Puisi: Sajak Kenangan Kota Tua
Puisi-puisi Syukur Budiharjo
Sajak Kenangan Kota Tua
/1/
Jejak kakiku tersimpan di sini.
Jalan Kopi.
Ditembak tajamnya tatapan mata
pengojek sepeda.
Diburu lenguh mikrolet dan bus
kota.
/2/
Jalan Kali Besar Timur Jalan
Kali Besar Barat.
Dibelah kanal menghitam kian
sekarat.
Dikepung Gedung Merah juga
gedung tua kayu jati.
/3/
Jalan Asemka selalu saja rindu
menyapaku.
Didera gemuruh toke dan
pedagang.
Dirimbun niaga dalam gelombang
lalu lalang.
/4/
Jalan Pejagalan Raya mengukir
masa laluku.
Dibelai tawa anak sekolah di
bangunan tua.
Diharu relief rumah shaolin dari
China.
/5/
Jembatan Gantung saksi bisu
merenung.
Dibukakan buku sejarah Belanda
masa lalu.
Digelar gambar perahu dan kapal
melaju.
/6/
Kakiku tak lelah melangkah ke
Pasar Ikan.
Diikuti kekar gedung dan gudang
kompeni.
Dibayangi teriakan kesakitan
pribumi.
Cibinong, Juli 2020
Senandung Pucuk
Merah
Air hujan deras menyapa
Daun pucuk merah. Tangannya
Memeluk rahmat-Nya. Ketika
Kelam menyergapnya
Air mata menetes
Di rona merah. Pipinya
Ketika "Rain and Tears"
Aphrodites Child memanggilnya
Senandung pucuk merah
Memecah air mata. Berkeping
Bulan tak tampak. Desah
Dara memeluk angin puting
Cibinong, Oktober 2020
Reggae
Ketipung reggae meruntun
Nyaring Bob Marley mengalun
Tubuhku meliuk mengayun
Pikiranku meruntuk tertegun
Reggae menuntunku
menari
Dalam dendang indahnya ilusi
Ketipung mendengung tinggi
Menyentak menghentak lagi
Reggae mengawang
melayang
Iramanya riang nan menantang
Suaranya lantang mengumandang
Dengan reggae aku bergoyang
Jakarta, 19
Maret 2020
Kopi
Jos
*)
untuk Mas Agus di Yogyakarta
Gelap merayap di Malioboro Yogya
Juga di jalan sebelahnya
Lalu aku langkahi rel kereta
Malam belum benar-benar kuyup
Mas Agus masih meletup-letup
Ketika kopi jos aku hirup
Tamu-tamu duduk lesehan
Di emperan toko berhimpitan
Aku lihat lalu lalang kendaraan
Pelayan membakar arang
Bara merah membayang terang
Kuhirup kopi jos menerawang kenang
Arang membara lepas
Dimasukkan ke dalam segelas kopi panas
Seperti hidupku lalui ujian ganas
Cibinong, 7 September 2020
Vespa Tua
*) untuk Rizki Ramadhan
Vespa tua milik kawanku
Jadi situs sejarah masa lalu
Teronggok beku melintas waktu
Menjelma rindu jadi saksi bisu
Vespa tua di suatu masa
Menderu melaju jadi teman setia
Susuri lorong gang dan jalan raya
Bawa asa dan rindu senantiasa
Vespa tua meniti hari sepi
Pesona purba merekat hati
Meski membatu tak jua berlari
Kenangan lama selalu terpatri
Jakarta, 15 Januari 2020
Selfie
Satu tangan memegang hp terarah
kepada diri sendiri sambil terperangah.
Bertingkah sambil tersenyum sumringah.
Memotret wajah dan tubuh
dengan hati bergemuruh riuh.
Bersandar pada pandang berlabuh.
Mengagumi diri sendiri.
Atau memuja keangkuhan nurani
bersama narsis yang kian menjadi.
Bergaya untuk dirinya.
Memuaskan egonya. Menjulang di dunia
di antara gemerlap dan kumuh kita.
