
Thukul,
dengan
sajak-sajaknya yang galak dan keras
mengusik dan ingin
mencongkel
setiap kebusukan-kebusukan
pemerintahan
hingga musti
diseret paksa;
dihilangkan tanpa
ada yang tahu letak makamnya.
begitupun dengan
Suyat,
Herman
Hendrawan,
dan Petrus
Bima Anugrah
menghilang dari
kabar-kabar pencarian
semenjak Orde Baru
mulai mengalami gejala
detik-detik
keruntuhan
Ucok
Munandar Siahaan,
Yadin
Muhidin,
Hendra
Hambali,
Leonardus
Nugroho,
M. Yusuf
Dan Abdun
Naser;
yang merupakan
seorang korektor
juga masuk dalam
daftar orang hilang
korban penculikan,
kekejaman,
kekerasan,
penyiksaan,
dan segala
tidak buas oknum-oknumnya
namun sekarang.
mereka!
para dalang
itu!
kehidupannya masih
saja nyaman
masih bisa
leyeh-leyeh
ada yang
menjabatkan diri,
menjadi
bagian dari pemerintahan lagi.
ada yang sekadar
menjadi koalasi
mengamani diri dari
todongan kasus
pelanggaran-pelanggaran
HAM berat masa dulu
mereka mencoba
menerbitkan fajar
pasca tragedi pahit
kegelapan masa silam
sedang nama-nama
yang menjadi peraktik
keberingasan
pemimpinnya
harus menukar
dengan darah,
dengan dada
yang dibelah,
dengan
tangan yang menadah
segala isi perut
yang keluar
usai dibedah dengan
pisau tajamnya
bahkan sebelum
mereka ditewaskan
diburu setiap hari
diincar,
diintai,
dicari-cari
sana-sini
sampai-sampai ada
yang musti membayar
dengan satu buah
bola matanya yang harus diganti
kekejaman nyata
adanya
tahun itu.
jangan sampai
terulang lagi
hari ini.
jangan pula
dibiarkan para dalang
yang masih
berkeliaran
berdiri
tegak dibelakang
pundak meja
pemerintahan
berkembangbiak,
menjadi
semakin banyak
kembali menambah mayat
menjadi semacam
vampir
yang hidup seribu
tahun
demi memuaskan
hausnya
sebagai peminum
darah
dan pemangsa
manusia.
Probolinggo, 30 Agustus 2018.
BUNGA
TANAH YANG HILANG
aku ingin segera
menjumpai hari itu
bersama para arwah
jahanam
dan mayat
orang-orang penindas
kehidupan manusia;
di dalam tubuh
negara
yang terus
menodongkan ketakutan
dan ancam
dengan segala
tindak binatang
yang menerkam tanpa
ampun
pada orang-orang
jelata
dan mengabdi pada
kaum bangsawan.
negara tercinta
adalah negara yang kini
memakan dagingnya
sendiri
dengan kuah
keringat
dan saus merah,
darah anaknya.
tanah terus diburu
dari tangan warisan
orang-orang miskin
sampai debu pun
habis jadi asap
cerobong-cerobong
pabrik
sawah menjadi
ladang air mata
sebab diincar,
ingin disulap jadi gedung perkantoran
demi kepentingan,
sumpah keserakahan
gunung-gunung
hampir tiada lagi terlihat
kabut-kabut setiap
pagi pun juga hilang
mengikuti
perkebunan-perkebunan
yang mati dilibas
mesin dan alat-alat berat pertambangan.
sawi,
mentimun,
tomat,
kacang,
kedelai,
seledri,
bayam,
kangkung,
wortel,
kentang;
apel,
anggur,
jeruk,
pisang,
pepaya,
nangka,
salak,
durian,
kedondong,
mangga;
padi,
jagung,
dan semua
tumbuhan akan musnah
ditindih keramik,
batu bata,
batako,
marmer
toko-toko;
pohon-pohon besar
akan mati
pohon-pohon kecil
pun juga
meski sebelum
waktunya,
tapi sudah meregang
nyawa
karena pembangunan
makin merajalela
dan terjadi di
mana-mana:
di pusat kota,
di pusat
desa,
menggebyarkan
lampu-lampu kehancuran
membuat serba jadi
melarat
bagi rakyat-rakyat
penumpang
di atas
tanah negara dan bangsa ; Indonesia.
