Gemalaguna: Laut Tak Pernah Salah
Oleh:
Yudik Wergiyanto*
Sebenarnya
saya agak ragu mendaku bahwa memiliki kedekatan dengan laut. Tapi tinggal di Situbondo,
daerah yang lumayan dekat dengan laut, membuat saya merasa dekat dengannya. Untuk
pergi ke laut terdekat dari rumah dibutuhkan waktu kurang lebih 15-30 menit. Itu
sudah termasuk dekat kan? Selain itu banyak hal tentang laut yang saya temui di
kehidupan sehari-hari.
Situbondo,
tempat saya lahir dan besar, merupakan daerah pesisir. Sebagian besar
masyarakatnya merupakan nelayan. Itu terbukti dari logo kabupaten ini yaitu
perahu. Karena dekat dengan laut, maka tak aneh jika kota ini mengandalkan
sektor pariwisatanya dari laut. Banyak pantai bagus dan cantik di kota ini. Dan
semua pantai-pantai itu nyaris semuanya sudah pernah saya datangi.
Saya
memang suka dengan laut: melihat debur ombaknya, merasakan angin yang menerpa
wajah, melihat perahu di kejauhan dan senja yang ditelan cakrawala. Dulu saat
saya masih kanak-kanak, setiap kali libur tahun baru pasti orang tua saya
mengajak saya pergi ke salah satu pantai cantik itu. Memang, wisata laut di
kota ini sangat mudah diakses oleh warga bahkan dengan harga yang sangat murah.
Hal
lain tentang laut yang saya temukan, misalnya, para penjual ikan laut yang
nyaris saban hari menjajakan jualannya di sekitar rumah saya. Sambil membawa
bak plastik yang berisi ikan di atas kepalanya, mereka berteriak-teriak
menyebut nama ikan yang sedang mereka jual.
“Cakalan...Mangla....Kaben....Nos....”
Teriakan
mereka tentu saja berbeda-beda tergantung jenis ikan yang sedang mereka bawa.
Kadang hanya satu jenis ikan yang bisa mereka jajakan. Begitu mereka datang,
biasanya ibu-ibu langsung mengerumuni penjualan ikan tersebut. Terjadilah
proses tawar-menawar di sana.
Kedatangan
mereka ke rumah-rumah sangat membantu apalagi bagi orang yang suka makan ikan
laut. Biasanya selain dari para penjual ikan itu, ibu-ibu bisa mendapatkan dari
penjaja sayuran yang datang setiap pagi. Tapi harga yang ditawarkan agak tinggi
karena penjual sayuran itu juga membeli dari penjual di pasar.
Beda
dengan para penjual ikan itu. Mereka langsung membeli atau bahkan mendapatkan
secara cuma-cuma dari nelayan yang baru datang melaut. Jadi mereka bisa
menawarkan harga yang lebih murah. Tapi ada juga masa saat harga yang mereka
tawarkan juga tinggi yakni saat musim angin dan badai.
Bayangkan
seandainya saja para penjual ikan itu tidak pernah ada. Mungkin akses kita
(paling tidak saya) terhadap ikan laut agak terbatas. Kita harus pergi ke pasar
terlebih dahulu atau kalau tidak menunggu penjual sayur datang menjual ikan
laut dengan harga yang tinggi.
Ya,
para penjual ikan itu membantu mereka-mereka yang harus sedikit berhemat dalam
anggaran belanja rumah tangganya dan membantu mereka yang jarak rumahnya jauh
dari pasar.
Tetapi
bukan berarti para penjual ikan itu akan terus menerus ada. Mereka tetap
mungkin untuk tidak berjualan lagi. Ya, benar, ketika hasil laut kita terus
menerus turun karena rusaknya ekosistem laut kita.
Jangan
anggap pula bahwa laut dengan pantai-pantai yang bagus nan cantik akan tetap
terjaga. Tidak, semua itu rentan rusak karena laut kita juga makin rusak. Pasir
Putih punya pemandangan bawah laut yang indah. Tapi, apakah ia akan terus indah
jika kita sering bersikap merusak lingkungan laut?
Saya
rasa tak perlu menggunakan data dengan angka-angka untuk menunjukkan bahwa laut
kita sudah mulai terancam. Sudah banyak kejadian yang menampilkan bahwa laut
kita sedang tidak baik-baik saja. Sampah plastik yang makin tidak terkendali
sampai penangkapan ikan dengan cara yang tidak ramah lingkungan.
Coba
kalian cari tahu berapa banyak kejadian sampah plastik ada di dalam perut
seekor ikan. Itu bukan karena si ikan terkena santet. Itu bukti bahwa laut kita
sedang terancam. Coba juga cari berapa banyak terumbu karang yang rusak karena
ulah kita.
