Surat Terbuka untuk Pak Karna
Oleh: Imam Sufyan*
Assalamualaikum, Pak Karna Suswandi. Melalui tulisan ini saya ingin mengucapkan selamat atas dilantiknya bapak dan Ibu Hj. Khoirani sebagai bupati dan wakil bupati Situbondo. Semoga bapak dan ibu diberikan kesehatan selalu untuk membangun Situbondo lima tahun ke depan.
Tulisan ini mewakili suara saya karena saya
yakin kesibukan bapak kali ini membuat bapak tak memiliki waktu untuk bertemu
atau bertatap muka dan berbincang dengan komunitas literasi. Jika tulisan ini
dianggap tak penting karena banyaknya tugas bapak mengurusi masyarakat
Situbondo, lebih baik abaikan saja. Tapi jika bapak mendaku pemimpin yang pro
semua golongan, saya harap bapak berkenan membacanya.
Pak
Karna Suswandi. Izinkan saya mengulang kembali ucapan salah satu dosen di salah
satu kampus Jember yang kurang lebih begini.
“Yang
membedakan literasi di Jember dan Situbondo adalah penggerak utamanya. Di
Jember, literasi digerakkan melalui jalur kampus. Sedangkan Situbondo
digerakkan oleh masyarakatnya”.
Begini,
Pak. Anak-anak muda Situbondo, kurang lebih lima atau enam tahun telah
membentuk komunitas-komunitas literasi. Simpul-simpul komunitas literasi yang
tersebar di Banyuputih, Mangaran, Panarukan dan Besuki telah dipertemukan dan
memiliki satu misi untuk meningkatkan kadar literasi di Situbondo. Sudah tak
terhitung lagi berapa kegiatan yang mereka laksanakan. Tentu saja kegiatan yang
mereka laksanakan masih gaya-gaya komunitas yang cenderung terlihat santai tapi
berkualitas.
Kayumas
Bersastra dan Literasik contohnya. Dua acara bergengsi ini merupakan kegiatan
yang diinisiasi oleh anak-anak muda Situbondo berbasis literasi. Pembicaranya
sungguh tak kalah kerennya. Martin Aleida, penulis nasional yang pernah meraih
penghargaan penulis kompas terbaik. Floribertus Rahardi, Jurnalis nasional.
Wayan Jengki Sunarta, penyair asal Bali dan terakhir Sigit Susanto penulis asal
Kendal Jawa Tengah yang sudah bertahun-tahun tinggal bersama istrinya di Zug,
Swiss. Apa artinya pak? Jadi lewat acara ini anak-anak muda Situbondo sudah
terintegrasi dengan penulis yang memiliki nama besar di kancah dunia
kepenulisan.
Hebatnya
lagi. Melalui acara tersebut, empat penulis itu jadi tahu tentang Situbondo.
Tahu kopi kayumasnya. Tahu nuansa alamnya. Tahu gerakan anak mudaya. Tahu bahwa
dengan itu semua Situbondo punya potensi untuk berkembang jadi kota yang
kreatif sekaligus mencerahkan. Mengapa mencerahkan? Tentu saja karena
kegiatan-kegiatan tersebut didasari oleh kecintaan pemudanya kepada buku.
Kepada literasi. Satu hal yang ke depan harus semakin digencarkan dan membumi
di Situbondo. Ya, membumi. Terdengar maksa ya, Pak? Sebenarnya tidak juga sih,
tentu jika bapak memegang betul firman Allah yang turun pertama kali kepada baginda
Rosulullah. Bapak hafal di luar kepala, kan?
Pak Karna Suswandi. Beberapa hari ini saya membaca media-media online saat bapak bertugas di Bondowoso, lebih tepatnya menjadi Kepala Dinas Perpustakaan dan kearsipan Bondowoso. Sekalipun bapak hanya beberapa bulan di dinas perpustakaan, Itu artinya, bapak tahu, merasakan dan pernah bergelut dengan buku. Dan pada waktu itu juga, bapak meluncurkan program E-Beca (Elektronik Bendebesah Catalog).
Dalam media online tersebut tertulis bahwa ada tiga bahasa dalam aplikasi E-Beca. Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Bahasa Madura. Dan saya setuju dengan ucapan bapak menolak minat baca masyarakat rendah. Minat baca masyarakat tidak rendah, tapi akses yang kurang. Karena itulah bapak membuat E-Beca. Bagi Saya, program ini bagus untuk dilaksanakan di Situbondo.
Andai itu bapak realisasikan dan
aplikasi model E-Beca ini ada di Situbondo, karya-karya
penulis Situbondo harus terpampang dalam aplikasi tersebut. Banyak lo Pak
buku-buku yang sudah dilahirkan oleh anak-anak Situbondo. Dari genre fiksi
hingga berbasis riset. Ini kekayaan intelektual yang saya kira patut
diapresiasi dan disebarluaskan sebagai khazanah literasi di Situbondo.
Bapak mau, kan?
Pak
Karna, besar harapan saya agar bapak menjadikan perpustakaan daerah menjadi
jantung pembangungan manusia Situbondo lima tahun ke depan sebagaimana
perpustakaan sekolah sebagai jantungnya pendidikan. Harus saya akui, bahwa
membangun SDM tidak sama dengan membangun hal-hal yang bersifat fisik. Tidak
mudah untuk mengukur kesuksesan pembangunan SDM. Yang bisa kita lakukan adalah
istiqomah menggerakkan kerja-kerja pengetahuan. Karena dengan begitu nuansa
situbondo sebagai kota santri lebih variatif . Bukankah etos santri ketika ia
memiliki watak pantang menyerah dan keterbukaan terhadap pengetahuan selain ia
juga wajib memiliki pedoman hidup untuk menghamba kepada Tuhannya?
Untuk
itu, mengawali rencana pembangunan SDM yang berangkat dari perpustakaan daerah,
hilangkan riak-riak kecil atau asumsi sebagian masyarakat bahwa pegawai
perpustakaan adalah orang-orang yang dibuang atau yang berbeda pandangan dengan
kekuasaan. Senyatanya pegawai perpustakaan adalah pegawai yang harus dekat dan
kenal terhadap buku. Jika ia tak memiliki kedekatan terhadap buku-buku saya
khawatir buku hanya dipandang sebagai benda mati. Bukan sebagai teks yang
bersayap yang mampu membuat pembacanya berimajinasi. Dalam setiap buku adalah
produk pikiran penulisnya, karena ia produk pikiran penulis, sepantasnya buku
harus didistribusikan kepada khalayak umum. Dengan demikian, pustakawan adalah
jawabannya.
Pak Karna Suswandi. Terakhir. Menggerakkan literasi adalah salah satu jalan untuk mencapai Situbondo unggul dan Berjaya. Literasi, literasi dan literasi. Sebagaimana Iqra’, Iqra’, Iqra’. Selamat memimpin Situbondo, Pak.
Salam
literasi. Wassalamualaikum.
_________________
*)
Penulis merupakan pendiri Gerakan Situbondo Membaca (GSM).
Banyak maunya, nyinyir hobinya. Angel angel .
BalasHapussiapa yg nyinyir bang?
Hapus