Ulas Buku: Bahasa Sub Struktur Kekuasaan
Melalui Newspeak, kekuasaan bukan hanya menjadi
semacam ungkapan atau kondisi para anggota partai, tetapi dengan kaidah-kaidah
yang ada seperti kosa kata dan tata bahasa yang dibatasi, Newspeak membatasi
kebebasan berpikir dengan tujuan untuk mengabaikan kebebasan, ekspresi, dan
identitas diri yang dianggap sebagai ancaman bagi ideologi partai dan Bung
Besar.
Penulis: George Orwell
Penerjemah: Landung Simatupang
Penerbit: Mizan
Jumlah Halaman: 408 hlm
Tahun Terbit: 2021
Format: 14 x 20,8 cm
ISBN: 9786022917311
Bahasa selalu memiliki kekuatan, sebuah elemen manusiawi yang sebenarnya
mampu mengubah sebuah peradaban. Setidaknya, itu yang bisa didapat dari Novel
Orwell pada salah satu sub pembahasan. Bahasa Newspeak, bertugas sebagai
pengendali dari kekuasan Big Brother atau Bung Besar.
Newspeak sebagai bahasa yang mengganti bahasa
Inggris baku atau Oldspeak dengan beberapa perubahan. Meski banyak
hal yang dapat diceritakan dalam novel ini, fokus kali ini hanya pada
penguasaan terhadap bahasa, dan bagaimana bahasa mengambil peran penting dalam
melanggengkan kekuasaan. Bahasa memang selalu berkelindan dengan kekuasaan
dilihat dari sejarah Indonesia misalnya.
Pada perkembangan sejarah bahasa Indonesia, terutama dari sudut pandang
perubahan ejaan, telah mengalami transformasi sebanyak lima kali. Dimulai dari
Ejaan Van Ophuysen (1901), Ejaan Soewandi (1947), Ejaan Melindo (1959), Ejaan
yang Disempurnakan (1972), dan pada akhirnya menjadi Ejaan Bahasa Indonesia
(2015). Perubahan tersebut sepenuhnya dikendalikan oleh instruksi politik yang
berkuasa saat itu. Ejaan diubah, selain karena preferensi politik, juga karena
penyesuaian terhadap zaman. Hal ini lazim karena posisi bahasa Indonesia
relatif baru dalam sejarah dan memerlukan perubahan terus-menerus.
Saat pembelajaran linguistik pada semester dua, teringat perkataan dosen
pengampu tentang bahasa yang bersifat arbitrer. Bahasa merupakan titik yang
membedakan manusia dengan makhluk lain. Dalam pandangan semantic Ferdinand De
Saussure bahwa bahasa memiliki struktur konvensional dan arbiter. Artinya
bahasa itu menyesuaikan pada suatu pola kebudayaan yang ada di dalam
masyarakat. Bahasa merupakan alat komunikasi paling fundamental.
Newspeak
Bahasa merupakan kendaraan untuk berpikir, sedikit pemahaman yang saya
dapatkan dari hasil membaca 1984 karya George Orwell. Secara sederhana, novel
ini berkisah tentang Big Brother, atau dalam terjemahan bahasa Indonesia
disebut Bung Besar. Realita yang hampir sama dengan bangsa Indonesia kala
pemerintahan orde baru, itu perkiraan saya sebab tidak mengalami sendiri.
Hal yang paling menarik untuk ditelisik lebih jauh dari novel ini membuat
saya tertarik sejak awal membacanya adalah penggunaan bahasa Newspeak.
Kehadiran Newspeak guna menggantikan ejaan lama Oldspeak. Bahasa
berkelindan dengan sub struktur penguasa Bung Besar. Secara ideologis ini
dapat dipahami guna untuk melanggengkan kekuasaan, English Socialism
atau Sosialisme Inggris (Sosing) yang dipimpin oleh Bung Besar di Oceania.
Mereka terlebih dahulu menyentuh dimensi bahasa manusia dengan menciptakan
suatu bahasa baru.
Bahasa sebagai media berdialektika mengenai sebuah kejadian dan makna dari
kejadian tersebut. Melalui bahasa manusia memungkinkan paham akan realitas,
hingga dapat mengartikulasikan sesuatu. Newspeak yang diciptakan sebagai
satu satunya bahasa di Oceania, sebagai sarana komunikasi masyarakat memudahkan
partai Sosing dan Bung Besar mengendalikan kehidupan di sana dengan
mudah.
Secara lebih komprehensif, Orwell bahkan membuat lampiran tentang kaidah
bahasa Newspeak dengan sangat detail. Ia memaparkan dari inti Newspeak
hingga pada tataran tata bahasa dan kosa katanya.
Misalnya seperti kata Misalnya, “freedom” masyarakat tidak akan
mengenal lagi kata itu sebab hanya diganti dengan kata “free.” Bahasa
Inggris Newspeak sengaja digunakan guna mengebiri kata-kata sehingga
terjadi pembatasan pikiran yang dapat berpotensi guna menghasilkan
pemberontakan.
Kata “free” kemudian tidak dikenali sebagai konsep kebebasan seperti
arti lamanya, dan hanya dipakai pada kalimat tertentu yang tidak ada
keterlibatan manusia seperti, “This dog is free from lice.”
