DPRD Menggonggong, Pak Karna: Ngutang PEN Jalan Terus
Oleh Fata Poejangga*
Media
sosial akhirnya jadi tempat yang tak terbatas untuk ngapain saja. Mulai dari
pamer-pamer harta, pencapaian karir, foto mesrah bersama pasangan, hingga
tawuran online. Nah khusus yang terakhir sepertinya banyak orang suka
belakangan ini.
Saya
menyimak tawuran online di beberapa grup facebook. Salah satu grup facebook
sedang panas-panasnya menyajikan pro kontra seputar pinjaman dana Pemulihan
Ekonomi Nasional (PEN).
Nah
kira-kira sudah paham secara keseluruhan gak nih, warganet Situbondo
tentang alur pinjaman dana PEN? Saya ingin mengulas sedikit dari hasil tontonan
saya di channel Youtube DitjenKP Kemenkeu RI, yang berjudul Bimbingan Teknis
Level eksekutif bla bla bla itu. Adanya pinjaman dana PEN dilatarbelakangi
pertumbuhan ekonomi nasional yang minus, disebabkan Covid-19. Tentu, kejenuhan ekonom juga dialami
pemerintah daerah. Maka dari itu, pemerintah pusat memberikan pinjaman dana.
Sumber
pinjaman dana PEN ini ada dua, pertama bersumber dari APBN 10T, penyaluraannya
melalui PT SMI. Kedua bersumber dari PT SMI itu sendiri sebesar 5T. Pinjaman
ini ada dua jenis, satu untuk infrastruktur, kedua untuk pemulihan kesehatan,
sosial, bahkan bisa untuk sektor UMKM.
Selebihnya tonton sendiri channel yang saya sebutkan di atas.
Nah, akhirnya Bupati mengajukan pinjaman dana PEN tersebut.
Kenapa harus ribut-ribut?
Dari
sini keributan warganet muncul. Apa-apaan Bupati nih, kok seenaknya
sendiri pinjam-pinjam uang, hanya membebankan masyarakat tuh, katanya. Di sisi
lain ada pembelaan. Makin jadi keributan setelah ada pernyataan dari dewan-dewan
wakil rakyat tuh. Pak Tolak Atin yang statusnya sebagai anggota di kursi
kehormatan DPRD Situbondo, berkomentar Bupati kok gak pernah bahas ini dengan
DPR sih? DPR hanya dijadikan stempel dan hahihu-hahihu lainnya.
Selepas
munculnya pernyataan itu, muncul lagi dari pimpinan yang statusnya sebagai
wakil DPRD Situbondo, yang justru mendukung pemerintah. Kedua perwakilan rakyat
tadi, yang mempersoalkan dari fraksi PKB, sedangkan yang mendukung dari fraksi
PPP. Jadi begini, satu sisi PKB berada di luar penguasa, sedangkan PPP berada
di pihak penguasa setelah memenangkan kontestasi Pilkada tahun lalu.
Saya
pikir, Pak Tolak Atin tidak perlu cubit-cubitan, dengan maksud agar sedikit ada
kegaduhan, apalagi bawa-bawa slogan ‘demi rakyat’. Kelihatan setengah-setengah
penolakannya. Begitupun Pak Abdurrahman, hilangkan kepentingan kelompok dulu.
Jangan mentang-mentang partai bapak di pihak kekuasaan, lantas tidak mau
memberikan kritik, kalau begitu kan hilang prinsip legislasi yang disebut Checks
and Balance itu.
Lagi-lagi
muncul pernyataan baru-baru ini dari Pinpinan tertingginya DPRD Situbondo,
Sebut saja mas Edy-dari Fraksi PKB itu, mempertegas apa yang disampaikan Bapak
Tolak, anggotanya, adalah benar. Intinya menolak pinjaman dana PEN dan menunggu
Bupati membicarakannya dengan DPRD secara resmi. Makin bingung kan?
Apa
iya anggota dan pimpinan dewan ker-sokeran (tidak pernah saling sapa) di
Gedung yang cukup megah itu? Enggak mungkin kan?
Jadi
ingat Gus Dur nih, dewan-dewan ini tak ubahnya taman kanak-kanak, betul!
Katanya membawa misi kepentingan yang sama. Kalau ribu-ribut sesama dewan wakil
rakyat, lah kepentingannya untuk siapa? wakil rakyat, harusnya tidak memberikan
pesan politik yang membingungkan, kabur, ambigu, sehingga terkesan sama-sama
mempunyai sarat kepentingan pribadi atau sekelompok kecil, baik dari pihak yang
menolak, atau dari pihak yang mendukung. Ya jelas!
Opsional Pak
Bupati!
Kembali
lagi ke atas, soal pinjaman. Apa yang salah dari pinjaman dana PEN oleh Bupati?
Saya pikir Bupati sudah mengambil langkah yang benar, tapi bukan kebenaran yang
absolut. Karena bukan kebenaran yang absolut, maka sah-sah saja warganet menyalahkan,
hehehe.
