Cerbung: Fikri dan Kisah-Kasih di Sekolah (Part 6)
Oleh: Fikri
Tubuhku
telungkup
kedinginan, samar-samar terdengar suara azan Subuh. Aku belum sepenuhnya sadar. Seolah mata menyuruhku untuk
melanjutkan tidur tapi hati memaksa untuk bangun. Aku bangun untuk menunaikan salat Subuh meskipun tubuh terasa berat
dan mata terasa
makin terpejam rapat. Aku tak mau kalah. Aku lawan rasa malas
sekuat tenaga dengan harapan hari ini berjalan lancar.
Hari ini adalah hari dimana aku akan mendaftar ke sekolah baru. Sekolah yang sudah aku tunggu selama tiga tahun. Aku hanya berharap ini akan menjadi pengalaman baru dan sebuah awal kenangan baru. Tling...tring...tling....
“Fikri, gimana udah siap
daftar?”Chat
Syahid.
“Iya
Hid, udah siap semua, bentar lagi aku
berangkat,” balasku.
“Nah, sip, nanti kalo udah naik
angkot bilang ya, angkotnya
seperti apa agar aku gak
salah naik, ”kata
Syahid.
“Iya
Hid, tenang,” jawabku.
Kita
sengaja tidak pakai sepeda motor karena letak sekolahnya dekat kota dan aku
belom punya SIM jadi agak khawatir jika pakai sepeda motor.
“Bu, Fikri berangkat ya.”
“Sarapan
dulu,
Nak.”
“Gak
perlu, Bu.
Masih
kenyang, nanti
aja beli roti di jalan. Kasihan Syahid lama nunggu,” balasku sembari ambil gelas dan
minum air putih.
“Berkasnya udah dicek, nggak ada yang ketinggalan kan?” tanya ibu.
“Udah
dicek, lengkap
semua. Fikri
jalan ya,
Bu.”
“Iya, Nak. Hati-hati jangan banyak
ngomong sama guru di sana,”nasehat ibu.
“iya, Bu. Assalamualikum,“salim ke Ibu.
“Waalaikumussalam.”
Sedikit
lama menunggu, akhirnya ada angkot yang lewat, karena aku males jelasin ke Syahid
angkot seperti apa. Sebelum
angkot itu berhenti aku foto dulu dan kirim ke Syahid, hahaha. Males jelaskan angkot
karena
hampir-hampir
sama.
“Oke, Fik yang warna biru ya? Aku udah nunggu di jalan,”balas Syahid.
“Iya, Hid. Warna biru, sabar ya, Hid. Bentar lagi sampai
sana,”kataku.
“Santai Fik, aku tunggu kok,”balasnya.
Tak
lama sampai di tempat Syahid dan seperti yang
kuduga dia udah nunggu di pinggir jalan. Dia naik dan duduk di sebelahku.
“Wih rapi banget kau Hid,” kataku.
“Iya
dong kali aja ada cewek cantik di sana, hahaha...,”candanya.
“Bisa
aja kamu Hid, eh berkas udah lengkap
belum?”.
“Udah, udah semua, tenang dah.”
“Yakin? dicek dulu dah!”
“Enggak
usah,
tenang
aja dah.”
“Oo..oke
dah.”
Setelah
beberapa menit akhirnya kita sampai di sekolah yang kita tuju. Wah, sekolahnya besar, ada satpam yang
kelihatan garang ternyata ramah. Ini pertama kalinya aku lihat sekolah yang
punya lantai dua atau bertingkat. Asli sekolahnya keren banget engak
seperti yang saya bayangkan dari rumah.
Setelah
kita tanya-tanya
di mana tempat daftarnya kita di arahkan ke belakang sekolah. Memang agak jauh dari
gerbang. Tapi aku suka karena aku bisa lihat sekolahnya lebih jauh.
Sesampainya di tempat pendaftaran ternyata baru beberapa orang yang datang karena kita memang pagi
datangnya.
“Assalamualikum,
Bu. Maaf boleh tanya, pendaftarannya di sini ya, Bu?” tanyaku kee salah satu
guru yang duduk di meja pendaftaran.
“Waalikumsalam, iya Nak di sini, kamu isi formulir
dulu ya. Berkas-berkasnya dibawak?”tanyanya.
“Iya, Bu. Saya bawak, tolong formulirnya dua ya, Bu. Untuk teman saya lagi
di belakang,”jawabku.
“Iya, Nak, ini diisi yang
benar ya!”sambil
memberi dua
map berisi formulir.
“terimakasih, Bu,”sembari mengambil map itu.