Orwell pun menuliskan dalam novelnya bahwa kata itu tidak dapat
digunakan dalam arti lamanya 'bebas secara politik' atau 'bebas secara
intelektual', karena kebebasan politik dan intelektual tidak lagi ada--bahkan
sebagai konsep, oleh karena itu, tidak perlu disebutkan.
Kebiri Masyarakat
Newspeak dalam buku Orwell bukan hanya ungkapan
partai biasa guna melanggengkan kekuasaan. Lebih dari itu, sosing telah
berusaha untuk mengebiri kebebasan berpikir dengan tujuan abai pada ekspresi,
identitas diri, hingga kebebasan yang dianggap sebagai ancaman bagi pemahaman
ideologi sosing dan Bung Besar. Pengendalian bahasa yang terjadi secara
terstruktur dan sistematis hendak mengganti keadaan berpikir yang tidak sesuai
dengan partai.
Praktik pendayagunaan Newspeak dalam ini menggunakan kekuasaan yang
disebut polisi pikiran (hampir mirip dengan cyber police) sebagai polisi
rahasia dan sebuah alat bernama teleskrin sebagai alat yang mengawasi setiap
gerak-gerik masyarakat sipil di Oceania.
Bung Besar sampai berhasil menjadikan Doublethink sebagai kebenaran
umum dengan fungsi sebagai daya pikir untuk memuat dua keyakinan pada saat yang
bersamaan semacam kontradiksi dalam pikiran, dan menerima kebenaran keduanya.
Seperti yang terjadi pada tokoh utama bernama Winston, saat ia tertangkap
karena melakukan kejahatan pikiran. Setelah bertahun-tahun lamanya ditindak
represif oleh aparat polisi pikiran Winston diharuskan mengakui kebenarannya
bahwa 2 tambah 2 sama dengan 5, dengan apapun caranya.
Saat Winston dan Julia tertangkap mereka yang dijebak oleh O’Brien dalam
novel ini menjadi gambaran yang terindikasi bahwa teleskrin juga
menghasilkan ketumpulan kemampuan di kalangan warga sipil untuk membuka gagasan
atau pandangan politik yang berbeda secara personal karena ketakutan dalam
wujud represi oleh kekuasaan.
Teleskrin juga menjadi alat yang paling efektif
bagi partai, tidak hanya menyebarkan doktrin, Sosing mengendalikan
tingkah laku dengan berita-berita yang mengagungkan rezim Bung Besar. Polisi
pikiran diceritakan begitu seram berseberangan keras dengan kebenaran. Melalui teleskrim,
polisi pikiran dapat melakukan pengawasan pada setiap orang sepanjang waktu dan
bahkan bisa menyadap dari kabel pikiran seseorang kapanpun mereka mau. Siapapun
yang gerak-geriknya mencurigakan dan lain dari kebiasaan partai, akan
dilenyapkan -Sudah terasa mirip bukan?
Penanaman dari aparat ideologi melalui Newspeak dan Doublethink
yang mewujud dari praktik keseharian diawasi, dideteksi, lalu menahan siapapun
warga yang menentang otoritas partai dan Bung Besar. Keberadaan teleskrin,
pemerintahan Oceania mampu mencegah adanya indikasi penyelewengan atau segala
bentuk pemberontakan dari setiap masyarakatnya. Tidak melulu urusan sipil
warganya, dalam hal urusan personal pun, seseorang bisa ditangkap dan diberi
hukuman.
1984, mungkin buku yang seram jika saya bayangkan hidup pada masa seperti
itu. Layaknya penjara pikiran, pembaca akan digiring memasuki sebuah kenyataan
berhadapan dengan kejahatan pikiran. Adalah Winston tokoh utama yang berkejaran
dengan realitas. Ia sebagai tokoh utama memanjakan pemikiran sampai pada
bayangan ketakutan.
Jika saya tarik di Indonesia, ketidakbebasan seperti itu seperti terjadi
pada Orba (Orde Baru), terjadi pemberangusan buku di mana mana, masyarakat
tidak bebas berbuat, atau berkehendak sesuai keadaan. Namun, menyikapi polisi
virtual yang baru baru ini resmi beroperasi di Mabes Polri, saya dibawa dengan
keberadaan kementrian cinta kasih yang tugas utamanya justru mengawasi
pemikiran seseorang. Bahkan, ada larangan mencintai seseorang jika tidak dapat
menguntungkan pada negara. Cyber Police, akan menjadi ancaman semacam teleskrim.
Awas di mana-mana, berbarengan dengan kenyataan rerata manusia Indonesia untuk
tidak merasa bebas dalam situasi dan kondisi apapun.
Biodata Penulis
Dani Alifian, kelahiran Situbondo. Saat ini aktif
sebagai mahasiswa di Universitas Islam Malang, saat ini aktif menulis di
beberapa media. Buku pertama berjudul Idealisme Telur Setengah Matang (Kali
Pustaka, 2020).
Kontak
Nomor Handphone :082338868178
Facebook :Dani Alifian
Instagram :@dani_alifian
Twittter :@dani_alifian
E-Mail :danialifian7@gmail.com
Tidak ada komentar