Analisis dan Lirik Lagu Kala Benyak: Waktu yang Tepat untuk Bersedih
Pertama
kali mendengar lagu ini pada acara pernikahan (parlo) di desa saya di akhir
tahun 2022. Waktu itu, saya tidak tahu judulnya. Saya juga tidak fokus
menikmati lagu karena sedang bertugas sebagai juru tulis keter.
Tapi saya tahu bahwa lagu tersebut merupakan lagu adaptasi dari lagu India, Hum
To Dil Se Haare, ost film Josh (2020). Jauh sebelumnya, lagu India tersebut
pernah diadaptasi ke lagu dangdut Madura yang berjudul “ancor-ancor”,
pernah populer pada masanya.
Di awal tahun 2023, saya mendengar lagu ini lagi, kali ini istri yang tak sengaja menyimak video lagu tersebut dari hasil jelajah media sosial. Saya penasaran, akhirnya berkunjung ke youtube untuk mencari tahu dan menikmati lagu tersebut lengkap dengan video klip yang ada di kanal Mutiara ND. Vocal: Fariez Meonk. Lirik: Anas Vikry dan Mutiara ND. Salam hormat, menjura.
Oleh:
Moh. Imron
Mengapa
orang Madura tidak bosan mengadaptasi lagu India lawas?
Mungkin
sekitaran tahun 2000-an adalah masa keemasan film dan lagu-lagu India di
Indonesia. Di tahun itu saya masih kanak, masih sering nonton TV di tetangga.
Orang-orang di desa saya kala itu masih jarang memiliki TV dan sampai juga pada
zaman VCD. Tuan rumah sering menyuguhkan video klip lagu-lagu India yang mempunya
ciri khas yaitu Ketika bernyanyi sembari menari bersama kru tari. Selain video
klip India, alternatif hiburan lainnya kala itu ialah lagu video klip dangdut Madura,
film India, film Indonesia, ketoprak Rukun Sejati, Rukun Famili hingga lawak Martono.
Maka dari itu, lagu-lagu India sampai sekarang tetap membekas diingatan, seolah
tertanam sejak kecil dan mendarah daging.
Dalam
buku Dangdut Madura Situbondoan karya Mas Jaya menyebutkan bahwa salah
satu faktor maraknya film dan lagu India tak lepas dari politik Soekarno yang
anti terhadap imprealisme barat. Hal tersebut ikut menyuburkan film India dan Arab.
Lagu-lagu dan film india Sebagian besar menjadi inspirasi dan referensi terhadap
berkembangnya lagu dangdut Madura. Puncaknya tahun 2000an.
Beberapa
lagu yang mengadaptasi lagu-lagu India Bâto
Karang, Asapo’ Robâna Dhika, Pegghâ’
Tarèsna, Cia-cia, San-misan, Loka ta’ Adâra
hingga akhir-akhir ini, Kala Bânya’.
Namun tidak semua lagu-lagu dangdut Madura merupakan adaptasi ada beberapa yang
original seperti sello’ soca mèra, ta’ nyangka, lè’marni, dan yang
terbaru dalam kanal youtube Mutiara MD selain adaptasi juga menciptakan
lagu-lagu madura original.
Ketika
teknologi semakin canggih, semua orang punya smartphone, akses internet
sudah tidak terbatas. Sudah banyak media sosial dan game membuat pilihan
hiburan semakin banyak. Saya sudah jarang mengikuti film dan trend lagu-lagu
dan film India. Ya, mungkin ada satu atau dua film yang membekas, film Aashiqu
2 (2014), kala itu saya masih bekerja sebagai operator warnet. Jadi, jika sampai saat ini masih ada yang
mengadaptasi lagu-lagu India lawas tahun 2000-an. Kemungkinan besar ia
kelahiran 1980-1990-an.
Waktu
yang Tepat untuk Bersedih
Nèser
dâ’
dhika padâna apajung bâkto
ojhân
Pagghun
bâcca
karna nyapcap aèng sè
atampessân
Padâna
bân
tarèsnana dhika se ta’ ongghuân
bulâ
sè
rep-arebbhân
Sayang
padamu seperti berpayung di waktu hujan
Tetap
basah karena terkena percikan air
Sama
seperti cintamu yang pura-pura (tidak sungguhan)
Aku
yang banyak berharap.
