Cerpen: Mereka Berbicara tentang Kamu
Oleh: Qurrotu Inay
Kamu bukan wanita
binal, kawan. Hanya seorang wanita biasa yang terpaksa menjadi binal semenjak kabar
burung itu santer terdengar. Sebenarnya bukan dirimu sendiri yang memilih
menjadi seperti itu, melainkan lingkunganmu lah yang pada akhirnya mendesakmu untuk
memilih sebuah lorong menuju neraka itu.
Kamu bukan
artis, kawan. Hanya kebetulan saja akhir-akhir ini orang-orang lebih sering
melirik sambil berbisik acap kali kamu melintasi koridor menuju kelasmu, baik
laki-laki maupun perempuan. Ya, mereka semua entah mengapa begitu bersemangat
menjadikanmu bahan gosip sambil berbisik-bisik. Padahal berbicara dengan suara
normal jauh lebih melegakan karena mereka tidak perlu menghirup embusan napas berbau sambal terasi
milik lawan bicara mereka.
Sembari melepaskan
earphone yang kamu kenakan sepanjang koridor tadi, kamu menghela napas panjang setibanya
di toilet kampus. Kamu hendak menangis, tapi segera kamu dongakkan wajah
lonjongmu itu agar air matamu tidak tumpah. Kamu pikir tidak pantas menangis
mengingat apa yang mereka ucapkan tidaklah benar adanya. Tak lebih dari sekadar
omong kosong yang disebarkan dari satu mulut ke mulut lainnya.
"Heran. Bisa-bisanya dia berani ke kampus padahal gosip tentangnya sudah terdengar ke seluruh kampus." Seorang wanita yang baru saja masuk ke toilet bersama seorang wanita lainnya.
"Udah
putus kali urat malunya," respon wanita satunya.
Keduanya pun
kemudian tertawa.
Kamu! Kamu
yakin yang sedang mereka bicarakan adalah kamu karena kabar yang baru-baru ini
santer terdengar adalah tentang kamu yang kepergok berjalan keluar dari sebuah
hotel bintang tiga bersama seorang laki-laki tambun yang mereka sebut lebih
pantas menjadi bapakmu.
Sekilas
ingatanmu kembali melayang pada apa yang terjadi malam itu. Tidak. Tidak. Bukan
begitu ceritanya. Sudah jelas apa yang mereka sangka itu tidak benar. Kamu
menggelengkan kepalamu dengan keras, lalu memutuskan keluar dari
persembunyianmu sambil membanting pintu keras-keras. Kedua wanita itu pun
melonjak kaget, lalu perlahan merangsek keluar toilet. Ah, dasar mulut besar!
Cukup puas
membuat kedua wanita itu ketakutan (mungkin), kamu pun tersadar bahwa lima
menit lagi akan ada jam kuliah. Mengingat gosip yang tersebar, kamu pun
memutuskan untuk bolos sekali saja. Toh, sebelumnya kamu anak rajin yang
tidak pernah absen dari perkuliahan. Earphone pun kamu pasang kembali
sembari keluar dari toilet.
Saat berjalan
ke arah parkiran, tiba-tiba gerombolan lelaki yang entah jurusan apa sedang
menghadangmu.
"Mbak, Mbak. Ini sampeyan
kan yang ada di foto ini?" Seorang lelaki kurus berbau r
okok menyodorkan
sebuah ponsel dengan foto seorang wanita muda berbaju seksi yang sedang
menggandeng seorang lelaki tambun. Tidak terlalu jelas, tetapi kamu tahu itu
kamu.
"Mbak...
aku mau, dong. Malam ini bisa, nggak? Sejam aja, deh," lelaki lain yang berbehel menimpali
dengan ekspresi seperti sedang memohon.
Dengan wajah
kesal, kamu segera mencari
celah keluar dari kerumunan laki-laki itu. Terdengar mereka tertawa puas telah
menggodamu.
***
"Terima
kasih, Pak atas bantuannya. Kalau Bapak tidak segera
datang, mungkin saya...."
Seorang
wanita berusia sekitar dua puluh tahun dengan tubuh gemetar berusaha untuk
berterima kasih pada seorang pria paruh baya. Wajahnya terlihat jelas bahwa ia
masih tampak sangat terkejut dan ketakutan akan kejadian yang baru saja menimpa
dirinya.
"Lain
kali kamu harus lebih hati-hati saat bekerja. Kalau saya sarankan, kamu cari
pekerjaan lain saja yang lebih aman," ucap pria paruh baya itu sebelum
akhirnya ia pergi.
Malam itu si
wanita tidak tahu harus berbuat apa. Seluruh energi di tubuhnya benar-benar seperti
telah terkuras habis hingga untuk berdiri pun rasanya sudah tidak sanggup. Di
sela-sela ketidakberdayaannya itu, ia masih sempat ingat: obat seseorang sudah
lama belum bisa terbeli.
