Selamat Molang Are, Orang Pilihan
Oleh:
Syaif Zhibond
Pasca wafatnya Sayyidina Ali, Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain, dunia arab mengalami semacam primordialisme akut. Munculnya sebutan ajam non-ajam memperuncing perbedaan antara orang keturunan Arab yang dianggap paling unggul dengan Non Arab yang dianggap sebagai masyarakat kelas dua. Tidak sedikit keturunan Arab yang bersikap semena-mena terhadap mereka yang non Arab. Begitupun golongan non Arab muncul sikap ingin memberontak karna penghinaan terhadap golongannya.
Persia
misalnya, meski berada di timur tengah, mereka bukan termasuk bangsa Arab dan
tidak mau disebut sebagai orang Arab. Mereka satu-satunya bangsa di timur
tengah yang tidak berhasil di arabkan baik budaya ataupun bahasanya hingga saat
ini. Menurut pendapat para ahli, mereka malah lebih dekat dengan bangsa Arya
yang ada di Jerman. Dari sisi peradaban, mereka lebih dulu maju dari bangsa
bangsa lain. Orang Persia pernah menguasai sepertiga dari dunia di masanya.
Bisa dikata kekuasaan mereka bersaing dengan kekuasaan imperium Romawi.
Namun
dimasa kekhalifahan, status mereka dianggap sebagai masyarakat kelas dua
setelah Arab. Meski tidak berlaku di seluruh negeri yang dikuasai Islam, strata
sosial itu benar-benar ada. Di Jaman Kekhalifahan Sayyidina Ali semakin menguat
karna sayyidina Ali banyak melibatkan bangsa non Arab di pemerintahannya. Golongan Arab merasa itu suatu penghinaan
dengan melibatkan bangsa Persia di pemerintahan. Untuk mempertegas
keberpihakannya pada kesetaraan dan keadilan sayyidina Ali mengambil kebijakan
kontroversial dengan memindahkan pusat kekuasaan dari Madinah ke Kufah yang
sebagian besar penduduknya keturunan Persia.
Golongan
yang tidak suka dengan kebijakan sayyidina Ali, berkonspirasi hingga jatuhlah
kekuasaan sayyidina Ali. Berlanjut kepada keturunannya. Sayyidina Hasan dan
Husain yang membawa misi kesetaraan dan keadilan juga dihabisi oleh rezim yang
tidak suka ada penyetaraan antara golongan ajam dan non ajam. Setelah jatuhnya
kekhalifahan Ali beserta keturunannya, tiaraplah semua pengikut sayyidina Ali,
mereka lebih banyak memilih menjadi petani atau berdagang. Mereka mengasingkan
diri dari hiruk pikuk politik yang mulai diluar kendali. Namun mereka tetap
merindukan kepemimpinan yang menjunjung tinggi kesetaraan dan keadilan.
Mukhtar,
salah satu pengikut sayyidina Ali yang rindu kesetaraan dan keadilan memilih
hidup sebagai petani. Baginya, bertani juga bagian dari Jihad untuk menjaga
ketahanan pangan. Andai mau, sebenarnya Mukhtar bisa saja masuk di Pemerintahan
karna mertuanya adalah seorang Gubernur di Negeri Madain. Tetapi Mukhtar lebih
memilih sebagai petani.
Hingga
tiba masanya Mukhtar harus kembali ke hiruk-pikuk perpolitikan karna keadaan
mulai sangat tidak terkendali dibawah kepemimpinan yang dzolim.
Sayyidina Hasan yang diracun dan Sayyidina Husain yang dimutilasi oleh kelompok
ekstrimis sangat memukul batin Mukhtar. Perlakuan semena-mena rezim Damaskus
terhadap golongan Non Arab semakin menindas. Meski Mukhtar keturunan Arab yang
sangat dihormati, dia tidak membanggakan kesukuannya. Baginya setiap manusia
memiliki derajat sama disisi Tuhan kecuali Ketakwaannya sebagaimana yang telah
diajarkan Nabi Muhammad S.A.W.
Mukhtar
kembali bangkit, cangkul dan arit ia sisihkan dulu. Ada panggilan batin yang
mengharuskan dirinya kembali ke medan laga untuk mewujudkan misi kesetaraan dan
keadilan. Jalur cepat untuk mewujudkan itu adalah dengan merebut kekuasaan
melalui jalur politik. Kembalinya Mukhtar ke Dunia politik menginspirasi banyak
pengikut sayyidina Ali yang selama ini mengasingkan diri dari Politik. Dukungan
terhadap Mukhtar bukan saja muncul dari suku Arab yang setia pada Ali, tetapi
juga dari golongan Non Arab banyak bermunculan. Karna Misi yang dibawa oleh
Mukhtar melanjutkan apa yang sudah dilakukan sayyidina Ali yaitu kesetaraan dan
keadilan bagi seluruh golongan tanpa memandang suku dan ras.
