Resensi: Tugasmu Hanya Mengizinkan
Refleksi Pelajaran Kenangan
Oleh: Rudi Agus Hartanto
Cinta dua sejoli, kadang di tongkrongan dianggap sebagai kisah menye-menye. Namun, bagaimana jika kisah itu memiliki pesan serius? Anggaplah, di antaranya memuat pesan penyadaran kepada sang penerima kisah. Terlebih jika hal itu menyangkut cita-cita, ungkapan yang mudah sekali dilontarkan, tapi seyogianya perlu permenungan dan usaha panjang untuk mencapainya.
Yuditeha, menawarkan kisah reflektif melalui
novelet Tugasmu Hanya Mengizinkan (Penerbit titiKoma, 2022). Beberapa
tempat di Korea dan Indonesia menjadi latar yang meruangi novelet ini. Begitu
pun dengan suasana, ketika menyibak setiap halaman seperti menonton drama Korea
yang begitu menonjol romantisismenya.
Bentuk setiap cerita pada 32 bab bangunan kisah,
pendek seperti cerpen. Kepadatan yang begitu, membuat fragmentasi cerita padat dan
memiliki pesan tersendiri kepada pembaca. Karenanya, romantisisme dalam novelet
ini adalah ruang untuk menghimpun pesan yang hendak disampaikan. Di samping
itu, tiadanya jarak antara kisah dengan pembaca juga merupakan nilai tambah.
Populernya budaya Korea melalui produk hiburan hingga
dinikmati masyarakat global—termasuk Indonesia—tentu merupakan daya dukung lain.
Kehadiran Bandara Incheon, Taman Bukhansan, Monumen Peringatan Perang Korea, dan
sebagainya, tidak terkesan sekadar tempelan dalam novelet ini. Justru keberadaan
tempat-tempat tersebut menjembatani jalannya keseluruhan kisah.
Bertumpu pada tiga tokoh—Isabel, Krisnan, dan Bin,
balutan romantisisme itu terjadi. Hubungan antara Isabel dengan Krisnan yang
penuh pergulatan dan pembelaan, segera runtuh usai Isabel sengaja menghilang
untuk pergi ke Korea lalu bertemu Bin. Sebagai pembaca, saya merasa klepek-klepek
jika hanya merasai hal tersebut.
Pengertian lain muncul andai melihat betapa teguhnya
Isabel. Meski pada mulanya ia berada dalam kenyataan waktu yang tidak tepat atas
hubungannya dengan Krisnan, dan karir yang diperjuangkannya seakan menjadi
sia-sia, tetapi berkat perjalanan dan permenungannya semua itu dapat
dilewatinya.
Mungkin terdengar mudah, namun senyatanya tak
selalu begitu. Ada saja yang membuat rumit perihal cinta, walau terkadang
kemudian terdengar lucu. Begitulah yang terjadi pada novelet Tugasmu Hanya
Mengizinkan, kelucuan itu bersifat pelajaran sebab hadir dari masa lalu.
Adapun, Isabel mengaplikasikan refleksinya atas
kisah yang dilalui menjadi sebuah film animasi. Sebagai lulusan seni dari Sogang
University, juga didukung atas cita-citanya, karya yang dihasilkan Isabel
seperti tawaran menjawab peliknya situasi dalam novelet ini. Cerminan itu seakan
tersirat dalam kalimat yang menutup kisah: “Dan semua itu sesungguhnya sudah
kusampaikan melalui film animasi buatanku.” (hlm. 165).
Pergulatan yang terjadi selain tentang cinta
adalah dialog antara Isabel dan Bin: di mana tempat romantis tidak hanya di Eropa,
namun di tempat lain pun begitu sesuai dengan karakternya masing-masing. Insight
yang hadir ini menarik. Meski berlatar Korea, rasanya dialog keduanya menampar
apa yang menjadi bahasan generasi saya di media sosial tentang ke mana staycation
romantis yang menarik, yang rasanya sangat sundhul langit itu.
Tugasmu Hanya Mengizinkan dapat
menjelaskan mengenai peliknya seseorang memerjuangkan cita-cita. Kadang cinta merupakan
dukungan terbesar, kadang pula menjadi batu sandungan. Novelet ini mengakomodasi
pengertian tersebut, terlebih jika kisah ini ditujukan kepada pembaca muda: daya
keinginan tinggi, keberanian yang besar, dan kenekatan yang menggebu. Semua itu
harus dipersiapkan dengan pertimbangan kemungkinan serta risiko.
