Vaksin Menyebabkan Jatuh Cinta, Fvksin?
Oleh: IndraAndriato
“Siapa bilang vaksin menyebabkan kematian, kejang-kejang,
berbusa, dan hal tidak wajar yang dialami oleh tubuh setelah disuntik cairan
vaksin. Kalau boleh jujur, saya lebih takut jarum suntiknya yang bikin
nyutnyutan dan pemberitaan gawat di media sosial terkait efek vaksin daripada ketakutan
pada vaksin itu sendiri. Ayo vaksin kawan, dan selamat jatuh cinta untuk
keselamatan bersama dan keselamatannya” - merawatingat
Sebelum masuk pada inti pesan tulisan, ada
baiknya pembaca terlebih dahulu memahami pengantar yang sedang kalian baca dimulai
dari paragraf ini. Setiap manusia pasti memiliki rasa cemas dan khawatir sebab
manusia memang diberikan kesanggupan akan hal itu. Namun, apakah hidup dalam kecemasan
dan kekhawatiran merupakan hal yang baik bagi kesehatan akal dan fisik seorang manusia?
Tentu tidak, justru rasa cemas dan khawatir berlebih merupakan hal yang perlu
kita hindari karena penyakit yang sebenarnya membuat orang sakit justru
disebabkan oleh pikiran dan ketakutan-ketakutan berlebih yang di dalam pikiran
manusia. Di dalam tulisan ini akan
sedikit banyak membahas tentang vaksin sebagai sebuah solusi untuk besarnya
kasus positif Covid-19 karena
beberapa diantara kita mengalami kecemasan dan kekhawatiran terkait adanya
wajib vaksin. Perlu saya tegaskan bahwa judul di atas bukan maksud untuk
mendiskreditkan vaksin ataupun mengajak setiap orang untuk tidak melakukan
vaksin apalagi niat hati ingin mem-propaganda masyarakat agar tidak patuh pada
himbauan pemerintah terkait kewajiban vaksinasi. Tujuan vaksin mengacu pada mengurangi
dampak pandemi Covid-19 menuju
keselamatan bangsa Indonesia, karena perjalanan panjang bangsa Indonesia
menghadapi pandemi sejak tahun lalu masih pada tahap transisi, jadi wajar jika
persentase orang yang terjangkit Covid-19
jumlahnya naik turun. Karena negara manapun di dunia internasional dalam
penanganannya juga dalam fase tahapan transisi, karena Pandemi Covid-19 masih terbilang baru yang baru
muncul di abad dua puluh.
Lantas apa itu Fvksin, Definisi Vaksin dan Fvksin
(seperti tulisan pada judul) adalah dua pengertian yang berbeda. Maka tidak
dianjurkan jika pembaca hanya memaknai judul tanpa terlebih dahulu membaca
tulisan ini secara keseluruhan. Pasti pembaca akan bertanya apa sih Fvksin? Jika pembaca mengenal vaksin
seperti pada umumnya bahwa dalam vaksin terdapat zat atau senyawa yang
berfungsi untuk membentuk kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit. Vaksin
terdiri dari banyak jenis dan kandungan, masing-masing vaksin dapat memberikan penggunanya perlindungan
terhadap berbagai penyakit yang berbahaya. Vaksin mengandung bakteri, racun, atau virus
penyebab penyakit yang telah dilemahkan atau sudah dimatikan. Saat dimasukkan
ke dalam tubuh seseorang, vaksin akan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk
memproduksi antibodi. Proses pembentukan antibodi inilah yang disebut imunisasi.
Seperti apa yang sudah dijelaskan oleh Kementerian Kesehatan untuk definisi
vaksin. Sedangkan Fvksin adalah
sejenis berita-berita bohong (hoax) yang dikeluarkan oleh media dengan tujuan menimbulkan
huru-hara, carut-marut, kegaduhan, anomali negatif, dan bahkan puncaknya bisa
mengancam kestabilan dalam kehidupan bernegara karena berita bohong
perngaruhnya sangat besar bagi kesadaran kita sebagai bangsa yang menjunjung
tinggi nilai-nilai kebersamaan bersama. Fvksin
juga serupa vaksin namun komponen unsurnya berbeda. Didalam Fvksin terdapat bakteri, virus, dan
racun yang belum dinetralisir namun bentuknya bukan dalam bentuk cairan atau
segala bentuk dalam pengertian medis yang disuntikkan pada tubuh, tetapi Fvksin dalam bentuk berita-berita media yang
ketika dibaca menimbulkan ketakutan, rasa khawatir berlebih, cemas yang terlalu
hingga sugesti yang mengganggu dan aneh-aneh. Apalagi jika Fvksin ditelan mentah-mentah tanpa filter kebijaksanaan (menggunakan
akal sehat dari pengetahuan yang kita punya).
