3
Rasa
#Rasa
Sepi
aku ingin menjadi
pasar
yang mendengar
suara-suara,
menghirup aroma tong
sampah,
dan menyaksikan
kawanan burung merpati
mematuk-matuk
harapan
dan bermeditasi di
sepanjang kabel listrik
saat rasa sepi
menjelma sebotol air mineral
mengalir ke dalam
tubuhku.
#Rasa
Sayang
menyayangimu
aku seperti air
gunung
yang dengan nekat
melintasi
kesunyian hutan
belantara
hanya untuk
menemuimu di satu muara.
berharap kau
membawaku pulang
dalam kendi-kendi
dari tanah liat itu
dan menjerangku dengan
api
yang tercipta dari
sepasang matamu.
#Rasa
Takut
rasa takut adalah
harta yang indah
kehilangannya akan
memperparah
rasa kehilangan kita
pada seseorang
sebab tanpa rasa
takut
kita bukan manusia
biasa
atau memang bukan
manusia.
Kamar Alegori, Maret
2020
Mendaras
Rerumputan
mendaras rerumputan
yang berzikir
di segala musim;
tiada ia mengeluh,
lagi menolak amanah
yang difirmankan Tuhan
kepadanya. untuk
mencintai langit yang menitahkan hujan,
mengasihi cahaya
yang menjaga seluruh laut dan daratan,
menemani pohon-pohon
yang kerap tak kuat kesepian,
dan memeluk hingga
ke tepian jalan-jalan kecil
yang biasa kita
seberangi.
rerumputan ialah
sajak diam
yang tak mengemis
perhatian, tapi kita
bahkan tak akan
pernah sanggup setenang ia.
ia hidup bahagia
hari ini meski tanpa rekah kelopak bunga,
dan mati hening
dalam elegi esok hari di bawah
kaki kita yang acuh
tak acuh
dan lebur dalam
perut ternak-ternak kelaparan.
rerumputan tak
berhenti memercayai tuan yang menjadikannya ada.
Ruang Tadabur, Desember
2019
Cara
Kerja Perasaan
:untukmu
yang kerap tidur terlambat
ketika sajak ini
ditulis
sepasang matamu
masih bepergian
ke kota-kota jauh,
ke lorong-lorong panjang
ke ruang-ruang semu,
atau barangkali
masih di kamarmu
yang berdinding hijau alpukat
dan berakhir pada
secangkir kopi pekat
di atas kasur yang
terbuat dari rencana-rencana
juga mimpi yang
seringkali tertunda daripada
menjadi nyata.
kau terus terjaga
tapi kata-kata mulai
lelah bekerja
ia mengendap-endap,
berhambur;
turun dari ranjang
tidurmu
dan membuka pintu.
memanggil kucing putih kesayanganmu
lalu membangun
strategi untuk menghentikan
tradisi burukmu. ia
ingin rebah dengan bahagia
dan gembira sebagai
kata kerja di dalam
jalinan ototmu yang
kukuh, juga pada semesta yang tertanam
di bawah rimbunnya
rambut ikalmu.
kau tahu perasaanmu
tak semestinya
bekerja dengan cara
yang demikian.
tapi dadamu yang
bidang telah menjelma
pusat keramaian. kau
berada di tengah, merasa sibuk
meski sebetulnya
sendirian
menyaksikan semua
yang terlihat, pura-pura ingin tahu
padahal masa bodoh.
kau memaksa
perasaanmu melakukan
yang tak bisa
dilakukan oleh tubuhmu yang tegap
dan kepalan tanganmu
yang kuat.
dan ketika sajak ini
pun diakhiri
kau masih terjaga,
masih dengan tatapan yang sama
pergi ke kota-kota
jauh, lorong-lorong panjang
yang makin gelap.
dan tentu saja,
masih di kamarmu yang hijau alpukat
lalu diam dan
mengendap bersama
ampas kopi di dasar
gelas
yang makin sunyi,
dingin dan tak lagi pekat.
Batas Malam, April
2020.
