Pertanian 4.0: Mari Bertanam di Internet!
freepik |
Agak
siangan ini setelah semalaman begadang berpikir tentang
pertanian, saya atau bahkan kita baru sadar bahwa pertanian tidak luput dari
kemajuan teknologi yang semakin maju. Ya, seperti banyak kita baca dan dengar
bahwa teknologi di dunia pertanian semakin canggih dan beberapa masih otw canggih. Sebagai contoh, menyemprot
dengan menggunakan drone, atau alat
deteksi kebutuhan unsur hara dan serangan (HPT) hama pengangu tanaman. Sehingga
memudahkan petani dalam merawat tanaman budidayanya. Tentunya, hal apapun itu
untuk memudahkan dan efisiensi petani. Jadi, petani tidak perlu repot dengan
masalah di lapangan. Dengan pemanfaatan teknologi artificial intelligence dan terutamanya penggunaan internet, problem di areal pertanian seperti:
Kelangkaan pupuk; serangan HPT; kekeringan; kekurangan tenaga kerja atau bahkan
kekurangan petani semua akan selesai dengan Pertanian 4.0.
Kemajuan
teknologi ini, bukan hanya pada sektor teknis budidayanya. Lebih luas lagi,
penggunaan internet juga mengatasi persoalan di bidang distribusi produk
pertanian (penjualan), penyuluhan dll. Misal Market Place produk pertanian, yang memudahkan petani dalam memasarkan
produk hasil usahataninya dan Aplikasi pertanian yang membantu petani dalam
menyampaikan masalah di lahan budidayanya dengan mendapatkan feedback saran masukan dari admin dan
sesama pengguna aplikasi. Semua hal, di era 4.0 ini dari hulu hingga hilir
khususnya di dunia pertanian semakin dimudahkan. Dengan begitu tidak ada alasan
lagi bagi petani untuk tidak meningkatkan produksi dan produktivitasnya.
Tidak
hanya itu, pengamatan dan buah pikir selama begadang dan bangun agak
siangan ini telah mengamati bahwa puncak Pertanian 4.0 tidak cukup berhenti
sampai apa yang tertulis di atas. Serasanya sangat kecil pengaruhnya jika 4.0 di
dunia pertanian hanya sampai di situ saja. Jika pertanian kuno bercocok tanam
dengan media tanah dilanjutkan era pertanian modern dengan penemuan bercocok
tanam tanpa media selain tanah (hidroponic, aquaculture, dll) pertanian
4.0 harusnya bisa lebih dari sekedar itu. Tahun sekitar 1627 Hidroponic ditemukan dan di Indonesia
sendiri berkembang sejak 1980a-an. Di Indonesia sendiri perkembangan budidaya hidroponic sendiri dalam rangka usaha
mengatasi penyempitan lahan pertanian, urban
farming, dan penghobi tanaman budidaya konsumsi skala rumah tangga. Lalu,
bagaimana perkembangan pertanian 4.0 selain pemanfaatan teknologi artificial intellegence?
Sejalan
dengan berkembangnya hidroponic,
perkembangan pertanian 4.0 juga bertugas untuk menyelesaikan masalah
penyempitan lahan. Pohon koin di Market
Place tersohor di Indonesia yaitu Sh**ee mampu menghasilkan
terobosan baru tentang perkemban melalui 4.0. Ya, kita telah mampu menanam
tanaman tanpa media tanah, air, api dan udara sebagai 4 element bumi yang
dikenalkan oleh avatar. Selain usaha Pemerintah melalui KEMHAN untuk segera
mengerjakan proyek FOOD ESTATE di
Kalimantan Tengah dengan harapan masalah penyempitan lahan dan ketahanan pangan
nasional bisa di atasi. Ya, kurang lebih begitu.
Kita
benar-benar mampu menanam tanaman di Internet dengan app Market place Sh**ee dengan menyiram sendiri dan saling
bantu antar “petani” dan mendapatkan point. Tidak rumit sama sekali. Cukup
dengan gawai, internet dan waktu luang kita sudah berbudidaya.
