Olean Bersholawat: Pengajian Ramah Disabilitas
Oleh: Imam Sofyan
Malam itu, lantunan sholawat diiringi tabuhan hadrah menggema. Para jamaah dari semua kalangan disabilitas maupun non-disabilitas melebur menjadi satu. Olean Bersholawat, Marapet Ate, Masema’ de’ rosulullah adalah satu rangkaian pra event kegiatan Temu Inklusi Nasional 2023. Rangkaian pra event Temu Inklusi Nasional 2023 ini adalah rangkaian untuk pertama kalinya mengundang pengajian sholawat. Tentu sebagaimana yang diutarakan salah satu panitia Inklusi Nasional, Joni Yulianto bahwa tujuan dari kegiatan dua tahunan ini adalah kesetaraan bagi disabilitas. Setara dalam sekolah, setara dalam pekerjaan, dan setara dalam kehidupan bermasyarakat. Tentu penulis mengapresiasi sebesar-besarnya terhadap pelaksanaan panitia Temu Inklusi Nasional 2023 mengundang pengajian sholawat. Karena apapun perjuangan, segigih apapun advokasi kita, antara hubungan kita dengan manusia (Hablumminannas) dan hubungan kita dengan Allah (Hablumminallah) haruslah beriringan bersama. Panitia Temu Inklusi Nasional 2023 benar-benar mampu menarik masyarakat Situbondo yang basis kulturalnya adalah kaum santri.
Malam itu, kelap-kelip lampu menjadi pemandangan yang
indah. Keindahan itu akan terlaksana jika masing-masing dari lautan manusia
yang melebur dalam majelis sholawat tidak membedaa-bedakan antara
disabilitas dan non disabilitas, karena manusia diciptakan dalam bentuk
sebaik-baiknya. Yang membedakan adalah amal ibadahnya. Pola hidup inklusi harus
berkibar layaknya kibasan bendera dalam majelis sholawat. Karena
begitulah Nabi Muhammad memberikan keteladanan kepada umat selanjutnya ketika menunjuk
Ummi Ibnu Maktum yang netra untuk bertugas menjadi muadzin. Kelebihan
Ummi Ibnu Maktum ialah sangat peka terhadap waktu lah yang membuat Rosulullah
memberikan kesempatan bergantian dengan Bilal Bin Rabbah terkait adzan.
Malam itu, seluruh mata memandang ke atas panggung saat
dua Master Ceremonial (MC) Ust Ardi dan Luluk Ariyantiny berada di atas
panggung. Semua mata tertuju ke arah mereka. Ada yang berbeda? Tentu saja. Dengan
lantang, Luluk Ariyantiny mengatakan bahwa pengajian Olean Bersholawat ini adalah kegiatan yang secara lingkungan sangat ramah disabilitas dari
akses dan ram sekitaran panggung. Apakah itu saja? Tidak. Kawan-kawan
disabilitas juga, ikut tampil memainkan hadrah bersama anggota group di
desanya. Lain dari itu, hal yang berbeda pada pengajian ini adalah adanya Juru
Bahasa Isyarat atau yang biasa disingkat JBI. JBI adalah infrastruktur penting
bagi teman tuli. Secara visual, pengajian Olean bersholawat bisa saja
ditangkap, tapi pesan yang hendak disampaikan bagi pemberi sambutan dan isi
dalam ceramah bagaimana tanpa JBI? Tentu JBI adalah sumber utama pengetahuan
mereka ketika ada pengajian-pengajian yang hendak teman tuli ikuti. Mereka juga
memiliki hak yang sama untuk mengetahui pengetahuan. Segala informasi apapun
yang dirasa terdapat teman tuli penting ada JBI. Karena ini menyangkut masa
depan mereka. Lantas bagaimana jika dalam forum-forum keagamaan tanpa JBI?
Entahlah.
Malam itu, lautan manusia membacakan sholawat.
Mengharap syafaat kanjeng nabi. Semoga kita bisa meneladani nabi. Meneladani
sifat bahwa kanjeng nabi sangat mencintai umatnya tanpa membedakan warna kulit
dan tanpa membedakan disabilitas maupun non-disabilitas. Nabi mencintai umatnya
karena nuraninya. Karena hatinya. Karena kepribadiaannya. Rapatkan hati dengan
mencintai manusia. Dekatkan diri dengan Rosulullah melalui manusia.
Malam itu, lantunan sholawat menaburkan benih agar
pola hidup inklusi menyemai di bumi Situbondo. Acara Temu Inklusi Nasional 2023
bukan sekedar pertemuan seremonial. Melainkan pertemuan harapan akan pola hidup
inklusi. Akhirul kalam, Mencintai
manusia adalah sholawat tindakan yang mendapatkan balasan syafaat
kanjeng Nabi Muhammad SAW. Allahumma Sholli ala Muhammad. []
Tidak ada komentar