Puisi: Di Belakang Pondokan Teringat Du-Fu
Di Belakang Pondokan Teringat Du-Fu
Ah!
ditiup angin atap Tuan Du-Fu entah ke mana;
sedang
atap rumah sahaya gugur-ambruk di makan usia.
Jadilah
teladan bagi sahaya yang masihlah muda,
yang
masihlah dapat cari rumah untuk tulis lakon-cerita.
(2019)
Di Dekat Kolam Tua
Seorang
pangeran tampan dikutuk menjadi seekor katak;
lompat
ke dalam sebuah kolam tua, timbulkan kecipak.
Di
tepi kolam ada Tuan Li-Bai menenggak berbotol arak;
di
dekatnya duduk seorang yang tuliskan pendek sajak.
(2019)
Semoga Rembulan Tak Segera Menjadi Puing!
Ada
Tuan Tang-Yin yang ajak rembulan tuk bersulang arak,
sebab
teladani pandangan dan jalan hidup penyair junjungan.
Sungai-telaga
sudah dipenuhi sampah-plastik berserak-serak,
di
mata nonalah kiranya bisa dapati jernih daripada pantulan.
(2019)
Sebutir Kuatren di Pinggir Sawah
buat Tao Yuanming
Alangkah
iri, lihat dua capung yang kawin dekat pohon padi,
sedangkan
diri duduk di sini tanpa seorang yang menemani.
Akan
tetapi, sedihlah pula bila tiada sawah lagi yang buat iri:
tiada
dapat tunjukan ribuan capung pada nona yang dikasihi.
(2019)
Kuatren di Kepala Kupu Berwarna Kelabu
Sehabis
bermimpi menjadi seekor kupu berwarna kelabu,
duduklah
termangu Chuang-Tzu sambil merenungi sesuatu:
Apakah
diri kini sedang mimpi jadi manusia bernyawa satu
atau
kupu yang mimpi jadi manusia yang mimpi jadi kupu?
(2019)
Penulis:
Polanco
S. Achri lahir di Yogyakarta, Juli 1998. Menetap pula di sana. Seorang sarjana
sastra. Menulis puisi dan prosa. Dapat dihubungi melalui FB: Polanco Surya Achri
dan/atau Instagram: polanco_achri.
Tidak ada komentar