Review Film: Jaka Sembung dan Si Buta
id.wikipedia.org |
Pertemuan Sensasional Dua Pendekar Utama
Oleh: Setiya Eka Puspitasari
Pada
tahun 1980-an mayoritas masyarakat Indonesia menyukai film bergenre laga, hal
ini dapat dibuktikan dengan salah satu film yang populer pada kala itu yang
berjudul ‘Si Buta Lawan Jaka Sembung’ yang tayang pada tahun 1983 dan menuai
berbagai kesuksesan besar terutama di layar lebar. Dikisahkan bertemunya dua
pendekar utama Jaka Sembung dan Si Buta dari Gua Iblis yang lebih kolosal dengan
durasi 103 menit ini, merupakan film aksi laga epos dewasa asli dari Indonesia
yang disutradarai Dasri Yacob dan diproduseri Sabrina Kasdani serta didistribusikan
oleh Rapi Films tepatnya pada bulan Juni tahun 1983. Cerita
dalam film ini diangkat dari sebuah serial komik asli Indonesia yang berjudul
‘Jaka Sembung Sang Penakluk’ merupakan karya dari komikus yang terkenal di
Indonesia yaitu Djair Warniponakanda. Menariknya lagi film ini dibintangi oleh
aktor laga kawakan yang bisa dibilang sangat popular pada kala itu yaitu Barry Prima, Advent Bangun dan Sri Gudhi Sintara yang
sukes menghibur penonton dengan adegan-adegan yang dibintanginya.
Film ini menggunakan
berbagai bahasa seperti bahasa Indonesia, Belanda dan bahasa bisu yang
diperankan oleh Barry Prima sebagai Jaka Sembung
dan Advent Bangun sebagai Soca Indrakusuma atau sering dikenal dengan nama Si
Buta dari Gunung Iblis serta Sri Gudhi Sintara sebagai Dewi Magi. Selain itu, film ini
juga dikenal dengan adegan kekerasannya yang dibalut dengan nuansa horor dan
adegan seks yang lebih tegang serta supranatural. Karena dalam film ini lebih
banyak mengandung adegan berlumuran darah dan banyak menampilkan unsur dewasanya
yang lebih kental serta hal-hal supranatural yang tak selaras dengan logika, sehingga
hanya patut ditonton oleh orang dewasa. Kemudian karena kisahnya orisinil asli
Indoneisa yang tak banyak ditemui di berbagai negara manapun, membuat namanya melambung
di dunia layar lebar pada kala itu, karena di dalamnya mengangkat cerita
bagaimana kekejaman bangsa kolonial Belanda yang saat itu sedang menjajah.
Pada
film yang berjudul ‘Si Buta Lawan Jaka Sembung’ menceritakan bahwa Jaka Sembung
merupakan seorang pejuang kemerdekaan yang gigih dan pantang menyerah. Dikisahkan
bahwa pasukan kolonial Belanda sedang menjajah bangsa Indonesia dengan cara
menguasai berbagai wilayah. Pasukan
Kompeni semakin dibuat resah dengan keberadaan seorang pejuang kemerdekaan yang
gagah berani yang bernama Jaka Sembung, lalu mereka memporak-porandakan rumah
warga untuk mencari Jaka Sembung yang semakin hari kian meresahkan karena
keberaniannya dan menjadi ancaman bagi Kapten De Mandes (pimpinan pasukan
Kompeni) akibat kematian Kapten Van Shram yang dilatarbelakangi oleh kekalahan
pasukan Kompeni yang dipimpin Kapten Van Shram melawan Jaka Sembung dan
pribumi.
Untuk
mengatasi masalah semacam ini, Kompeni berusaha untuk mencari ide agar bisa
memusnahkan Jaka Sembung. Kapten De Mandes berinisiatif untuk mengadakan
pertandingan bela diri dengan cara mengadakan sayembara bagi para pendekar yang
sakti tujuannya demi mencari pendekar terkuat untuk membantu kompeni mengalahkan
Jaka Sembung serta tak tanggung-tanggung dihadiahi 100 ringgit bagi
pemenangnya. Kemudian bagi pemenang
diberi tugas istimewa. Tugas tersebut adalah menangkap Jaka Sembung hidup atau
mati akan diberi hadiah tambahan sebesar 500 ringgit. Ketika pertandingan
berlangsung, berbagai kandidat terkuat pun mulai terlihat. Namun tiba-tiba muncul seorang pendekar sakti yang
merupakan pria buta dan berhasil mengalahkan semua kandidat lainnya, ia bernama
Soca Indrakusuma yang juga biasa dipanggil Si Buta dari Gunung Iblis. Kapten De
Mandes menjanjikan lebih banyak hadiah berupa uang koin emas untuk Si Buta
supaya bisa menangkap Jaka Sembung. Namun, Si Buta menghendaki hadiah 1000
ringgit jika berhasil menangkap kepala Jaka Sembung dan disetujui oleh Kapten
De Mandes. Si buta mengatakan kepada pasukan kompeni bahwa “Mata saya memang
buta, tetapi seluruh pori-pori saya dapat melihat”. Akhirnya Si Buta melakukan
pencarian Jaka Sembung dengan dibantu oleh pasukan Kompeni.