Memang
betul, Bupati tidak salah total dalam peminjajaman dana PEN daerah. Bupati
hanya berusaha merespon positif adanya kesempatan yang diberikan pemerintah
pusat, terlepas ada desain kebijakan di balik program pinjaman dana PEN
tersebut.
Bapak
Bupati, kita satu frekuensi! Karena ketika terjadi kejenuhan ekonomi seperti
hari ini, sudah sepantasnya, pemerintah hadir memberikan solusi. Akan tetapi,
pinjaman dana PEN lebih tepat, jika difokuskan pada pemulihan kesehatan. Sebab
terjadinya krisis ekonomi ini merupakan dampak dari krisis kesehatan yang tidak
bisa kita prediksi sebelumnya.
Begini,
Pak Bupati, berkaitan dengan rencana mengalokasikan pinjaman dana PEN terhadap
pembangunan infrastruktur, itu artinya, pemerintah melakukan investasi jangka panjang.
Dimana invetasi yang dilakukan hari ini, harapannya mendapatkan laba di masa
depan. Betul?! Tentu pemerintah akan menggunakan pinjajaman dana ini
untuk membeli barang dari sektor swasta. Kemudian dalam proses pembangunan
sarana-prasarana, membutuhkan tenaga kerja. Nah, di sini terjadinya
penyerapan tenaga kerja. Betul gak?!
Kalau
pinjaman dana PEN dialokasikan untuk perbaikan jalan-jalan desa, irigasi dan
lain semacamnya, pastinya akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian
desa; misal dengan adanya akses lalu lintas yang baik, masyarakat dapat melakukan
pertukaran barang dan jasa, atau irigasi yang membantu kesejahteraan para
petani, tepatnya tuan tanah deh.
Tapi
jalannya yang bagus ya pak! Lebih-lebih di desa saya pak, dibuat sekarang tahun
depan sudah hancur. Lawong aspalnya satu cebok, pasirnya satu truck, Pak.
Akan
tetapi Pak, meskipun telah melakukan pembangunan infrastruktur, laba yang
diharapkan masih jauh dari hari ini. Apalagi kita tidak bisa memprediksi, kapan
covid-19 akan berakhir, yang menyebabkan kegiatan masyarakat tetap dibatasi, bagaimana
ekonomi akan pulih? ‘Di luar prediksi politisi itu!’ Sedangkan satu sisi,
pemerintah daerah mempunyai tanggungan hutang sekaligus bunganya. Gimana tuh?
Menurut
saya sih di tengah pandemi ini, pemerintah harus mengutamakan pemulihan
kesehatan. Karena krisis kesehatan ini yang menyebabkan semuanya terpuruk;
pekerja sektor formal pendapatan bulanan melorot karena adanya pengurangan
pemasukan dari uang lembur dan bonus, kemudian sektor UMKM, mengalami penurunan
pendapatan didorong oleh melemahnya tren transaksi penjualan, bisa juga
pendapatannya tidak pasti.
Nah,
Itu saya alami sendiri Pak, “Es Boba
Brand Melawan Kenangan”, sudah tutup gara-gara PPKM. Karena pengeluaran
lebih besar dari pendapatan. Gak ada yang beli, gara-gara santri gak bisa keluar.
Sedangkan
pekerja tidak tetap lainnya, seperti buruh tidak tetap. Gimana nasibnya, Pak?
Saya
pikir, kalau pinjaman tersebut dipenuhi oleh pemerintah pusat, usahakan dana
tersebut dialihkan pada sektor kesehatan. Fakta di lapangan banyak masyarakat meninggal pada saat isolasi
mandiri, hal ini menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan masih belum maksimal,
juga sarana dan prasarana kesehatan masyarakat belum terpenuhi.
Oleh
karena itu, sangat tepat jika pemerintah hadir untuk memulihkan krisis
kesehatan ini. Sehingga, ketika krisis kesehatan dapat diatasi, tentu
masyarakat dapat melakukan aktivitas perekonomiannya lagi. Bekerja, hasil
bekerja dibelanjakan, sehingga penjual mendapatkan laba dari barang yang
dijualnya. Para pengusaha dapat memenuhi pajaknya dan pajak dapat menopang
ekonomi masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan, pajak didistribusikan baik
dalam bentuk padat atau cair kepada masyarakat miskin. Nah sirkulasi seperti itu yang diharapkan.
Kalau pembangunan infrastruktur dampak ekonominya tidak dirasakan perindividu,
Pak!
Seraya
memperbaiki pemulihan sektor kesehatan, pemerintah dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi di sektor UMKM. Sehingga para pelaku usaha bisa memperoleh pendapatan
yang stabil.
Sumbangkan
saja dananya ke saya pak. Biar usaha Es Boba Melawan Kenangan, tidak hanya
menjadi kenangan! Kalau bapak salah
mengambil kebijakan. Masyarakat lebih memilih melupakan bapak, daripada
melupakan mantannya, loh!
Warganet
tenang dong!
___________
*) Penulis buku Melawan Kenangan.
Mantap, Bung. Tulisannya sangat moderat. Tetap semangat dan salam sehat 🙏
BalasHapus