Pada
lirik lagu ini diawali dengan kalimat majas tentang payung, meskipun sudah
dijelaskan di bait ketiga dan keempat, saya masih kebingungan dengan maksudnya.
Hanya saja saya teringat saat me-layout buku karya seorang kawan, saya
sempat melihat sampul bukunya bergambar sebuah payung.
“Mengapa
sampulnya ada gambar payung?”
“Saya
pernah seperti payung, Mas. Dibutuhkan saat hujan.”
Saya
tidak banyak bertanya lagi, karena saat me-layout bukunya kadang baca
isinya, jadi saya sedikit paham.
Nyiksa
atè nyiksa
Mun
ènga’
dâ’
dhika
Tersiksa
hati tersiksa,
kalau
ingat padamu
Di
awal video klip kita akan disuguhkan dengan sebuah rumah di sebuah desa, adegan
dua orang laki-laki dan perempuan sedang bercanda di bawah guyuran hujan. Kemudian
pada detik ke 0.18 – 0.24 adalah inti dari lagu ini. Konon, hujan mampu
membasuh luka-luka yang tak berdarah. Digambarkan seorang lelaki sedang
menyendiri di kehujanan. Lelaki itu merasa sedih, hatinya tersiksa. Ia ingat pada
seseorang yang dicintai. Di saat menyendiri, lelaki tersebut dihampiri fragmen kenangan
yang menghadirkan kisah kebersamaan bersama orang yang dicintai kemudian pergi.
Kenangan lelaki tersebut ditampilkan di video klip mulai detik ke 0.24 – menit
ke 4.55.
Saporana bulâ sè ta’ bisa mabhunga dhika
Dâ’ ka dhika bulâ coma andi’ tarèsna
Tapè macemma dhika ta’ padâ kalabân bulâ
Trèsna dhika ta’ padâ
Maafkan
aku yang tidak bisa membahagiakanmu
Padamu,
aku hanya punya cinta
Tapi
orang sepertimu gak sama sepertiku
Cinta
kita berbeda
Di
bait ini, lelaki itu merasa bersalah. Ia meminta maaf tidak bisa membahagiakan
sosok yang dicintainya. Ia hanya punya cinta. Lelaki itu tetap berusaha,
bekerja keras untuk memberikan yang terbaik. Akan tetapi semua yang dilakukan
tidaklah cukup. Ia merasa perempuan yang dicintainya berbeda. Tidak sesuai yang
ia harapkan.
Mun
kèng dhunnya sè dhâddhi bândhingnga
Saporana
bulâ kala bânnya’
Sadar
bulâ orèng biasa
Dâ’
patoddhâ asandhing bân dhika
Jujur
bulâ kala sakabbhina…
Jika
harta jadi perbandingan
Mohon
maaf, aku kalah banyak
Sadar
diri, orang bisa
Yang
tidak pantas bersanding denganmu
Jujur,
aku kalah semuanya
Di
bait ini dan video klip sudah jelas, perpisahan tidak bisa dipungkiri. Ekonomi
menjadi permasalahan ini. Mungkin kebutuhan si perempuan sangat banyak. Ia juga
ingin tampil cantik tentunya butuh makeup, perhiasan dan berbelanja busana.
Memasuki
menit ke 5.19, merupakan kelanjutan saat lelaki menyediri di tengah hujan di
awal tadi. Kemudian datang seorang perempuan yang membawa payung duduk di
samping lelaki itu setelah itu kita harus kembali pada awal video klip, mereka
sedang bercanda di bawah guyuran hujan.
Saya
meyakini bahwa banyak orang yang terwakili dengan lagu ini. Begitulah cinta,
kadang Tuhan mempertemukan dengan orang yang salah terlebih dahulu kemudian
dipertemukan dengan cinta sejatinya.
Kisah
lanjutannya masih dalam album Kala Benyak dengan judul lagu “Tambenah lokah”.
Dan sebuah kisah baru dimulai. []
TENTANG
PENULIS
Moh.
Imron, lahir dan tinggal di Situbondo. Layouter di Penerbit Bashish Publishing
Situbondo dan Penerbit Jagat Litera Malang. Penulis Buku Putri Tidur:
Kumpulan Cerpen dan Esai (2018).
Tidak ada komentar