Gaya pengisahan Yuditeha dalam novelet ini jauh
berbeda dengan karyanya yang lain. Napas baru yang ditawarkan seperti
menegasikan kemampuan penulis dalam menyentuh beragamnya ruangan kisah. Meski berbalut
cinta, namun Tugasmu Hanya Mengizinkan tak dapat disebut sebagai kisah
yang menye-menye.
Justru karena itu, sepertinya penulis ingin menjadikannya
ruang cerita. Sementara yang dimaksudkan reflektif tidak hanya hubungan antar dua
sejoli. Tarikan di luar kisah cinta merepresentasikan bahwa ada hal di luar itu
yang dapat memberi pelajaran. Tentang cita-cita, pendidikan, karir, dan
memproduksi suatu karya adalah proses yang teruangi dalam novelet ini.
Dengan begitu, trigger yang didapat Isabel
hingga membuat karya penting untuk dilihat. Situasi yang memutarbalikkan kesadaran
Isabel terjadi seusai ia melakukan perjalanan. Pertemuannya dengan Bin
memberikan pengertian perihal cita-cita yang mesti diperjuangkan. Pada bagian
ini, dialog serta narasi antartokoh terasa dewasa sekaligus tidak terkesan
menggurui.
Adalah dalam apa yang ditawarkan Yuditeha melalui
novelet ini. Kisah yang berjalan dengan intrik-intrik cinta senyatanya memberi
kesan refleksional kepada pembaca. Bahwa perlu ditilik ulang ketika
membicarakan cinta, apakah hanya soal “aku” dan “kamu”; menjalin pacaran lalu
putus; atau perlukah pertanyaan, ada apa dalam jalinan cinta itu sendiri.
Sebab, pada novelet ini ada pengertian yang coba menghadirkan
sesuatu yang lebih. Sebagian pembaca mungkin akan menganggapnya sebagai kisah
cinta semata. Tetapi, dalam kisah juga ditemukan beberapa patahan untuk melogikakan
sesuatu yang bisa jadi dianggap tak masuk akal. Terutama pelajaran terkait
berkeputusan dan evaluasi yang didasari perasaan.
Isabel, sebagai tokoh sentral mengalami beberapa
pergolakan emosional. Ini terkait hatinya yang jatuh dengan Krisnan. Di awal
memang hubungan tersebut hanya sebatas rekan kerja. Sampai pada titik di mana
Isabel sadar bahwa hubungan yang terjalin dengan Krisnan adalah sesuatu yang
tidak tepat.
Karir yang sebelumnya moncer, luluh lantak begitu
saja karena cinta. Berkat persentuhan itu, pengembaraan mencari jawaban ditempuh
Isabel menuju tempat yang berarti baginya. Di tempat itulah jawaban hadir meski
tidak langsung. Ia menemukan cara untuk menyikapi apa yang dihadapinya, ia memilih
menggunakan pengetahuan yang dimilikinya.
Meski begitu, ada satu tokoh yang muncul di awal
cerita namun apa peran sesungguhnya kurang tampak. Ikra, tokoh yang hadir pada dua
bab pertama justru menjadi pertanyaan besar bagi saya. Walau terdapat sedikit penjelasan,
rasanya sayang, tapi mungkin saja penulis sengaja memberikan porsi sebegitu.
Perjalanan 32 bab yang saling mengikat seakan
memberikan kesan kepada pembaca perihal cinta. Bahwa cinta, di dalamnya tidak
hanya soal kebahagiaan, terdapat rasa kecewa di sana, dan persoalan lain yang
saling bertentangan. Satu hal yang penting untuk disadari dari novelet ini:
apakah mungkin suatu pembelajaran dapat dipetik dari kisah cinta yang dijalani
seseorang.
Pada akhirnya, Tugasmu Hanya Mengizinkan
tidak hanya membawa pengertian-pengertian di tengah zaman di mana rasionalitas
menjadi sangat penting. Upaya, sepertinya istilah yang tepat untuk dilekatkan
pada novelet ini. Dengan begitu, sesuatu yang di suatu masa tidak terjawab
dapat dipecahkan di masa berikutnya; dengan rentang waktu sebentar maupun
panjang.
Info Buku
Judul:
Tugasmu Hanya Mengizinkan
Penulis:
Yuditeha
Penerbit:
Penerbit titiKoma
Cetakan:
Pertama, Oktober 2022
Tebal:
vii + 168 halaman
QRCBN:
62-491-2630-030
Tentang Penulis
Rudi Agus Hartanto, putra daerah Mojogedang. Merupakan mahasiswa Program Magister Ilmu Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret. Bergiat di komunitas Kamar Kata Karanganyar dan Sanggar Bima Suci.
Tidak ada komentar