Kemudian
di suatu persawahan dekat dengan sungai datanglah Jaka Sembung yang keluar dari
persembunyiannya dan ditantang oleh Si Buta. Akhirnya, terjadilah
perkelahian antara keduanya dan Si Buta sendiri dari awal sayembara hingga saat
bertarung dengan dengan Jaka
Sembung selalu dibayangi oleh teliksandinya Dewi Magi yang selalu memberikan
bantuan informasi tentang keberadaan Jaka Sembung. Selain itu, Dewi
Magi memberikan bantuan kepada kepada Si Buta dengan cara menyihir kepala
kambing menjadi kepala Jaka Sembung. Akhirnya, Si buta berhasil mengalahkan
Jaka Sembung dan memenggal kepalanya dengan bantuan Dewi Magi untuk diserahkan
pada Kapten De Mandes.
Setelah
Si Buta menyerahkan dan meyakinkan mengenai bukti berupa kepala dari Jaka
Sembung, Kapten De Mandes merasa tidak rela dengan hadiah yang akan diserahkan
berupa 1000 ringgit koin emas pada Si Buta. Setelah kapten De Mandes
menyerahkan uang, ia memerintahkan seorang jagoan dari pasukan Kompeni untuk
menyerang Si Buta hingga terluka parah. Kemudian, Si Buta berhasil mengalahkan
dan terbunuhlah jagoan tersebut, tetapi Si Buta terluka parah karena ditembak.
Si Buta pun
ditolong oleh Dewi Magi yang selama ini mempunyai maksud tertentu atau menyimpan
hati padanya, dan ketika Si Buta pingsan Dewi Magi yang telah
bernafsu untuk memiliki
jiwa dan raganya, akhirnya menciumi dan menggauli
Si Buta dengan penuh nafsu.
Tetapi ketika Si Buta sadar, ia menolak dan marah kepada Dewi Magi
karena cintanya telah ikut terkubur bersama kekasihnya yang telah meninggal.
Dewi Magi akhirnya marah besar dan sebagai gantinya meminta hadiah uang yang
telah didapat untuk dirinya. Namun, Si Buta menolak kemudian terjadilah pertengakaran
dan saling baku hantam dengan kemarahan Dewi Magi yang membuat Si Buta yang
terluka parah dan tak berdaya.
Saat
itulah muncul Jaka Sembung bersama teman-temannya, yang ternyata masih hidup
untuk menolong dan membawa Si Buta ke padepokan gurunya yang bernama Ki Sapu
Angin. Setelah Si Buta sembuh, ia menyerahkan uang 1000 ringgit tersebut kepada
padepokan guru Jaka Sembung untuk membantu perjuangan rakyat
melawan pasukan Kompeni. Si
Buta menceritakan apa yang
terjadi saat itu bahwa yang dikalahkan dan
dipenggal kepalanya untuk
diserahkan kepada Kapten De Mandes bukanlah
Jaka Sembung yang sebenarnya, melainkan kepala seekor kambing yang
di sihir oleh Dewi Magi agar terlihat
menyerupai muka Jaka Sembung dan akhirnya Si Buta bergabung bersama padepokan yang dipimpin oleh guru
Jaka Sembung.