Akhirnya
kita cari tempat untuk isi formulirnya. Isinya enggak jauh-jauh dari biodata
sih. Hanya
nama, NIK, dll.
Setelah
selesai isi, aku keluarkan berkasnya dan aku gabung ke formulirnya. Si Syahid tiba tiba baru
kepikiran untuk nambah formulir juara kepramukaannya. Alhasil dia
harus telpon Mbaknya untuk mengantar piagam itu.
Setelah
itu kita pun mengumpulkannya, pertama aku kasih ke bapak guru di meja sebelah
yang ngasih formulir ternyata yang bapak ini melayani yang wanita dan yang
cowok ke ibu di sebelahnya.
“Ini Pak sudah diisi,”kataku.
Tanpa
sepatah kata aja bapak ini langsung ngarahkan tangannya ke sebelahnya. Aku reflek ke arah
ibu yang duduk di sebelahnya.
“Oo...iya Pak, maaf,”sahutku.
“Sini
Nak
formulirnya,”panggil
ibu guru.
“Bu
ini formulirku tapi mohon maaf piagam lombanya lupa saya bawa,”kata Syahid sambil ngasih
formulirnya.
“Gitu
ya Nak, gak papa nanti saya
simpan dulu ya, kalo
udah ada,
ke sini lagi,
“jawab Ibu
guru.
“Iya
Bu,
Mbak
saya sudah jalan, sebentar
lagi pasti sudah sampai.”balas Syahid.
Setelah
Syahid
aku pun mengumpulkan formulirnya ke ibu itu. Sambil memberikan
formulirnya aku salam ke ibu itu.
“Asaalamualikum, Bu ini formulirku
sudah diisi semua,”kataku.
“Waalaikumsalam
saya cek dulu ya,”jawab
ibu guru.
“Iya
Bu, saya
sudah sertakan sesuai yang di pendaftaran berkas-bekasnya lengkap
dengan nilai rapot,”jelasku.
“Iya sudah lengkap
semua,”balas
ibu guru setelah cek berkasnya.
“Terima kasih, Bu. Saya pamit,”kataku
“Iya
Nak, sama-sama,”jawab Ibu itu
Tak
lama ada cewek lewat di belakangku seperti bingung. Tangannya megang formulir, sepertinya dia mau
mengumpulkannya. Aku baru saja mau arahkan dia ke bapak yang tadi tiba-tiba si
bapak tadi panggil anak ini dan menyuruh dia ke arahnya
“Nak..mau
ngumpulkan formulir ya, sini
saya cekkan,”panggil
Bapak
guru tadi.
Eh..buset
bisa ngomong tuh bapak-bapak. Aku kira gak bisa, tadi aja cuma ngarahin tangan
aja ke aku kok ke perempuan gak sama sikapnya. Bukan cuma cara dia panggil anak itu tapi cara
ngomong pun
beda banget seperti ramah banget, padahal ke aku tidak seperti itu. Sebenarnya
aku pengen banget marah saat itu tapi inget pesan ibu untuk tidak banyak
ngomong, jadi
aku pendam amarahku.
“Fikri ayo, Mbakku sudah ada di
gerbang,”panggil
Syahid.
“Oh, iya Hid, ayo!”berjalan ke arah Syahid.
“Udah
tadi Hid
Mbaknya?”tanyaku.
“Nggak, baru aja sampek,”jawabnya.
“Oh gitu, ya udah, ayok,”balasku.
Setalah
kita ketemu Mbak
Syahid
dan ambil piagamnya kita balik lagi ke tempat pendaftaran dan ketemu dengan ibu
tadi. Dan tebak siapa yang suruh memberikan piagamnya? Yah, anda betul. Aku. Hem, senarnya aku males
tapi lihat Syahid
aku kasihan jadi setujui permintaannya.
“Maaf
Bu ganggu, saya mau memberikan piagam
teman saya yang tadi ketinggalan.”
“Owh, iya Nak, yang ini kan ya?”memberikan map Syahid
“Iya
Bu,
yang ini,”jawabku.
“Iya
sudah Nak
sini saya gabung,”balas
ibu guru.
“Terimakasih, Bu,” sembari memberikan piagam Syahid.
“Sama-sama Nak,”jawab ibu guru.
Setelah
berkas Syahid
selesai kita pun pulang bersama-sama. Dan Syahid tetap pulang
denganku naik angkot. Aku ceritakan yang tentang bapak-bapak tadi ke Syahid dan dia ketawa
karena
aku yang salah ngasih formulir ke orang. Tapi dari semua kejadian tadi aku
masih bersyukur karena semuanya lancar sampai selesai. Harapanku semoga aku
benar-benar
masuk di sekolah sana.
Tidak ada komentar