Sejarah
Maaf
aku,
adalah catatan buruk
dalam kitab yang diemban ‘Atid
dadaku menjelma
lautan tinta hitam yang tumpah di sana
pekat dan begitu
berat. hingga sepasang sayap sang malaikat
yang berkilau tak
lagi mampu menarik dirinya ke udara.
ia yang tercipta dari
cahaya murni menjadi gulita
oleh gulungan
ombakku yang fana dan kerap tersesat
di garis-garis
pantai yang entah.
malam ini, kutatap
wajah rembulan yang kuning
dan bulat sempurna.
ia bisu tapi penuh rindu.
kadang aku ingin
memberinya nama orang-orang
yang pernah kutikam
dadanya. agar semua
kembali sama;
baik-baik saja. tak ada cerita-cerita
yang mengisahkan
luka kata-kata.
atau mungkin akan
kuberi ia namaku sendiri.
nama cucu adam yang
mudah berkata benar
tapi lebih sering
berdusta demi menjaga muruah
yang telah ternoda.
dan demi perjalanan
sepasang kaki yang lekas goyah,
akan kutempuh jarak
yang membentang antara padang rasa sakit
sungai air mata,
rimba sesal, dan sebuah kota bernama pengakuan.
untuk mencapaimu di
sudut-sudut jauh yang barangkali
telah aku lupa jalan
menuju ke sana.
agar bisa kuembuskan
ruh di sini, di dalam puisi
yang bergegas
menyambut kelana.
dan menuliskan
tentang sebuah kisah sejarah.
sejarah maaf untuk
semua perihal luka, pedihnya rasa sakit
yang tidak berdarah.
Kamar Alegori, April
2020
A
Man with A Cup of Coffee
kerap aku merenungi
diri sendiri
tapi tak akan
kubiarkan jiwaku tenggelam dalam sepi
sesekali aku pergi bukan
karena benci
tapi ingin menikmati
tiap langkah perjalanan
meski kadang
sebagian berakhir pedih
tidak ada satu pun
di dunia ini mampu
mengembalikan satu
detik yang berlalu
dan menyesal bukan
perkara baik untuk diratapi
mari terus bergerak
dan nikmati
perasaan-perasaan
yang bergulir tanpa henti
ruang untuk tiap
gairah kembara
menanti untuk
ditempuh
jauh ke
gunung-gunung, laut ke laut
disesap dan resapi
bersama secangkir kopi panas
mengalir ke dalam
dada, menepis keragu-raguan
kadang hidup dirasa
perlu mengumpat:
persetan dengan
semua ini!
omong kosong soal
etika dan peradaban
tapi sekali lagi, jangan
biarkan kemarahan
melampaui batasan
nurani, membakar hal baik dalam diri
“kawan, dada kita
adalah lemari penyimpanan
untuk rol film
sangat panjang, yang mengemas seluruh gerak
adegan kita yang
makin sepia.
kelak, di
waktu-waktu tertentu kenangan itu menjelma bioskop
memutar semua
perasaan itu:
mungkin saat santai, senang, ataupun bahkan saat kita terpuruk dalam kesedihan.’
mungkin saat santai, senang, ataupun bahkan saat kita terpuruk dalam kesedihan.’
dan demi riwayat
secangkir kopi
pekat malam, juga
lelaki yang kunamai diri sendiri
aku pergi ke dalam
cahaya
mencatat banyak hal
dan memeluk tiap-tiap kerinduan
Malam Perayaan Diri,
8 Mei 2020
BIODATA
M.Z. Billal, lahir
di Lirik, Indragiri Hulu, Riau. Menulis cerpen, cerita anak, dan puisi.
Karyanya termakhtub dalam kumpulan puisi Bandara
dan Laba-laba (2019, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali), Membaca Asap (2019), Antologi Cerpen
Pasir Mencetak Jejak dan Biarlah Ombak Menghapusnya (2019) dan telah
tersebar di media seperti Pikiran Rakyat,
Rakyat Sumbar, Radar Mojokerto, Haluan Padang, Padang Ekspres, Riau Pos,
apajake.id, Fajar Makassar, Banjarmasin Post, Magelang Ekspres, Radar Cirebon,
Kedaulatan Rakyat, Lentera PGRI, Kurungbuka.com, Medan Pos, Radar Malang, Radar
Tasikmalaya, Bangka Pos, Travesia.co.id, Radar Bekasi, mbludus.com, Tanjung
Pinang Pos, biem.co, biliksantri.com. Fiasko (2018, AT Press) adalah novel
pertamanya. Bergabung dengan Community Pena Terbang (COMPETER) dan Komunitas
Pembatas Buku Jakarta.
Puisi: Sejarah Maaf
Reviewed by Redaksi
on
Juli 05, 2020
Rating: 5
Tidak ada komentar