Sementara
itu, di sisi lain Dewi Magi yang kecewa karena cintanya ditolak Si Buta
akhirnya mendatangi markas Kapten
De Mandes dan menceritakan tipuan palsu yang dilakukan Si Buta dan
perihal masih hidupnya Jaka Sembung. Kapten De Mandes marah besar karena ia merasa
telah dikelabui oleh Si Buta dengan memberikan kepala kambing. Akhirnya, Dewi
Magi bekerjasama dengan pasukan De Mandes untuk balas dendam terhadap Si Buta
dan membunuh Jaka Sembung dengan mengandalkan ilmu sihirnya. Situasi bertambah
semakin rumit ketika suatu malam padepokan guru Jaka Sembung sedang berlatih,
terjadilah pencurian kotak uang hadiah dari Kapten De Mandes yang tidak
terlihat siapa pelakunya. Si Buta yang sangat tajam akan penciuman dan pendengarannya berhasil
menghalanginya dengan melempar kain untuk menangkap pencurinya. Kemudian, Jaka Sembung yang
sedang tidur menjadi
terbangun dan kaget karena tidak dapat melihat
siapa pencurinya, akhirnya bisa mengetahui bahwa
pencurian itu ialah perbuatan dari Dewi Magi. Selain
itu, Dewi Magi berhasil ditangkap dan terluka parah, akan tetapi dapat
meloloskan diri karena dibiarkan oleh guru Jaka Sembung. Dewi Magi yang sedang
terluka parah menemui gurunya di suatu hutan dan berhasil menyembuhkan lukanya
serta melakukan adegan dewasa bersama gurunya dengan penuh nafsu.
Setelah
sembuh dari luka parahnya dan
bercumbu dengan gurunya, Dewi Magi meminta
bantuan gurunya untuk menangkap Kinong yang merupakan adik dari Si Buta, untuk
mendapatkan dua umpan sekaligus,
Jaka Sembung dan Si Buta. Dewi Magi adalah pemimpin sebuah perguruan wanita
liar yang haus akan seks dan semua anggotanya menyimpan dendam pada kaum
laki-laki. Mereka gemar menculik laki-laki untuk dijadikan pemuas nafsu birahi dan digilir sebelum
dilempar ke sebuah sumur maut yang berisi ular berbisa.
Demikian juga rencana dari Dewi Magi untuk nasib Kinong yang digantung di atas
sumur maut tersebut sebagai umpan. Kemudian, Jaka yang datang seorang diri tidak bisa berbuat
apa-apa melihat adiknya yang sangat disayang Kinong berada diatas sumur maut
berisikan ular berbisa, karena sekali Jaka melangkah untuk melawan akan dipotong
tali yang mengikat agar terjatuh di sumur maut. Tetapi kedatangan guru Jaka dan
Si Buta bersama teman-temannya berhasil membantu Jaka dalam menyelamatkan
Kinong. Saat suasana menjadi kacau dan Dewi Magi bersama murid-muridnya
kewalahan menghadapi Jaka Sembung dan Si Buta bersama teman-temannya, hingga ia
memutuskan untuk meminta bantuan gurunya dan Kapten De Mandes.
Kemudian,
setalah kedatangan guru Dewi Magi dan terjadilah pertarungan sengit ternyata
mampu mengalahkan Jaka Sembung dan gurunya. Setelah itu, datanglah
pasukan Kompeni yang dipimpin Kapten
De Mandes dan Dewi Magi juga ikut menembaki mereka. Saat itulah muncul pendekar
Bajing Ireng yang kemudian membantu Jaka Sembung dan Si Buta. Kedatangan pendekar
Bajing Ireng mampu membuat pasukan Kompeni yang
dipimpin Kapten De Mandes kalang kabut, tetapi ditengah pertarungan Bajing
Ireng tertembak oleh salah satu pasukan Kompeni.
Sementara itu, Kapten
De Mandes tinggal seorang
karena pasukanya telah kalah di medan pertempuran dan
memanfaatkan kekacauan ini untuk membunuh semua musuhnya dengan sekali tepuk termasuk guru Dewi Magi. Setelah
itu, Kapten De Mandes kemudian mengarahkan meriam penghancur ke arah Si Buta
dan kawan-kawannya. Dewi Magi yang mengetahui rencana licik tersebut dan
karena cintanya yang tulus pada
Si Buta, akhirnya tak di sangka Dewi Magi mengorbankan dirinya dengan
menerima peluru meriam penghancur tepat di perutnya. Dewi Magi akhirnya
tewas bersama dengan Kapten De Mandes oleh peluru meriam yang
di sulut Kapten De Mandes. Kesadaran Dewi Magi akan perbuatannya yang salah
telah ditebusnya walaupun terlambat. Dengan demikian Jaka Sembung, Si Buta, Ki
Sapu Angin, Kinong dan Bajing Ireng selamat untuk meneruskan perjuangan mereka
melawan para penjajah.
*) Mahasiswa
Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan sedang menjabat sebagai Wakil
Ketua Himpunan Program Prodi Sosiologi Agama serta aktif di komunitas Lensa
Tidak ada komentar