Harjakasi Nasibmu Kini
pixabay.com
Oleh: Mohammad Farhan*
Bayangkan
suatu hari nanti, kota yang kamu diami menjadi sangat membosankan. Kamu menjadi malas keluar rumah: sekadar melihat langit dan tanah tempatmu
lahir dan menemukan cinta. Kamu memilih mendiami kamar, lalu merenungi apa yang
terjadi di kotamu.
Di
sela perenungan itu, kamu merasakan ternyata kotamu tidak lebih menyenangkan
dibanding kamar rumahmu. Kotamu yang ramai itu, hanyalah keramaian yang
semu. Tidak bermakna. Alasanmu, pemangku kotamu adalah sebaik-sebaik pembuat
acara seremoni belaka.
Dan,
di hari ulang tahun kotamu yang ke-201 ini, kamu melihat mereka masih asyik
dengan programnya sendiri-sendiri.
***
Mari
menyisir pandangan ke tiap-tiap penjuru kota Situbondo. Lihatlah, kota ini
sedang berbenah. Taman dibangun, pantai disolek, dan pegunungan dipermak. Semua
itu dilakukan karena pemerintah ingin menjadi penghibur yang baik. Pemimpin
yang menyenangkan. Tapi, sepertinya, mereka lupa menjadi teman dan sahabat.
Loh, kok
bisa?
Mari
merangkum jejak pembangunan yang sudah dilakukan pemerintah. Kita mulai dari
timur. Di Asembagus, dibangun taman kota (tamkot) bernama Second City Situbondo.
Taman itu dibangun di atas tanah yang sebelumnya merupakan pasar tradisional
Asembagus. Kini, pasar itu dibongkar lalu dipindah ke utara tamkot dan berubah
menjadi pasar modern.
Di
tengah taman, berdiri satu tugu yang di atasnya dibuat patung buah asem.
Katakanlah itu bagus, agar cocok menjadi Asem-bagus.
Geser
sedikit ke barat, ke Desa Lamongan. Ada satu taman bernama sialan Siwalan. Yang
menarik, di sisi barat taman ada bangunan berbentuk globe (mirip Universal
Studio) yang di tengahnya diberi tulisan Bumi Sholawat Nariyah. Lantas,
apa hubungannya Siwalan dengan globe bertulis Bumi
Sholawat Nariyah?
Well,
semangatnya baik, kok. Agar masyarakat lebih paham dan haqquul
yaqin bahwa kota ini merupakan garda depan syiar agama melalui
selawatan.
Geser
lagi ke barat, ada taman lanceng, Grand Pathek, Kampung
Kerapu, dan Plaza Rengganis. Dari sekian pembangunan itu, mana kah yang
benar-benar merepresentasikan karakter, semangat lokal, atau identitas
Situbondo secara utuh? Apakah pembangunan itu semua betul-betul dibutuhkan oleh
masyarakat Situbondo? Tik..tok..tik..tok..tik..tok..
Yogi
Pratama, Ketua Badko HMI Jawa Timur, dalam esainya berjudul Quo Vadis Pembangunan Taman Kota Situbondo menilai,
pembangunan taman kota di Situbondo tidak tepat sasaran karena tidak menyentuh
langsung ke kebutuhan primer masyarakat Situbondo. Menurut Yogi, masyarakat
lebih membutuhkan lapangan pekerjaan, pemberdayaan usaha mandiri, dan edukasi
atau pendidikan yang merangkul masyarakat miskin.
Peringatan Hari Jadi Kabupaten Situbondo
(Harjakasi) harusnya menjadi momentum perenungan kondisi sosial di Situbondo.
Hal-hal yang bersifat seremonial, dan pambangunan fisik kota alangkah lebih
baik apabila dilengkapi dengan pembangunan Sumber Daya Manusianya (SDA) secara
lebih intens dan berkelanjutan.
Dalam
konteks pendidikan misalnya, Badan Pusat Statistik (BPS) Situbondo mencatat
dalam rentang 2012 hingga 2016, rata-rata angka lama sekolah penduduk Situbondo
berada di angka 5,68 tahun. Statistik BPS memang menunjukkan peningkatan angka
lama sekolah pada tiap tahunnya. Tetapi, angka itu masih jauh dari harapan
kemendikbud yang memprogramkan wajib belajar 12 tahun. Padahal, syarat minimal
masuk dunia kerja harus tuntas sekolah minimal SMA dan sederajat.
Data termutakhir yang ditampilkan BPS tersebut
seharusnya mendapat perhatian serius bagi pemerintah Situbondo. Masih banyaknya
anak putus sekolah harus segera dicari solusi konkretnya. Kondisi itu, akan
selalu stagnan apabila pemerintah Situbondo masih bermain-main di wilayah
pencitraan dan seremonial belaka.
Pebangunan
fisik kota yang beberapa tahun belakang ini dikebut demi menunjang program
tahun kunjungan wisata 2019 harus segera diakhiri. Sudah saatnya pemerintah
lebih menggiatkan program-program yang substansial. Yang menyentuh langsung
pada kebutuhan hidup masyarakat. Yang memberikan edukasi dan penyadaran kepada
masyarakat tentang siapa dan dibangun atas semangat apa Situbondo ini. Siapa
itu KHR. As’ad Syamsul Arifin, Jenderal Nidin, Ismail Bakri dan apa peran mereka
terhadap Situbondo?
Lebih
jauh, jika memang kota ini mengaku sebagai Bhumi Sholawat
Nariyah, syiar seperti apa yang sudah dilakukan? Kapan kota ini
terakhir kali mengadakan parade atau lomba selawatan antar daerah dan kota?
Memang
sepele. Tapi, bukankah semangat syiar itu adalah mengajak orang lain untuk
bersama-sama membumikan muatan syiar itu, kemudian pelan-pelan belajar mengenal
identitas dirinya? Jangan
sampai semangat syiarnya baik, tapi dijalankan dengan cara yang kurang tepat.
Momentum
Harjakasi perlu dimanfaatkan dengan tepat. Yakni merayakannya dengan cara 'turun
gunung' lebih banyak. Dan, mendengarkan suara dari bawah. Suara-suara di bawah. Hal itu penting untuk menghimpun wacana kolektif masyarakat Situbondo sebagai upaya membangun
harmoni dan kebersamaan antara pemerintah dan masyarakat.
Saya yakin, tidak ada yang ingin menghancurkan kotanya sendiri. Tidak ada
seseorang yang hatinya menaruh cinta kepada tempat yang asing selain kotanya
sendiri. Tidak ada yang berniat saling menyingkirkan. Percayalah. Kecuali hatimu
tertanam kecurigaan yang tak berbatas.
Selamat
ulang tahun, Situbondo. Dari saya, lelaki yang tidak pernah paham mengapa
ulang tahun perlu untuk dirayakan.
Tabik!
*) Penulis merupakan lelaki dari Sumberanyar yang sedang dirundung luka atas kepergian orang tersayang.
Harjakasi Nasibmu Kini
Reviewed by takanta
on
Agustus 15, 2019
Rating: 5
Tidak ada komentar