Setiap masyarakat berhak menolak untuk di
vaksin dengan alasan tertentu dan juga dengan cara yang baik. Jangan sampai di-Lebaykan terkait dengan pengertian,
tujuan dan dampak yang akan terjadi pada manfaat vaksin itu sendiri. Setiap
individu yang tinggal di negara merdeka pun boleh mempertanyakan kebijakan
terkait vaksin namun jangan sampaikan keluar dari subtansi yang sebenarnya
apalagi sampai membesar-membesarkan dampak negatif dari vaksin yang hanya akan
meracuni psikis publik dan menyebabkan sakitnya pikiran dan fisik (kepikiran).
Kita bisa lihat secara keseluruhan di
beberapa media online maupun yang cetak betapa getolnya pemberitaan dampak
vaksin pada seseorang yang mengalami kejang-kejang bahkan ada yang meninggal
dunia. Yang perlu kita telaah kembali, berapa banyak orang meninggal sehabis divaksin?
Dan seberapa banyak orang yang tidak mengalami gejala kejang-kejang dan
kematian setelah di vaksin? Semisal yang mengalami kematian setelah vaksin ada
tiga orang, ntah kematian tersebut
disebabkan oleh vaksin atau penyakit yang diderita sebelumnya atau sudah takdir
ajalnya sedang menghampiri. Hal itu sangat jarang dinalarkan secara akal sehat
oleh pembaca awam yang kurang hati-hati menyerap informasi hingga mengakibatkan
rasa cemas sehabis membacanya. Disisi lain media menggiring opini publik seakan-akan
vaksin menyebabkan kematian dengan polesan judul dan tagline yang menarik untuk
dibaca. Biasanya judul yang marak dibuat berbunyi begini “Seorang warga di desa X meninggal setelah di Vaksin” sebagian
orang yang tidak bisa mencerna informasi dengan pengetahuan tentunya akan
menyimpulkan bahwa Vaksin menyebabkan kematian seseorang, bagi yang membaca
dengan mengenal pengetahuan ia akan cenderung menggunakan alat analisisnya sebelum
menyimpulkan. Ingat kata “setelah” pada
judul artinya seseorang meninggal sehabis melakukan vaksin, jika kalian baca
dengan memaknai didalam setiap berita tidak menjelaskan secara utuh terkait
kinerja vaksin sampai bisa membunuh. Dan satu lagi, jangan suka menyimpulkan sesuatu
dengan responden berskala kecil kemudian mengambil suatu langkah keputusan dan
tindakan. Logika sederhananya, seseorang perempuan menjalin hubungan asmara
dengan seorang laki-laki kemudian putus karena laki-lakinya selingkuh, dilain
momen si perempuan menjalin kembali dengan laki-laki yang berbeda tapi akhirnya
putus juga karena si laki-laki sudah bosan menjalin hubungannya. Kemudian
perempuan tersebut mengalami prustasi karena selalu gagal kemudian menyimpulkan
bahwa semua laki-laki sama saja (sama-sama brengsek, misalnya), bayangkan ada
ribuan juta laki-laki yang dia anggap sifatnya sama dengan mantannya (suka
gagalin hubungan yang sudah serius),
padahal tidak semua laki-laki begitu. Sama halnya dengan vaksin, hanya saja
habis di vaksin dia meninggal dunia karena sudah waktunya atau memang dia tidak
mengikuti saran dokter untuk perlakuaan setelah vaksin, jadinya mengalami hal
demikian. Jika benar begitu bukan karena
vaksinnya tetapi karena kecerobohan manusia. Saya sudah dua kali menjalani
vaksin, sebelum proses itu berlangsung saya terlebih dulu ditanya terkait
riwayat penyakit dan juga terkait konsumsi obat-obat tertentu dalam jangka
panjang sekaligus beberapa instrumen pertanyaan yang perlu dijawab sebelum di
vaksin, jika sudah maka tinggal menunggu informasi lanjutan apakah layak di
vaksin atau tidak. Secara subjektif hal tersebut sudah maksimal dalam
penanganan Covid-19 sekarang yang menjadi masalah adalah kesadaran dari setiap
diri.
