Oleh: Moh. Imron
“Bung, pengumpulan video sudah tinggal 5 jam, apakah
nutut?”
“Nutut, ntar lagi Rama ke sini, menyelesaikan editannya.”
Rupanya sore itu Rama sudah datang ke Ruang
Komunitas Digital Desa (RKDD) Trebungan, tempat kami memproduksi video lomba. Kami harus
merevisi beberapa konten setelah mendapat masukan dari DPMD Situbondo. Saya
memilih pulang duluan, tugas saya membuat narasi sudah selesai. Saya
memasrahkan video itu ke tim bagaimanapun hasilnya. Tenggat pengumpulan video
pada tanggal 13 Mei 2024, tengah malam.
Saya menyadari proses pembuatan video ini tidak
maksimal. Padahal durasi waktu pembuatan dan pengumpulan video lebih dari dua
bulan. Terasa cepat bagi orang malas. Sayangnya mengikuti lomba video ini tidak
seperti mengejar seseorang untuk dijadikan kekasih yang harus cepat,
bergebu-gebu, banyak meluangkan waktu dalam kesibukan.
Saya senang bisa menjadi bagian proses ini. Diawali
ketika Marsuki mengabari saya untuk mengikuti lomba yang diselenggarakan oleh
DPMD Jawa Timur untuk mewakili desa di Situbondo.
Setelah mengikuti bimtek, Marsuki selaku ketua meminta
saya untuk menyiapkan narasi tentang potensi desa, sembari mengirim petunjuk
teknis lomba tersebut. Melalui kegiatan ini setidaknya sebagai stimulus atau
penyemangat untuk berkarya.
Meskipun sejatinya berkarya tidak harus menunggu
lomba, kegiatan di desa yang tanpa embel-embel untuk lomba tetap menjadi sesuatu
yang membanggakan apalagi kegiatan tersebut diangkat menjadi data lomba. Yang
paling penting saya dan 4 anggota lainnya serta yang siapa saja yang terlibat bisa
mengenal lebih dekat lagi tentang desa dan yang paling penting menaklukkan rasa
malas.
Warisan
Saya yang lahir dan tinggal di Desa Trebungan merasa
bangga. Bagi saya, desa adalah warisan yang sangat berharga, anugerah Tuhan yang
patut disyukuri.
Kehidupan desa dikenal dengan kesederhanaan. Tercermin
dari kebiasaan dan budaya yang diwariskan berupa pengetahuan tradisional,
pengetahuan tentang cara membangun kekerabatan antar sesama, memanfaatkan
potensi alam, mengekrepisakn daya kreatif untuk terus mempertahankan warisan
budaya. Desa juga sebagai rumah, tempat tumbuh, bermain, berkembang dan
bertahan hidup.
TANTANGAN
Seiring dengan kemajuan zaman, tantangan budaya desa
ialah ancaman tergerusnya pengetahuan, pergeseran budaya dan nilai-nilai
tradisional yang saat ini rentan dilupakan atau bahkan ditinggalkan oleh para
pewarisnya karena tidak sesuai dengan modernitas.
Saya bersyukur pernah merasakan transisi perubahan kemajuan
zaman. Teknologi perlahan-lahan masuk desa. Dulu saya lebih sering bermain
permainan tradisional, seperti kelereng, layangan, gobak sodor, benteng, penteng,
bungkus rokok, karet, ketapel, mencari paku dengan magnet. Atau menghabiskan
waktu di sawah: mencari oncong, biji tolop, menangkap ikan di sungai kecil dll.
Pelan-pelan, akhirnya saya pun mulai mengadopsi kebiasaan baru. Mulai bermainan
nintendo, video game di Pasar Mimbaan, playstation dan berakhir di game online.
Terlebih saat ini dengan masuk dan mudahnya akses
internet, smartphone, komputer, dan segala aneka serta kecanggihan
lainnya, kita harus menyesuikan diri, memanfaatkan teknologi sebaik mungkin,
cerdas berteknologi. Belum lagi berbagai aneka makanan cepat saji, turut mempengaruhi
industri rumah tangga. Dan masih banyak sektor lainnya. Kemajuan ini harus
dimanfaatkan sebaik mungkin tanpa melupakan nilai tradisi. Terus belajar,
menyesuaikan diri dan menjadi lebih produktif.
PERAN PEMERINTAH DESA DAN MASYARAKAT
Pemerintah Desa Trebungan menyadari adanya potensi
ancaman terhadap budaya desa. Kepala Desa Trebungan, Noer Hasan menjadi
inisiator untuk mengajak masyarakat desa bersama-sama melakukan perlindungan
dan pelestarian budaya desa.
