Puisi: Manunggal Rasa
Manunggal
Rasa
Kemaren senja pucat
pasih
Memikul keranda air
mata
Sambil
menunjuk-nunjuk Langit kemudian Bumi
Menafsiri setiap
desir angin
Berembus mengolah
kasih
Lalu wajah yang lama
ku hafal bertandang
Membawa bingkisan
roti impian
Kemudian hening,
lalu pening
Lantaran bulan
membawa sabit wajahmu
Bersama alunan
rebana
Sampai ijab qobul
Sampai melahirkan
kasih-kasihmu
Dalam lingkungan sayangku
Sukorejo
21-Juli-2019
Tembang
Sayang
Begitu tegakah?
Dikau biarkan jiwa lunglai terkapar
Merenungi nasibnya
yang terlantar
Mengais-ngais harap
dari jiwa yang tegar
Sudilah bertandang
walau berwujud kabar
Oh
Yang meremas-remas
jiwa dengan halilintar kerinduan
Mampir disuka Dhuha
Merebak wangi
bebunga
Merayap kerongga
paling sunyi
Membisiki kesejukan
hati
Sukorejo
25-Juli-2019
KAKEK SAPU LIDI
Usianya tak lagi muda
Napasnya terengah-engah
Berjalan lunglai
Semangatnya memancar
Karena sang kakek paham
Mengalah pada nasib bukanlah kebaikan
Dia adalah kakek, penjual sapu lidi
Memikul beban menafkahi
Berharap dari sapu yang dijajahkannya
Sesekali bibirnya bergetar, berucap syukur pada Tuhan
Iya terus berjalan dari rumah ke rumah
Menawarkan sapu lidi nya
Di umurnya yang sudah tua
keriput wajahnya bermandi lesu
Di tapaknya yang lunglai
tak kudengar bibirnya berucap penyesalan
Hanya doa-doa dan dzikir penyemangatnya
Menjelma tenaga baru
Kakek penjual sapu
lidi
yang meninggalkan pesan
Bahwa menengadah pada manusia bukanlah pilihan
Situbondo
19-Juli-2019
Fosil
kerinduan
Dalam beranda ilusi,
ada tumpukan kisah yang kasih. Tertuang pada kanvas hati, tersaji sunyi.
Terhatur puisi. Dalam sunyi dunia menjadi kita, bebas berorasi cinta,
Demonstrasi doa-doa. Sampai totalitas mewujud nyata. Demokrasilah yang membawa
sapa rindu bertengger di silamu. Membacakan tembang sayang, membungkus
sukmaku yang meradang. Ada yang hebat berguncang, memporak-porandakan
tenang. Disini, di kedalaman laut hati. Senyummu di awetkan menjelma fosil kerinduan
Situbondo 2020
Biodata Penulis
Khairil Anam bersal
dari Situbondo
Tidak ada komentar