kemaslahatan dan
kesejateraan yang tertulis
di dalam
undang-undang;
dan pilar
pancasila sebagai
pedoman rakyat
tidak lebih,
seperti selogan-selogan
yang terpampang
dijalanan
dan seringkali
dijadikan alat pemuas kampanye
para calon
yang ingin menjabatkan dirinya menjadi pemimpin:
desa,
kecamatan,
kabupaten,
kota,
provinsi,
bahkan
sampai negara.
jika begitu, lalu
siapa yang benar-benar akan peduli terhadap rakyat?
terhadap orang-orang
kecil:
pencari
ronsokan,
penjual
kaki lima,
pengemis di
perempatan jalan,
buruh
serabutan,
tukang
becak,
kuli
bangunan,
dan mereka
yang turut menyumbangkan suaranya dalam proses pemilihan;
berharap akan
mendapat pemimpin lebih baik.
bukan yang justru
makin mempersempit lapangan kerja
dan makin
memperluas pengusuran tempat-tempat tinggal
dan
warung-warung milik mereka.
mungkin memang
perlu dipertanyakan:
untuk siapa negara
ini dibangun?
milik siapa negara
ini sebenarnya?
mengapa mereka yang
mengatasnamakan
sebagai
wakil rakyat malah memakan rakyat?
mengapa rakyat yang
memilih,
justru
rakyat yang ditindas?
merasakan derita,
dengan
kekeparatan!,
kebiadapan!,
dan
kebejatan!
orang-orang yang
menari di atas tahta
dan harta
yang menggunung.
sedangkan
orang-orang yang tertindas,
semakin hari
semakin luka
akan semakin sakit
semakin demam
dengan kebengisan
yang menamainya pemimpin.
yang menyodorkan
segala macam-macam
racun kepada hati
yang disuntik oleh tirani
meminggirkan rasa
peduli dan belas kasih
hingga lenyap tidak
berdaya
diperlakukan
seenaknya
seperti binatang di
hutan yang terus diburu
ingin dipunahkan.
sampai harus
bersembunyi ke dalam bawah tanah kuburan
yang penuh dengan
taburan bunga-bunga
dan batu
nisan tanda kematian
sebagai berakhirnya
tindak penindasan.
Singaraja, 10 Mei 2019.
BELIKAN
AKU SEORANG PELACUR
andai ada
yang ingin
membelikan
aku seorang pelacur
maka akan
kumanja dirinya
kuraba
dengan sentuhan nakal
dengan
kilauman mata seorang pemburu
yang haus
akan belai kasih sayang
andai ada
yang ingin
membelikan
aku seorang pelacur
maka akan
kusentuh uraian rambutnya
yang basah
dan penuh pesona
dengan
perhatian seorang pejuang
yang
bertempur dalam perang
dan merindu
seorang istri
yang belum
sempat datang
mengirimkan
pesan-pesan rindu
terhadap
ranjang yang lama ditinggalkan
andai ada
yang ingin
membelikan
aku seorang pelacur
maka akan
kubelai tubuhnya
kupegang
payudaranya
kuhisap
hitam putingnya
dan kuremas
sampai mancurlah
air susu
kehidupan
dari
seorang bunda
yang
membanting tulang
dan harga
diri
demi anak
dan keluarga
yang lapar
dari siksa-siksa
kehidupan
yang kejam
andai ada
yang ingin
membelikan
aku seorang pelacur
maka akan
tak butuh perawan
untuk
merangkul segala tangis,
pedih, dan
derai air mata yang terjatuh
di atas
lantai-lantai siksa dan durhaka
yang
mengaisi pantat yang bergeol-geol
dipinggiran
jalan
menawarkan
dirinya
demi menjamin
makan
anak dan
keluarga yang menunggu
di depan
teras rumah,
dengan
suara-suara perut kosong
yang
meraung-raung
meminta
sesuap pangan
untuk
menyudahi segala tangis lapar
andai ada
yang ingin
membelikan
aku seorang pelacur
maka akan
kukecup setiap jari tangan dan kakinya,
dan
kutidurkan sebuah bibir
di atas
ranjang lipstiknya yang menor berwarna merah
dengan
kedipan mata yang liar
mengikuti
setiap daun telinga yang mekar
dan jinjit
alis yang brutal
ingin
mengatakan sesuatu
yang
terdalam
dari
dirinya
kepada yang
ingin mendengarkan
keluh
derita yang menjerat
semenjak
menjadi seorang janda
dan tulang
punggung yang mulai bungkuk
karena
beban yang berat
makin
mengamuk
pada
seorang perempuan cantik
yang
menjual dirinya
di bawah
lampu-lampu jalan
ataupun
kelap-kelip diskotek
yang
semakin menodong
dan
menyekap
dengan
imbal kemaslahatan
yang tak
diperjatah pemerintah
sebagai
kaum melarat
yang
menghidupkan dirinya
dengan cara
terlarang
dan
dipandang bejat
oleh
orang-orang
yang
menganggap dirinya sempurna.