Ada banyak orang yang setalah vaksin tetapi
tidak mengalami kejang-kejang dan kematian, atau hal buruk lainnya sekalipun
efek vaksin macam-macam tapi tidak se-lebay
media-media cari sensasi yang menimbulkan keragu-raguan. Justru saya habis Vaksin
itu mengalami beberapa gejala berbeda, dan sampai hari ini berjalan di hari
ketiga dengan gejala yang berbeda-beda. Dihari pertama saya merasakan suatu
efek kekaguman, ntah mengapa selepas saya pulang dari tempat vaksin di salah
satu tempat di Kuta, tiba timbul rasa jatuh cinta. Silahkan baca prosa bukan
prosa yang saya tulis semoga dapat menguatkan kepercayaan pembaca untuk segera
di vaksin. Ayo vaksin, tolak fvksin.
Jangan terlalu seriuss ahh…
Prosa: Vaksin Menyebabkan Jatuh Cinta
“Alasan tak berdaya dalam ekspresi cinta”- Jalaluddin Rumi
Aku
bingung memulai kalimat ini dari mana, tau sendiri kan? Menjelaskan cinta itu
tidak segampang menjelaskan satu tambah satu sama dengan dua (1+1=2) betapa cinta itu kompleks dan
absurd apalagi untuk dilogikakan dengan segenap tetek bengek rasionalitasnya,
sekali lagi tak segampang itu wahai
pembaca yang budiman. Namun jangan kecewa, saya akan tetap berusaha dengan segenap
tujuan baik menceritakan pengalaman ini. Kita mulai dengan kaki yang melangkah
ketika pagi itu datang, aku datang ke sekolah dengan kesepakatan dengan
beberapa rekan kerja untuk melakukan vaksin dengan surat pengantar dari sekolah
tampat dimana saya mengajar, karena malam hari sebelumnya kita telah terlebih
dahulu sepakat untuk datang lebih pagi kesekolah dalam rangka berangkat bersama-sama
ke tempat pelaksanaan vaksin yang diselenggarakan oleh Diskes setempat. Bisa
dibilang itu rekor pribadi pertama saya di tahun 2021 bahwa saya orang yang
bisa datang lebih pagi tanpa identik dengan kata terlambat dan tepat jam 07.00
kita segera berangkat ke tempat vaksinasi yang terletak di pusat mall dan hotel.
Seperti pelaksanaan pada umumnya terjadi suatu antrean yang mengharuskanku
menunggu giliran, akupun menunggu dengan menenangkan pikiran dan mental (karena
aku takut suntikan). Namun vaksin bukanlah hal yang perlu kita ruwetkan ataupun
suatu momok masalah, yang terpenting saya mendapatkan vaksin dengan tujuan
memutus penyebaran virus yang lagi booming
saat ini (covid-19), tujuan yang kedua sebagai bentuk kepatuhan saya
sebagai warga negara untuk menjunjung tinggi keselamatan bersama apalagi
kapasitasku sebagai seorang pendidik, setidaknya bisa memberikan contoh yang baik
dibalik tupoksiku sebagai pengajar yang bisa dijadikan hal-hal untuk bisa
diteladani (meskipun sedikit). Sebelum suntik-menyuntik yang disebut
vaksinisasi terjadi, sengaja agar diri enggan dan tahan diri untuk membaca
berita-berita di media, bahkan hanya untuk sekedar mencari tahu tentang
persiapan vaksin akupun cenderung menutup diri sebab bukan manfaat vaksinnya
yang diberitakan tetapi tentang kematian akibat vaksin yang menjadi trending topic seperti kejang-kejang
akibat vaksin dan serupanya yang menjadi kesan negatif tentang pengertian
vaksin. Ada hal menarik dari sekedar vaksin dan gejalanya, aku lebih suka menyempatkan
diri membaca buku Raditya Dika daripada berita-berita yang menimbulkan suatu
ketakutan yang berlebih. Mobil medis pun tiba, artinya vaksin akan segara hidup
di sel-sel darahku untuk menangkal Covid-19.
