Puisi-puisi Mundzir Nadzir
Anak Ombak
Asa kembali bernarasi pada legam di keluasan
Sebelum kau sempat berbaring di ranjang
Mengingat semalam ada pertaruhan hebat dengan badai
membawa segumpal nyali
Berbekal keyakinan kau arungi jalan maut
Tak lupa sebotol kopi kau timang dengan sarung
Penaku meronta melihat tinggkahmu.
Dengan langkah Perkasa
Di atas dermaga kau keliatan gagah
Membuatku terlena jika tak bisa mengurai tinta
Menulis Senyummu yang singa di terpa senja
Melukis mata pedangmu di bawah purnama
Saat di atas kerucut kurasakan dan kulihat
Energi kembali merayapi hatimu, mengalir deras pada nadimu.
Dunia terkadang terlalu berat untukmu dalam skemanya
Anak ombak meski dunia tak seramah itu padamu
Tak sehangat pelukan ibumu.
Kau tetap kokoh pada pondasi prinsip hidup yang kau bangun.
Menerobos hujan nuh
Menaklukkan badai dewa indra
Terombang ambing dengan kenyalianmu
Anak ombak
Teruslah melangkah, meski langkahmu goyah. Dunia tak mampu menaklukkanmu
Kecuali seruan di seberang Sana memanggilmu
Anak ombak
Di hadapan purnama kau nampak gagah
Rambut lautmu di terpa angin nampak seperti kesatria
Membuat badai takluk di hadapan mata pedangmu dengan sia sia
Matahari pun menjemput anak ombak
Anak ombak pulang di giring cahaya sumringah
Bertelanjang dada
Nampak aura kesatriaannya
Butuh waktu sewindu bahkan seumur hidup bagi bunga
Untuk melupakan aura kesatriamu
Salerana_mundzir 03 01 2021
Kembara Rindu
Apa yang bisa ku tulis selain cinta
Maka sudihlah ku haturkan bunga di kelopak mata
Bolehlah ku tuang secawan rindu
Bila telah sampai waktu
Mengisyaratkan debu berpangku ke langit ke tujuh
Dari lorong kepincangan kembara
Tetap ku dekap aroma
Walau dingin telah membinasakan udara
Daun daun mengering
Tidur di sajadah semesta
Ilalang menguning
Di setiap hembusan nafas,
Wajahmu tetap rekah pesona.
Senja datang mempuisikan salammu
Memproklamasikan ayat ayat rindu
Sesingkat kedap menyampaikan gemuruh pada hujan
Seindah pelangi menghiasi
Jejak langkah tak pernah mati
Sebab jantungnya adalah denyut cinta
Bertanah lillah
Tak pernah mati apalagi hanya sebatas suri
Salerana_mundzir, 08 januari 2021
Pecinta
Dan malam adalah makrifat cinta
Atas kesyari'atan rindu
Pecinta merajam hidupnya pada cintanya
Merasuki lorong lorong rindu
Menyingkap tabir kesadaran
Pahit manis sama nikmatnya
Rintangan halangan adalah bumbu menuju maqom kesetiaan
Sampai tak ada sempat bertanya?
Mengapa musim tiba tiba reda
Silih berganti
Jejak jejak bunga selalu saja menggoda
Di antara cakrawala rasa
Bahkan setelah pohon pohon menaggalkan daunnya
Ia tetap asyik dengan kembaranya
Menuju kebahagiaan kekasih
Walau ajal telah terpatri
Ia akan tetap menari nari
Salerana_mundzir, 12 januari 2020
Matilah kegelapan dalam jiwaku.
Sirnalah noda noda yang melekat.
Terbanglah ruh menuju pintu cahaya.
Melihat keindahan senyuman surga.
Dedaunan menyanyikan kidung syukur.
Atas lenyapnya sifat kufur.
Bunga bunga merekah pesona.
Menebar aroma bersama dzikir angin.
Tiada sisa bangkai kedengkian.
Atas jiwa jiwa yang lama suram.
Rintihan tangis kesadaran.
Mengguncang langit teratas.
Tergetar bumi lahirkan tsunami.
Berlayarlah ruh menuju kesucian.
Seyaplah suara durjana.
Terganti doa dan lantunan puja.
Akulah nafas yang berdzikir.
yang sering kau curi Senyumnya.
Saat harapan ingin kau kutuk jadi keputus asaan.
Salerana mundzir 15 oktober 2020
Aku Ingin
Aku ingin rebahkan rindu rindu
Di singgasana bunga cintamu
Melunakkan cemburu
Di sela sela kecupan tulusmu
Aku ingin rindu ini
Pulang ke surau pangkuan sucimu
Merayakan bahagia taburkan aroma bunga bunga
Merangkai bersama sajak puisi
Tersirat harapan suci pada ilahi
Barangkali terlahir buah hati
Dari rahim janji suci
Duduk bersama sebagai mempelai
Membangun kerajaan di rumah baru
Aku raja kau ratu
Meminta pada bintang dan rembulan
Tentang terkabulnya harapan cita
Sakinah mawaddah warohmah
Mengkekalkan mengabadikan
Sampai surga kita raih bersama
Menyatulah
Tuhan menyatulah dalam nadi dan sehelai nafasku.
Menarilah dalam angan tapaku.
Sudah lama kita tak bersenggama dengan mesra.
Layani dahagaku.
Dansakan rindu rinduku.
Taburi aku bunga bunga yang harumnya melebihi
kasturi.
Dari setiap ayatku layangkan aku diantara taman taman
surgamu.
Jangan biarkan setan mempercantik durhakaku atasmu.
Menarilah aku dengan tuhanku
Penulis:
Mundzir Nadzir, alumni Ponpes Salafiyah Safi'iyah Sukerejo. Saat ini menempuh kuliah IAIN Jember, Fakultas Syariah, Prodi Hukum Tata Negara
Sumber Gambar: <a href='https://www.freepik.com/photos/water'>Water photo created by frimufilms - www.freepik.com</a>
Tidak ada komentar