Singaraja, 13 Mei 2019.
SELEBAR
LANGIT HITAM
di atas sana
kulihat lapangan
luas
tempat bulan dan
bintang
memadu kasihnya
pada ruangan itu
seakan ranjang
malam pertama
sedang bahagia,
dengan perkawinan
dada yang busuk
mata yang telah
jadi bangkai
melihat kesepian
tinggal
pada dirimu
yang tak tergapai
dengan kasihku
kulihat langit
memang hitam
bulan sedang terang
dan bintang-bintang
tampak malu menatap
raut wajahku yang
penuh luka
dan sakit hati
hingga suatu
keajaiban
yang mustahil harus
dinyatakan
demi nyawa yang
tinggal sebentar
di dalam mayat
tubuhku
yang sedang memohon
ampun
dan meminta
tolong
untuk
diselamatkan
meski bukan dirimu,
kasihku.
atap-atap bangunan
itu
sebagai peneduh
segala
kesakitan yang
dilontarkan atas nama cinta
genting rumah, gerbang di halaman
depan,
dan bunga-bunga
sekitar
juga teras dan
tembok
akan menjadi akar
putus
bekas segala memori
yang terhapus
dan tercopot dari
kisah kita, kasihku.
Singaraja, 22 Mei 2019.
BAYANGMU
akankah kau hadir,
di tengah
malam begini?
di musim dingin
penjara kita malam
itu, sayang.
ingatlah! sebab
lipstik merahmu
masih membekas
pada urat-urat di
leherku,
menjadi semacam
kutukan
yang menyatu dengan
denyut nadi
di pergelangan
lengan kita
sebagai salah satu
tanda detak lonceng
yang masih
menggaungkan bunyinya
dan sebagai jarum
waktu
yang terus
memutarkan alur kehidupan.
sekalipun engkau
pergi
itu hanyalah sebuah
nama
sedangkan jiwamu
telah membangun
rumah yang
megah bak istana
dengan setiap
dinding berlapis emas
pagar bertebal
berlian
jendela mengilap
dengan permata
di tempat yang
paling abadi, kalbuku.
Probolinggo, 25 Maret
2017
DEK
dek,
berapa cintakah
luka?
yang kemarin kau
berikan padaku
untuk disimpan
dengan segala
tangis air mata
dan kesedihan yang
terus mencari
tempat
peristirahatan
dek,
berapa sudikah
luka?
memayungi kita
dengan rundungan
hujan dan
halilintar menyeramkan
yang bermunculan
dari tembok-tembok
kehidupan yang
gelap berwarna hitam
dengan segala rasa
peduli yang hilang
dengan caci dan
maki
dek,
berapa maukah luka?
menjadi taman-taman
dusta
tempat permainan
kita yang seringkali
terjebak dalam
lembah kedurhakaan
dan menjadi tempat
pemujaan Sang Dewa
yang pergi
ke dalam kutukan kasih
yang
menyakit tidak ingin bertanggung jawab
dengan perbuatannya
yang biadap.
seakan membunuh
cinta sepasang merpati
yang begitu mulia
dengan restu setia
yang mengikat pada
kedua paruhnya yang saling bermanja
dan
berciuman dengan mesra
tapi semua menjadi
pilu
ketika kasih yang
diagungkan berhianat
menjadi ladang
tangis;
bengis,
menikam,
dan
membantai
penjantan yang
terlelap
saat sedang menjaga
kekasihnya
sampai terbunuh.
dek,
begitulah aku dan
nasib setia
yang kau cerai
dengan perselingkuhan.
Probolinggo, 11 Januari
2019.
BIODATA PENULIS
B.B. Soegiono, lahir di
Tempuran, Bantaran, Probolinggo, tanggal 11 Oktober 1996. Kini mengembara di Singaraja—menjadi seorang penyair,
cerpenis, dan esais. Motto: Bodoh Adalah Cara Untuk Hidup. Bisa dihubungi
melalui nomor gawai/WhatsApp
082301299466,
email b.b.soegiono@gmail.com, dan Instagram
b.b.soegiono –merupakan penulis buku antologi puisi yang berjudul Saga Mentari.
Puisi : Belikan Aku Seorang Pelacur Karya B.B. Soegiono
Reviewed by Redaksi
on
Juli 28, 2019
Rating: 5
Tidak ada komentar