Puisi: Pilihan Ganda
Puisi-puisi Diego Alpadani
Pilihan Ganda
A) Dengan
sukur dan puji sebelum
kapak selebar
sandal jepit tancap di keningmu.
B)
Menggunakan MSG seember cucian kain Emak
masuk ke
dalam mi goreng santapanmu.
C) Memberikan
catatan perjalanan seorang politikus
mati di dalam
kardus akibat
lupa cara
menyogok wanita-wanita
yang merobek
rabu dirimu.
D)
Menggunakan hormat dan sayang
pada setiap
kata yang keluar dari mulutku agar kau terlena
biar jatuh
juga cinta kasih di hati
tak lebih besar
dari piring hadiah membeli
tiga sabun
colek. Lalu kau kutinggalkan
biar mati
perlahan diamuk rindu yang kejam.
E) Semua
benar jika dapat direalisasikan.
Lepau Wo Wat,
2020
Soal Uraian
1. Siapa yang
memberikan rindu
pada malam
dingin saat bulan menggigil?
Jawab: Rindu
diberikan dari keadaan temporal,
kekonvesionalan
yang tersepakati dengan genangan
hujan saat
nyanyian kodok memutar ingatan lama
tentang
dirinya. Pada detik-detik itu rindu menjelma
menjadi
bayang temu yang malu-malu
serupa titik
awan di hamparan langit biru.
2. Jelaskan
cara melepas rindu jika
waktu tidak
memberi temu!
Jawab: biasa
buku dengan cerita romantis
best seller
bisa memalingkan rindu sesaat
namun sialnya
akan mencipta anak-anak rindu
yang selalu
mengeak jauh di sumur sanubari.
Dengan
mengirimkan surat menggunakan kalimat
kalimat
penebar jaring luapan pertemuan,
tapi Bapakku
selalu melarang dengan kalimat
tak ingin
ketinggalan zaman, "hubungi dengan
ponsel
pintarmu, jangan menjadi remaja
yang
ketinggalan zaman!" mungkin Bapak lupa.
Selama ini
Bapak tidak pernah memberiku
ponsel
pintar.
3. Bagaimana
jika yang kau rindu
tak lagi
ingin dirindu?
Jawab: Tuan
guruku yang terhormat,
Aku rasa itu
menyakitkan, tapi entah karena apa.
Biarlah rindu
menjadi istri gelapku,
biarlah aku
menulis saja rindu tanpa kopi
senja hujan
dan genangan air mata. Karena
rinduku
sebatas diam yang tak pernah
menjadi
pertemuan. Selama itu, rindu telah
mengajariku,
seumpama sakit perut namun
tak
mengeluarkan apa pun. Beri aku nilai
seratus Tuan
guru! Karena rindu untuk seseorang
yang tak lagi
ingin dirindu, bagaikan lautan
luas
kehilangan maha asin. Begitu lucu Tuan guru.
Lepau Wo Wat,
2020
Puisi
Adalah Hari Ini
Hari ini aku
ingin memberimu puisi
tapi lupa
telah memberikan keutuhan di
lipatan
otakku. Juga ke-vandal-an lama
bersemayam di
hati, sudah seperti kronis
terkaan juru
sehat pada penderita.
Aku coba saja
mengingat apa saja yang ada
pada malam,
ternyata masih bintang, bulan, awan,
dan gelapnya
malam mengundang limbubu. Masih
itu-itu saja
yang terpatrikan, sementara itu
jalanan tak
pernah lengang. Masih ada lambung
yang meminta
suntikan penahan lapar atau
wanita-wanita
yang khilaf antara pagi siang dan malam.
Yang
kurangkai tidak lebih dari cara
untuk
menjadikan hari ini adalah puisi.
Dan besok
masih akan berpuisi tentang
matahari yang
malu-malu keluar hingga
pelan-pelan
menyelimuti diri. Dari jarak waktu
panjang masih
banyak ibu-ibu yang menyandang
pacul di
jalan setapak menuju ladang
tuan tanah.
Yang
kuberikan tak lebih dari rangkaian kata
agar kau
memerahkan pipi dan menarik bibir
hingga senyum
menggantung di mata yang senjang.
Lepau Wo Wat, 2020
Kau Tak Berucap Rindu
Kapan lagi kau akan menenun kata-kata
untuk dua
anak yang hilang di tahun ribut itu.
Tangismu
sudah selalu
pecah, di
balik subuh dengan tambahan lafal
sesudah;
shalat lebih baik dari pada tidur.
Telah lama
kau nikmati menjahit tangis
di dalam
kamar remang. Meninggalkan panas
tubuhku di
tengah malam,
"selamat
malam, sayang. Tidurlah di atas sofa.
senantiasalah
memeluk bantal guling!" pekikmu
dari dalam
kamar.
Lepau Wo Wat, 2020
Hasil
Ujian
Di dalam
rapor tidak ada nilai yang
lebih tinggi
daripada "kerinduan".
Aku
memperoleh peringkat dua terakhir
semua itu
ulah teman-teman sekelas yang
tak pernah
merindukanku saat tak berjumpa.
Tapi biarlah,
Gaga lebih bodoh dariku,
ia merindukan
Ain tapi Ain merindukan Pak J.
Tentu Gaga
jadi peringkat terakhir.
Kata Tuan
guru, jikalau ingin memperoleh nilai
kerinduan dan
menjadi peringkat wahid rindu,
bakar rasa
dengan merica, Gaga yang barbar bertanya
sewaktu itu,
"hubungan rindu, rasa dengan merica
apa Tuan
guru?"
"Tidak
ada! Karena rindu tanpa hubungan
bagai waktu
tanpa detik yang berdetak
di
hatimu!" Ucap Tuan guru dan menjamin
aku dan Gaga
tinggal kelas di kelas rindu.
Lepau Wo Wat, 2020
Penulis:
Diego
Alpadani lahir di Bandung. Ia tengah menyelesaikan studi di jurusan Sastra
Indonesia, Unand. Ia aktif berkegiatan di UKMF Labor Penulisan Kreatif (LPK),
Teater Langkah, dan Lab.Pauh 9.
😍
BalasHapus