Petugas kesehatan keluar dari mobil Diskes dengan membawa peralatan medis dalam
penanganan peserta vaksin, namun disatu sisi sorot mataku nggak bisa teralih dan mulai terjangkit gemulainya lambaian tangan dan
matanya yang bulat bak rembulan aduhai syahdu bukan main ya Tuhan, dan ini
benar-benar seorang perempuan yang menawan. Salah satu petugas kesehatan datang
dengan bulu mata yang indah, kulitnya yang bening dan segenap kemurahan hati
serta tentang haluku pada senyumnya yang terhalang (senyumnya terhalang oleh
masker bewarna putih yang dia pakai untuk menutupi jantung dan hatinya) dan aku
mulampaui halusinasi dalam bayang-bayang. Astaga,
ini momentum penting bagi laki-laki kurang ajar dengan sagala kegenitannya segenap
kesanggupannya untuk jatuh hati sebelum mengenal dirinya bahkan namanya saja
belum tahu. Tapi ini suatu hal yang wajar (namun jangan keseringan, bahaya),
kamu tau apa yang kualami sebenarnya sudah dijelaskan oleh komedian yang
sekaligus penulis kreatif sebelum aku berada di posisi ini, dia bilang begini: Cara dia ngelihat cinta akan berbeda semenjak patah hati itu. Aku ini habis patah hati, dengan segenap
tenaga dan pikiran melupakan asmara yang telah sirna dan aku yakin yang sirna
akan terganti dengan hal yang baru dan yang lebih berarti. Hari ini Tuhan
lagi-lagi memberikan makna senada dengan lagu Banda Neira kalau ngga salah begini liriknya:
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti. Yang hancur lebur akan terobati. Yang sia-sia akan jadi makna. Yang terus berulang suatu saat henti. Yang pernah jatuh 'kan berdiri lagi. Yang patah tumbuh, yang hilang berganti”.
Seakan-akan dia adalah ganti dari apa yang
telah hilang dan telah sirna. Sejenak aku buang pikiran tegangku menyambut
vaksin ini. Aku lupa akan gejala vaksin dan segala carut-marut tentang
tanggapan nitijen akibat pemberitaan Hoax itu. Yang jelas, aku sedang mengalami
gejala sebelum vaksin itu mengidap di tubuh ini. Setelah sekian menit
mengantre, tiba giliranku di hadapannya, dan dialog pun terjadi, apa anda
pernah memiliki riwayat sakit ? ujarnya sambil menatap mata beberapa detik
dalam pertanyaannya, dan lalu aku menjawab dengan kalimat agak-agak “Ada mbak, saya sakit hati dan kecewa pada
masa lalu”, sontak dia kembali menjawab “serius,
saya bertanya mas” lalu kemudian saya kembali menanggapi kalimatnya “Aku serius mbak, tapi tau nggak? Bahwa yang
serius terkadang tidak bisa menyelesaikan masalah” lalu kemudian dia
tertawa dan kembali menanggapi “benar
juga mas, itu gak salah. Kalimatnya keren. Langsung vaksin saja ya, mas sehat
cuma sakit hati pada masa lalu saja” kembali saya menjawabnya “silahkan
mbak. suntik saja, saya tidak lagi merasakan sakit hati pada masa lalu karena
masa depan dihadapan saya”. Skip saja dialog yang terjadi diantara aku dan
dirinya. Vaksin pun berlangsung dan malam harinya memang sedikit merasakan
lelah dan banyak mengeluarkan keringat namun setelah itu tidak lagi ada masalah
serius yang menimpa tubuh saya, yang terjadi justru nilai-nilai cinta itu mulai
ada. Pertama saya cinta pada keselamatan bersama, kedua saya cinta pada petugas
kesehatan yang sepenuh hati berjibaku membantu masyarakat untuk melakukan
vaksin. Perlu digaris bawahi, konteks ini bukan tentang cinta untuk saling
memiliki ya, sebab itu beda definisi. Jadi secara kesimpulan vaksin tidak
menyebabkan kematian, buktinya saya baik-baik saja seperti kebanyakan orang
pada umumnya yang melakukan vaksin. Justru
berita bohong terkait efek samping vaksin yang menyebabkan kematian justru itu
yang menyebabkan penyakit berbahaya yang sebenarnya. Pertanyaannya begini,
Benarkah pikiran menyebabkan penyakit? Dikutip dari Halodoc, bahwa pikiran bisa
mempengaruhi kondisi tubuh yang menyebkan penyakit. Pikiran seseorang bisa
menyebabkan munculnya gejala atau perubahan fisik pada tubuhnya gambaran
sederhana dari kondisi ini adalah saat seseorang merasa sangat takut dan
tertekan, ketika hal itu terjadi maka seseorang akan mengalami gejala berupa
detak jantung menjadi cepat, mual hingga muntah, sakit kepala, sakit perut,
hingga nyeri otot. Kondisi-kondisi tersebut adalah penyakit fisik yang
disebabkan oleh pikiran. Jadi, hati-hati dalam membaca berita terkait efek
samping vaksin yang terlalu di dramatisir karena kepentingan yang justru jika
hoax ditanggapi serius hal tersebutlah yang menyebabkan penyakit pada diri
kita. Vaksin itu sehat, yang bahaya itu Fvksin (berita bohong) yang hanya
akan merusak segalanya.
Tidak ada komentar