Kondisi
Pertanian dibalik 4.0
Akhir-akhir
ini, setelah kelangkaan masker dan APD petugas kesehatan di awal 2020 pada awal
COVID-19 masuk di Indonesia, kelangkaan pupuk subsidi menjadi isu yang
sebenarnya klasik bagi petani. Saking
klasiknya kalau mungkin ada kontes masalah nasional, selain KKN, kemiskinan dan
kekerasan seksual masalah pupuk ini menjadi Top
Five masalah klasik di Indonesia. Petani banyak mengalami kendala di
lapangan, dengan segala ke-kereatifitasannya untuk mengatasi masalah tersebut banyak
cara yang digunakan sebagai jalan keluar petani untuk mengatasi masalah pupuk.
Dibiarkan begitu saja dengan mengandalkan sisa pupuk sebelumnya misalnya,
menggunakan pupuk kandang, menggunakan metode spray dan ini biasanya dilakukan oleh petani yang masih memiliki
modal. Untuk yang tidak memiliki modal, pemupukan dilakukan dengan cara
membiarkan lahan tidak ditanami atau dibiarkan sampai entah kapan, sukur-sukur
tidak dijual dan jadi rumah atau apalah selain tanaman produksi.
Selain
masalah pupuk yang sudah mendapatkan respon langsung dari kementrian pertanian
juga mentri pertanian dan bahkan Presiden Ir. Jokowi (Senin, 11/1/21) meskipun
malah bertanya pengembalian subsidi pupuk selama bertahun-tahun namun
produktivitas ngak bertambah naik. Itu menjadi angin segar bagi petani, karena
pemerintah hadir ditengah kegelisahan petani. Sama dengan Covid, pun setelah
Vaksin ditemukan dan akan saat ini telah tahap kedua distribusinya masalah
pertanian yang lain juga telah rapi menunggu. Kegagalan panen, Nilai jual
produk, Serangan HPT, Kekeringan saya rasa rekan-rekan pembaca juga sepakat
dengan hal ini meskipun tanpa diberi data. Karena memang benar-benar masalah
klasik.
Belum
lagi kepemilikan lahan, konflik Agraria, SDM petani, yang jika kita bahas semua
pada tulisan kali ini akan menjadi novel berjilid tanpa tahu kapan ending-nya. Beruntungnya, Indonesia
adalah negara Agraris. Petani di negara Agraris akan bertani dan mengolah
lahannya karena sosial dan budaya bukan karena perintah atau keterpaksaan. Yang
jika disimpulkan secara subjektif, pertanian 4.0 hakikatnya laksana kosong
tanpa ruh dan membutuhkan esensi dalam mendukung pembangunan pertanian di
Indonesia. Dengan melihat segala aspek dan fungsi pertanian bagi masyarakat dan
negara sebagai pemilik kebijakan.
Dalam
buku Prof. Ir. Triwibowo Yuwono, Ph.D. dengan judul Pembangungan Pertanian:
Membangun Ideologi Pangan Nasional mencoba menyajikan pemikiran dengan sangat apik bagaimana bangsa Indonesia sebagai
suatu kesatuan harus mengembangkan ideologi pangan nasional yang menjadi
rujukan setiap kebijakan yang dibuat untuk menyediakan pangan bagi warga
negara. Sehingga, arah pertanian 4.0 memiliki ruh dan sistematis mendukung
pembangunan pertanian nasional dengan mengatasi masalah-masalah pertanian
dilapangan. Dalam kata lain, era kemajuan teknologi ini harusnya memiliki arah
yang jelas dan dapat membantu masalah-masalah pertanian di Indonesia.
Tulisan
Pertanian 4.0: Mari Bertanam di Internet! Telah di tayangkan dan
menjadi topik pilihan di media kompasiana.com.
Atribusi
penulis
Fendy
Sa’is Nayogi. Kelahiran Bondowoso. Lulusan sarjana
pertanian di Politeknik Negeri Jember, saat ini sedang bekerja dibidang
pertanian (swasta). Menyukai topik/ isu lingkungan; pertanian; pendidikan;
filsafat dan sosial budaya. Bisa ditemui di: instagram (rb.fendysn), gmail
(fendysaisnayogi@gmail.com).
Tidak ada komentar