Puisi-puisi gladis
Tumbuhnya
rasa
Ada detak waktu
dikala sunyi
Menenggelamkan hati mengibaskan
aroma wangi
Sehimpun rasa bermetamorfosa
di tempat ini
Di bebatuan menetaskan
butir butir kasih
Kutatap wajah indah
Dibalik tabir cerita
kamera
Perlahan rasa merasuk
dalam kalbu
Membius suka untuk bergelut
candu
Ingin kuciptakan sehelai
pertemuan
Agar hubungan tak gemang
Bisikan kata yang membumbung
diantariksa
Menjanjikan bahagia dipenghujung
perjalanan rasa.
Bongkahan
rindu
Semburat cinta yang tak
lagi aku konsumsi
Lalu kupaksa menarik
seuntai tirai berwarna putih
Beranamakan pasukan kasih
Sayang didalamnya
Yang sedang bertasbih
Aku menyapanya
Namun ia tak peduli
Setelahnya aku terjerembab
dalam pasrah
Memperbesar yakin disudut
sudut percaya
Demi sebongka nama pelengkap
harap
Kelak lan ku jadikan
tempat merebah penat
Puluhan puluh ribu juta
kepulan doa
Menjadikannya harap yang
masih menunggu terkabul
Oleh sang maha cinta
Aku bertanya
Apakah kau layaknya aku
Yang pandai menabung
rindu
Adakah aku disetiap pintamu?
Kau kapan merangkul ngerti
Bahwa rinduku bertahta
setiap hari.
Tabahku
Hayalkanmu dipenghujung
penghabisan senja
Disela sela keramaian
manusia
Membelai bayang kehausan
kasih sayang
Ijinkan aku tuk melangkah
pulang
Membereskan serpihan
rindu yang berserakan
Yang kan ku rapikan
Hingga tak berhamburan
Ku akan ajak berkelana
merengkuh bahagia
Untukmu yang begitu berharga
Dengarkan bisikan syahdu
dihamparan jingganya
Tentang rindu yang mencabik
kalbu
Tersenyum merengkul nasib
yang terbelenggu
Kepada harap yang tak
bosan ku songsong tinggi
Ku ikuti arah tempat
pelukan kembali
Walau pahit tertancap
diujung lidah
Tetap kulumat walau rasa
bertolak belaka
Pegang erat meski jauh
melanda
Sebab ku percaya
Kau adalah akhir dari
perjalanan rasa.
Kau
tak kan terganti
Bagaikan elusif berpadu
absurd di dirgantara
Tentang ufuk yang menjadi
saksi amaliah
Kekal rasa giris menggema
membahana
Devosi tak lagi semanis
nektar yang baka
Ku bertanya
Mengapa sejarah tak lagi
singgah digeta?
Astir terlihat lurus
dalam glansa
Pelik dalam kasad kehancuran
dermaga
Kau lakun dalam bertingkah
Sampai derisi mengusik
dada
Bersimfoni lalu menggoncang
seonggok rindu yang aksa
Terkesima memandang eksotis
insan yang gagah
Adib agrafi dalam urusan
rindu pada senja
Senja yang indah dalam
memancarkan kemolekan si jingga
Percayalah
Kau tak kan terganti.
Lembung
Kejora
Lekuk beringsut surut
Tegap berakhir sujud.
Sempat kuteguk timah
Malik berkata :
"hai pendosa, masuklah!
Kerak dosamu melekat,
berduri pasak
Terpasung diantara pancung
membara"
Saat cairan magma leburkan
raga
Hulur tangan mengajakku
hengkang dari kubang merah
Terangkatku,
Oleh seorang bidadari
bermata indah
Sesaat kubusungkan dada
Namun teduh mengajakku
runduk
Alangkah sejuk.
Tatkala kudapati telaga
ditengah sahara
Perlahan aku bungkam
dalam pekat
Sepasang tangan mendekapku
erat
Darinya, kutemukan titik
terang
Bernamakan lembung kejora.
Biodata Penulis
Gladis Adinda
Felanatasya, asal Bayeman, Arjasa,
Situbondo. Bersekolah di SMA 1 IBRAHIMY Sukorejo.
Puisi Mored: Lembung Kejora
Reviewed by takanta
on
Juni 20, 2020
Rating: 5
Terus lah sulam katamu dek.
BalasHapusHingga aku memanggil mu
Dia penyair
Amiinn....
BalasHapusTerima kasih kak.
akan terus diusahakan:)
Terhebat semangat, genggam cita dan asahmu yak❤😘
BalasHapus