Jakarta, 13 Maret 2020
Senja Menengok Fajar
/1/
Senja itu
hampir.
Fajar itu
mengalir.
/2/
Senja itu
dekat.
Fajar itu cepat.
/3/
Senja itu
diam.
Fajar itu
geram.
/4/
Senja itu
tua merona.
Fajar itu
balita memesona.
/5/
Oh, senja
memanggilku pulang.
Oh, fajar
menyuruhku bertualang.
Cibinong, Oktober 2020
Mengembara di
Republik Curhat
Aku mengembara di
Republik Curhat. Setiap saat
Di setiap sudut. Kulihat orang-orang penat. Kulihat
Orang-orang berkerut. Sebagian tertawa memikat
Sebagian lagi menangis. Merengut. Sekarat
Mereka mencoba
meraih matahari pagi. Tapi
Cuma badai tergapai. Mereka mencoba mematri
Rembulan. Tapi cuma kabut gelap menghampiri
Tuhan, setiap kata
tergurat di pelepah waktu
Lalu lalang berselancar. Namun cuma debu
Menghujani. Setiap wajah menatap kelu
Dijerat angan-angan berkelebat. Mungkin rindu
Tapi sendu melipat
asa. Kata dan wajah menari
Di panggung mimpi. Aroma laknat dan bau kesturi
Aku mengembara di Republik Curhat. Hari ini
Cibinong, 10 April
2020
Daun Teh, Langit
Biru, Gunung Rindu
Jika ada tanaman
yang selalu kukecap hingga sari-sari syahdunya meluapmengalir di dalam darahku
engkaulah daun teh itu
Jika ada langit
biru menebar benih cinta hingga rona kasihnya membara mengharu di dalam hatiku
engkaulah langit biru itu
Jika ada gunung
rindu memanggil-manggil hingga lava gairahnya menggigilmenggema di dalam
jantungku engkaulah gunung rindu itu
Cibinong, 10 Oktober 2020
Belajar Menulis
/1/
kupilih kata
lagi-lagi kata
kunikahkan hingga
bebas bercengkerama
tumpahkan segala
di pagi di siang
mengguncang
di sore di malam
meremang
di larut malam
terbujur lengang
maka puisi menjelma
datang
/2/
kurangkai kata
kata demi kata demi
kata
kunikahkan hingga
tangan bergandengan
erat memeluk
kisahkan aku terkutuk
atau
engkau terpukau mabuk
meniti alur membentang
membelukar
di segala tempat, juga
waktu membakar
maka cerpen menatap
nanar
/3/
kubingkai kata
juga kata lalu kata
kunikahkan hingga
suara-suara di dalam
kepala
juga berisik di pusat
nyali
saling membentur, juga
berkelahi
mengurai pendapat
pribadi
bagi segala persoalan
dunia
maka esai menyapa
mesra
/4/
kusulam kata
hanya kata memang kata
kunikahkan hingga
gelap menerang lalu
tabir terbuka
kelemahan dan
keunggulan menggoda
pada isi, bahasa, dan
sistematika
juga manfaat atau
mudarat
bagi segala masalah
menjerat atau memikat
maka resensi
menawarkan hakikat
Cibinong, 13 Desember
2019
Penulis:
Syukur Budiardjo, alumnus
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS) Jurusan Bahasa Indonesia IKIP
Jakarta. Ia menulis artikel, cerpen, dan puisi di media cetak, media daring,
dan media sosial. Buku kumpulan puisinya Mik
Kita Mira Zaini dan Lisa yang Menunggu Lelaki
Datang (2018), Demi Waktu (2019),
Beda Pahlawan dan Koruptor (2019),
buku kumpulan esai Enak Zamanku, To!
(2019), dan buku nonfiksi Strategi
Menulis Artikel Ilmiah Populer di Bidang Pendidikan Sebagai Pengembangan
Profesi Guru (2018).
sumber gambar: artitwpd
Tidak ada komentar