***
Sepulang dari
kampus, kamu sudah bertekad akan mencari pekerjaan yang baru. Siang itu dengan
sebuah amplop berwarna cokelat, kamu mengitari kota untuk mencari kerja. Hingga
langit berganti warna, kamu masih saja mencoba menemukan pekerjaan, tapi nihil.
Kemudian, ketika malam sudah datang, kamu memutuskan untuk menunggu bus pulang.
Tak jauh dari
tempatmu duduk di halte, kamu melihat seorang wanita berpakaian minim dengan riasan
wajah yang sedikit menor baru saja keluar dari sebuah mobil. Dengan manja,
wanita itu tertawa dan melambaikan tangannya pada seseorang yang ada di dalam
mobil. Setelah mobil itu pergi, wanita itu pun pergi melewatimu. Kamu yang melihatnya
pun lebih memilih untuk berpura-pura tidak melihat apa yang baru saja terjadi.
Selang
beberapa menit kemudian, sebuah mobil hitam berhenti di depan halte. Kaca
jendela mobilnya pun diturunkan. Tampak seorang lelaki berusia sekitar 32 tahun
dengan pakaian ala orang kantoran duduk di bangku pengemudi. Ia menatap ke
arahmu.
"Rani?"
tanyanya.
Kamu pun
menengok kanan, kiri, dan belakangmu untuk mencari sosok yang dimaksud. Tidak
ada siapa pun. Hanya kamu seorang di halte. Kamu kembali melihat lelaki itu.
"Hei, kamu
Rani, kan?" tanyanya lagi.
Sejenak kamu
terdiam.
"Aku?"
"Iya,
kamu. Ayo masuk. Aku tidak punya banyak waktu."
Sekilas kamu
kembali mengingat obat-obat mahal yang belum terbeli itu. Sekilas pula sosok
seseorang terbayang di kepalamu. Ada hal yang berkecamuk di dalam pikiranmu.
Tiba-tiba
suara klakson mobil terdengar, membuyarkan lamunanmu. Kemudian dengan ragu kamu
berjalan menuju mobil. Tanpa menunggu waktu lama, mobil itu pun segera melaju
dengan cepat. Dalam sekejap, kamu dan lelaki itu sudah berada di sebuah kamar
yang katanya paling bagus di hotel berbintang tiga itu.
Lelaki itu
baru saja keluar dari kamar mandi ketika pandanganmu menyusuri setiap sudut
kamar. Tampak rambutnya basah dan ia mengenakan sebuah kimono mandi fasilitas
hotel.
"Mau
mandi dulu?" tanyanya.
Kamu hanya mengangguk
dengan ragu-ragu, lalu berjalan dengan gugup menuju kamar mandi.
Pikiranmu
kacau. Jantungmu berpacu sangat cepat. Wajahmu mungkin tampak pucat pasi.
Beberapa kali kamu menepuk pipi tirusmu agar segera tersadar. Barangkali kamu
hanya sedang bermimpi, tapi tidak. Kamu tidak sedang bermimpi. Ketika lelaki
itu menggedor pintu kamar mandi, kamu semakin panik. Berulang kali kamu
bertanya-tanya dalam benakmu. Apa yang harus kamu lakukan? Berkali-kali pula
air yang sedingin es itu mengguyur seluruh tubuhmu. Kamu masih berusaha mencari
jawaban dari pertanyaanmu sendiri. Nihil. Tak kamu temukan jawaban satu kata
pun.
Otakmu
seketika berhenti. Kamu mengakhiri guyuran air itu, mengenakan kimono mandi,
lalu melangkah keluar. Tatapanmu kosong dan tak berekspresi. Yang kamu lihat
hanyalah lelaki itu sudah menunggumu di kasur. Ketika kamu duduk tepat di
sebelahnya, ia seakan kesurupan. Jemarinya mulai menyusuri rambutmu yang basah,
lalu turun menuju wajahmu yang masih terasa dingin, lalu turun menyelinap, meraba, meremas, melumat. Yang ada di
pikiranmu kala itu adalah obat-obat sialan yang mahal itu pasti akan terbeli.
Tapi tunggu. Kamu tiba-tiba ingat mereka. Mereka mungkin sedang tertawa mengejek
ketika berbicara tentang kamu. (*)
Qurrotu Inay, penulis amatir dari Situbondo yang berjibaku dengan kecemasan.
Cerpen: Mereka Berbicara tentang Kamu
Reviewed by takanta
on
Desember 08, 2019
Rating: 5
What a story! Jadi penasaran, ini sekedar imaji atau berkaca kepada pengalaman real penulis ya?
BalasHapusHaloo Ms Inay
BalasHapusDitunggu next nya nay. Hahahah
BalasHapusmantap....
BalasHapusceritanya harus dilanjutkan...
kasiahn tokohnya..hidupnya tdk berwarna lagi.