Puisi-puisi Eva Salsabila: Kontemplasi Rembulan
selaksa pilu
Di
tengah lamunanku, bayangmu merasuki ruh
menggiring
pada memori kuno
;ia
tepat terperangkap kala perjumpaan kali pertama
bukan
sekadar terasa manis mengingatnya,
pun
jua memicu debaran yang nyaris mencolot dari persemayamannya
sesekali
aku berupaya memafhumi makna persuaan rasa antar insan
sesekali
pula menafsirkan dukana yang terselip pada renjana
bukan
maksudku menyangkal ketentuan semesta
dan
berlagak pakar, padahal diri tampak naif menyikapi rasa
belum
cukup nyeri pada dada, bertumpuk pula derana yang mendera
tertatih
pula aku akhirnya
mendekam
pilu selaksa
Manggu,
2023
mati rasa
Sudah
sekian purnama,
pengap
dalam dada menghimpit ke beribu kalinya
Sudah
sekian masa,
beragam
episode kulalui hari per hari
Dera
yang berkecamuk
menghantam
tanpa ampun
menyaru
tak menentu
memaksa
si empunya teguh tergopoh
O,
lara
apalah
eksistens ke semuanya
bilamana
perasaanku hambar
bagai
khilaf tuangkan penyedap
bodoh,
ini ragaku masih nyata bukan?
lantas,
mengapa pula kutak kuasa merasa
payah,
terlalu payah berspekulasi
bahwa
kini ia telah mati
Marang,
2023
kontemplasi rembulan
Sejumput
cahaya pada naungan gulita
berpendar
mengitari dalam ruang-ruang dialektika
ia
membayang linimasa, menepi
melibas
semua rasa yang terkurung jeruji besi
satu
tetes,
dua
tes, tiga tes,
dan
seterusnya
menampakkan
diri dari persemayamannya
menyuburkan
kelopak yang telah lama kerontang
penghujung
malam
tak
lagi bersahabat baginya
ini
bukan perihal dialektika antar insan,
yang
libatkan rasio dan harsa
tak
lebih ialah antara seseorang dengan dirinya,
yang
menabung asa di balik nestapa
2023
sekelumit gulana
Pada
raga yang pernah bersikukuh
menopang
tiada henti
beriringan
menerjang mentari
;hadirmu
telah begitu berarti
memberi
karsa pada yang menanti
meski
takdir tak memungkiri
situasi
kini telah berbeza,
ada
banyak yang memicu angkara
hingga
tak terelak tiada masa
tapi
satu yang takkan kau duga
ialah
penawar di balik segala perkara
yang
mampu menangani pergulanaan yang menerpa
2023
bila bersua
bila
saja bertegur sapa
takkan
sesukar demikian
mungkin
tiada sekat mengiringi,
mengaburkan
segala sukacita
hingga
terhimpit melahirkan gamang
bilamana
pun bersua
amat
mulus,
mungkin
pula tiada
sepercik
rindu berbekas
Munjuljaya,
2023
kelabu di persimpangan
pada
hati yang telah usai
tak
bisakah kini lebih kokoh
menata
sendu yang kelewat kacau
mengukir
gelak dibanding pekak
,persimpangan
depan
ia
bak ranjau hadirkan kelabu
yang
bisa saja mendepak tanpa diduga
Marang,
2023
satu masa
pada
satu masa
kalbumu
akan memanas,
memaksa
memutar
kolektif
memori dalam benak
yang
konon lebih terasa eksistensnya
kehampaan
yang menepi,
sesekali
kau memang mendambakan
tapi
jauh lebih utama,
bila
harsa menyeruak
menyingkirkan
segala
yang
bernama kedukaan
Munjuljaya,
2023
Tentang Penulis
Eva Salsabila. Lahir di Kota Kretek pada April. Baginya, hidup bukan berarti hanya
dipenuhi bagian mulus-mulusnya saja, tentu terdapat bumbu-bumbu yang kerapkali
menyedak jiwa. Namun begitulah hidup, ia nampak monoton bila minim elemen
penunjang dalam setiap cerita yang dibuat, bukankah begitu?
Kini tengah menempuh pendidikan sarjana di salah satu perguruan tinggi
di Jawa Tengah. Sebelumnya, pernah menuangkan tulisan sastranya baik dalam
Antologi Puisi maupun cerpen; Antologi Puisi “Kompilasi Hati” (2020), Antologi
puisi dalam buku bertajuk “PusFikEsPen” berisi kumpulan Puisi, Fiksi, Esai, dan
Cerpen (2020), Antologi bertajuk “Suara Puan” yang memuat kumpulan sajak, puisi
(2021), dan antologi terakhirnya Antologi Cerpen “Lahir dari Rahim Luka”
(2022).
Ia dapat ditemui melalui: bilbilaaaz (Instagram)
Ilustrator
@Anwarfi, lahir dan tinggal di Situbondo.
Alumni DKV Universitas Malang tahun 2017, freelance designer, owner
@diniharistudio Situbondo.
Tidak ada komentar