Salah satu peran yang dilakukan Pemerintah Desa
Trebungan ialah menerbitkan regulasi berupa Peraturan Desa nomor 7
tahun 2021 tentang pelestarian dan penguatan budaya dan adat istiadat.
Pemerintah desa mengakui keanekaragaman, kekhasan dan keunikan tradisi
budaya dan adat istiadat desa yang dimiliki oleh masyarakat desa. Diakui
sebagai bagian dari kekayaan, potensi dan sumber daya yang perlu dilestarikan
serta dikelola demi memperkaya khazanah budaya daerah
dan nasional untuk meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa.
Wujud
konkrit upaya pelestarian terhadap pengetahuan tradisional yang tersimpan dalam
memori kolektif masyarakat Desa Trebungan dilakukan dengan mengangkat potensi
Rumah Pacenan atau Tabing Tongkok sebagai ikon desa. Mengingat di Desa
Trebungan masih banyak warga yang menghuni rumah tersebut. Rumah Pacenan atau Tabing
Tongkok diwariskan secara turun-temurun untuk mengenang jasa orang tua yang
telah mewariskan rumah berikut barang-barang tinggalannya.
Di
Desa Trebungan juga masih banyak tukang kayu, ahli pembuat Rumah Pacenan atau
Tabing Tongkok. Dari potensi tersebut kemudian Pemerintah Desa Trebungan
mendukung dengan menerbitkan buku, miniatur rumah dan tari Tabing Tongkok.
Upaya
pelestarian berikutnya ialah aneka jajanan tradisional baik jajanan yang
memiliki nilai ekonomis, untuk kegiatan ritus, dan untuk obat, didokumentasi
proses pembuatannya, dilakukan pencatatan, pelatihan dan pemasaran yang
dilaksanakan oleh Pemerintah Desa bersama TP PKK dan Kelompok Difabel Desa.
Kemudian produk jajanan tradisional tersebut dijual sekaligus menghidupkan
kembali Pasar Bukkol Desa Trebungan
Pemerintah
desa juga memberi ruang berkesenian atau berkreasi melalui seni pertunjukan tahunan
diantaranya Festival Budaya Desa, Pertunjukan Desa (Tatèngghun), Ketoprak
Rukun Sejati sekaligus sebagai wisata manusia dan wisata budaya dalam rangka
mengenal dan mempromosikan kesenian lokal.
Potensi
budaya desa perlu ditemukenali, didokumentasi, diteliti, dan ditulis agar
menjadi suatu kebanggaan, identitas dan sumber pengetahuan yang bisa membantu
generasi-generasi muda agar mampu melestarikan asal usul, adat istiadat, dan
budaya.
***
Pukul
20.07 WIB, rupanya ketua tim membagikan video lomba di grup. Alhamdulillah,
saya terharu dan masih belum siap menontonnya. Mengingat beberapa kendala yang
kami hadapi: 2 harddisk berisi data kegiatan desa rusak, sayang sekali tidak
bisa masuk video dan keterbatasan kamera.
Kami
berterima kasih kepada Kemendes yang sudah memberikan Sapras berupa seperangkat
komputer dan printer untuk Ruang Komunitas Digital Desa (RKDD) Trebungan dan
kami gunakan untuk untuk berkreasi, melestarikan potensi budaya dan pelayanan
kepada masyarakat.
Terima
kasih Kepada Pemerintah Desa Trebungan, Duta Digital, Pendamping Desa, Pegiat
Budaya Situbondo dan semua pihak yang telah mendukung, juga untuk DPMD Situbondo atas masukan dan sarannya.
Terima
kasih DPMD Jawa
Timur telah memberi ruang seperti ini, ketika membaca petunjuk teknis
mengingatkan saya kepada Alm Iman Budhi Santosa dalam buku Profesi Wong Cilik.
Sejarah selama ini cenderung hanya menyampaikan kisah,
fakta, dan peristiwa yang relatif ‘besar’ saja. Bagaimana rakyat jelata
membangun desa atau kampung (permukiman) secara nyata jarang dicatat dan
diungkapkan. Bagaimana rakyat menemukan rebung hingga dapat diolah jadi sayur,
menemukan daun sembukan sebagai obat sakit perut atau daun dadap serep untuk
obat sakit panas, nyaris sepi dikisahkan.
Salam budaya.
Tentang Penulis.
Moh. Imron, lahir dan tinggal di Situbondo. Penulis
Buku Putri Tidur: Kisah dari Situbondo (2018).
Tidak ada komentar