Kita
tak bisa menimpakan kejadian ini pada satu pihak saja. Laut adalah hilir. Luat
tak pernah salah. Semua berawal dari hulu. Kita semua yang berada di hulu. Saya
rasa kita semualah yang bersalah atas rusaknya laut kita. Dari mana datangnya
sampah-sampah plastik itu kalau bukan dari sungai?
Tapi
bukan berarti tidak ada yang paling bertanggung jawab atas masalah ini. Ya,
para pemangku kepentingan yang punya kuasa lebih untuk mencegah atau bahkan
menghentikan ini. Saya kira kalian semua tahu siapa yang dimaksud.
Mereka
tak boleh hanya terus menerus mengejar kepentingan golongan belaka. Ada
permasalahan yang meski dikedepankan. Memanfaatkan laut untuk kegiatan atau
bahkan pariwisata tak ada salahnya. Toh sebagai negeri maritim kita pantas
membanggakan pariwisata dari sektor kelautan. Tapi apakah lantas kita abai pada
kemurnian ekosistem laut?
Jelas
melakukan itu bukan sesuatu yang mudah. Memberikan pemahaman pada nelayan
tentang penangkapan yang ramah lingkungan itu susah. Mengajarkan mereka tentang
bahaya jika terumbu karang rusak itu bukan hal sepele. Memberi pengertian pada
masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya tidaklah gampang. Tapi bukan
berarti tidak bisa.
Jika
menggunakan cara-cara konvensional untuk memberikan pemahaman pada nelayan dan
masyarakat, jelas tidak akan efektif. Nelayan jelas tak akan menggubris. Yang
terpenting bagi mereka adalah mendapat ikan agar mereka punya uang. Tak peduli
dengan cara apapun. Apa mereka salah? Mungkin iya. Tapi itulah hasil pendidikan
masyarakat kita selama bertahun-tahun.
Lalu,
dengan cara apa agar mereka paham Barangkali butuh inovasi lebih agar bisa
melaksanakan semua itu. Kalau sukses, pasti inovasinya bisa langsung dapat
penghargaan.
Laut
kita harus tetap terjaga. Mereka ada bukan hanya untuk generasi kita. Mereka
ada juga untuk generasi anak-anak kita dan generasi-generasi setelahnya. Kok
kita bersikap seolah-olah laut milik generasi kita semata?
Sudah
saatnya kita sadar bahwa laut adalah kita. Laut adalah sumber kehidupan kita.
Menjaganya berarti menjaga masa depan kita, anak kita, dan cucu-cucu kita.
Oleh
karena itu, teman-teman dari Misi Bahari mencoba untuk mengajak kita semua
untuk mulai menjaga laut. Misi Bahari adalah nama kelompok pemuda pemerhati
lingkungan khususnya laut. Kelompok ini bertujuan untuk merestorasi terumbu
karang dengan melakukan konservasi rehabilitasi terumbu karang, memberikan
informasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya memelihara laut dan
dampaknya bila terjadi kerusakan lingkungan laut.
Salah
satu langkah Misi Bahari adalah mengadakan kegiatan kampanye rehabilitasi laut
dalam bentuk camp. Tujuannya adalah untuk memberikan edukasi kepada
masyarakat tentang rehabilitasi laut dengan materi konservasi laut. Hasil dari
kampanye ini nantinya akan langsung diaplikasikan di daerah-daerah pesisir
Situbondo. Dan sebagai bentuk tanggung jawab, Misi Bahari akan terus
berkomitmen untuk menindaklanjuti hasil dari kampanye ini yakni salah satunya
menjadikannya sebagai wisata bawah laut.
Barangkali
tidak banyak kelompok pemuda yang punya pemikiran seperti Misi Bahari ini. Oleh
karena itu, kita patut mengapresiasi langkahnya. Kalaupun tak ingin, setidaknya
tak perlu melontarkan bahwa ini kegiatan yang tidak penting. Satu hal yang
pasti bahwa laut adalah kita. Menjaganya adalah tanggung jawab kita semua.
Jika
kita peduli pada laut, wisata-wisata laut kita akan terus ada bahkan berkembang
dan para penjual ikan itu akan tetap datang ke rumah-rumah menjajakan ikan laut
yang bermacam-macam. Tentunya dengan harga yang murah.
Sekali
lagi, laut adalah hilir. Laut tak pernah salah. Yang salah itu, kamu: tega
meninggalkan aku pas lagi sayang-sayangnya.
-------------------------------------------
*) Penikmat sastra. Tinggal di Situbondo. Bekerja sebagai akuntan. Bisa dijumpai di blognya www.tidaktampan.blogspot.com.
Gemalaguna: Laut Tak Pernah Salah
Reviewed by takanta
on
Oktober 21, 2019
Rating: 5
Tidak ada komentar