Gerakan
Muktar ini didengar oleh Ubaydillah bin Ziyad, penguasa Kufah yang dikenal
kejam. Setiap gerakan Mukhtar dipantau, pun juga pengikutnya. Ibnu Ziyad selalu
mencari-cari kesalahan Mukhtar agar bisa dihukum. Ketenaran Mukhtar mengalahkan
citra yang dibangun oleh rezim yang berkuasa. Mukhtar terperangkap siasat Ibnu
Ziyad. Ia dipenjara dengan Tuduhan telah merencanakan makar, padahal yang
dilakukan Mukhtar hanya silaturahmi dan membangun kesepahaman visi dengan para
tokoh Kufah. Pertemuan visi antar tokoh yang diinspirasi oleh Gerakan Mukhtar
ini mengobarkan api harapan. Mereka yang mulanya pesimis akan hadirnya
kesetaraan dan keadilan sebagaimana yang diterapkan sayyidina Ali, sekarang
mulai bangkit kembali untuk mewujudkan visi itu.
Saat
Mukhtar dipenjara, gerakan kebangkitan itu dijalankan namun bukan pada kondisi
yang tepat. Mukhtar tidak sepakat dengan cara yang akan dilakukan para tokoh.
Namun karna Mukhtar berada di penjara, ia tidak bisa berbuat banyak. Bagi
Mukhtar cara yang akan diambil oleh para tokoh Kufah sangat beresiko dan
cenderung gegabah. Ternyata Benar, karna tindakan gegabah itu, Sayyidina Husain
menjadi korban. Beliau tewas dalam peristiwa di Padang Karbala. Mukhtar sangat
menyesal atas kejadian tersebut. Ia segera meminta bantuan kepada Iparnya,
Abdullah bin Umar agar bisa dibebaskan dari penjara. Abdullah adalah putra
Sayyidina Umar, meski tidak di pemerintahan, masukan dan rekomendasinya masih
sangat diperhitungkan di pemerintahan Yazid bin Muawiyah. Mukhtar bebas, dan
dia kembali memperkuat konsolidasinya.
Di
Mekkah, pasca wafatnya sayyidina Husain,
berdiri kekhalifahan baru dibawah kepemimpinan Abdullah bin Zubair yang
mengklaim sebagai kekhalifahan berdaulat, tidak berada dibawah naungan
siapapun. Abdullah bin Zubair tidak mengakui kepemimpinan Damaskus, ia berdiri
sendiri. Namun kepemimpinannya tidak pula lebih baik dari Rezim Damaskus.
Keluarga Bani Hasyim hampir dibakar hidup-hidup oleh Abdullah bin Zubair karna
tidak mau berbaiat kepadanya. Namun peristiwa tersebut digagalkan oleh agen
khusus yang diperintahkan Mukhtar. Agen tersebut menculik keturunan Bani
Hasyim, Muhammad bin Hanafiyah yang sudah hampir dipanggang hidup hidup oleh
Abdullah bin Zubair.
Abdullah
sangat marah kepada Mukhtar yang sudah lancang mengganggu Pemerintahannya.
Kemarahan itu mereda semenjak Mukhtar datang ke Mekkah dengan Misi Naik Haji.
Di Mekkah Mukhtar bertemu langsung dengan Abdulla bin Zubair, terjadilah
perbincangan keduanya yang berakhir dengan kesepakatan untuk membangun koalisi
melawan dominasi Damaskus. Abdullah bin Zubair berhasil dipengaruhi oleh
Mukhtar, ia memberikan kepercayaan kepada Mukhtar untuk menjadi panglima
perangnya. Kesempatan itu digunakan oleh Mukhtar untuk memukul mundur Pasukan
Damaskus. Abdullah bin Zubair sangat bangga dengan prestasi pasukannya dibawah
kepemimpinan Mukhtar. Ia berharap banyak dengan keahlian perang yang dimiliki
Mukhtar akan meruntuhkan kekuasaan Yazid di Damaskus. Sehingga Bisa berdaulat
seutuhnya tanpa disaingi oleh kekhalifahan lain.
Ditengah
kemenangan pasukan Abdullah Bin Zubair, Mukhtar memilih menjauh dari Abdullah.
Ia memilih pulang ke Kufah merangkai kembali jaringannya dengan memperkuat
konsolidasi. Puncak dari konsolidasi itu, Mukhtar bersama pengikutnya berhasil
merebut kekuasaan di Kufah. Pasukan Ubaidillah bin Ziyad berhasil ditaklukkan.
Mukhtar didaulat sebagai Khalifah oleh masyarakat Kufah, baik dari golongan
Arab ataupun Persia mendukung pengangkatan Mukhtar sebagai Khalifah dengan Misi
utama menegakkan Keadilan dan Kesetaraan.
Selamat
molang arè, ke dua Cong Akhtar. Hadirnya namamu itu terinspirasi
dari pahlawan Kebangkitan, Mukhtar Al Tsaqofi. Semoga kelak Akhtar menjadi
pribadi yang kuat, bisa menerapkan politik baik yang menjunjung tinggi keadilan
dan Kesetaraan.
15
Agustus 2023
Dari
: Eppa'na Na'-kana'
Tidak ada komentar