Di saat hujan malam ini, kau mengejutkanku. Aku sudah memaklumi kebiasaanmu itu. Entah sudah berapa kali aku mengingatkanmu, ucaplah salam lalu ketuk pintu sebelum masuk kamar, atau memberi kabar terlebih dahulu sebelum kau ingin menemuiku. Setidaknya untuk kali ini dan berikutnya aku benar-benar siap menyambutmu. Minimal aku bisa menyiapkan makanan atau minuman. Aku bisa membersihkan badan terlebih dahulu dan merapikan pakaian.
Aku tahu, sepertinya kau
akan tetap keras kepala terhadap pintaku. Kau memang tidak pernah kenal waktu.
Tidak tahu seperti apa kondisiku. Seperti saat ini, yang tengah sibuk
mengerjakan tugas-tugas kantor.
Mohon maaf,
sebelum-sebelumnya aku pernah bersikap kasar, membencimu dan selalu ingin
mengusirmu. Kali ini aku akan menghormatimu sebagai tamu. Aku tidak diajari untuk
membenci dengan berlebihan. Aku anggap kamu sebagai kawan di saat lagi
sendirian. Aku akan selalu menerimamu dengan ramah dan penuh kehangatan
Seperti biasa kau datang
dengan sebungkus ingatan. Dulu memang menjadi kesukaanku tapi sekarang serupa
pisau. Tapi tidak apa-apa, aku terima. Duduklah di kursi dekat jendela, maaf
sedikit berantakan, putarlah lagu kesukaanmu. Sudah tiga minggu kau tidak mampir,
ke mana saja kau?
Ada hal yang ingin
kuceritakan padamu bahwa aku bukanlah tempat ternyaman baginya. Dia telah menemukan
seseorang yang mungkin lebih baik dariku dari segala hal. Bukan aku menyerah
padanya. Aku hanya ingin mencari siapa yang layak untuk benar-benar kucintai.
Memang, dulu aku benar-benar berharap banyak dan sering merawatnya di kening
pada sujud malam. Kali ini, hanya bisa mendoakan yang terbaik baginya meskipun
itu menyakitkanku. Tidak apa, aku sudah terbiasa. Aku harus menyadari bahwa
cinta hanyalah sebentar, cepat atau lambat, waktu dan kematian telah menanti.
Tak ada yang abadi kecuali perpisahan.
Kali ini, rupanya kau
membawa sebungkus ingatan tentangnya. Ya, itu adalah hari-hari terakhir bertemu
dengannya. Sepulang dari pantai Pasir Putih, aku melajukan sepeda motor dengan
pelan pada suatu senja yang muram. Ia melingkarkan tangannya di tubuhku dengan
erat.
Setelah perpisahan itu tiba,
aku melewati hari-hari yang berat, sulit, tidak mudah untuk dilewati. Tapi
kesendirian mengajarkan banyak hal, terutama saat melamun dan menghayal, Dia
seperti pasangan kekasih yang seolah lebih nyata dari kenyataan. Dan
akan selalu ada dalam ketiadaan. Sekali
lagi terima kasih telah mampir dan membawa sebungkus ingatan.
Tentang
Penulis
Moh.
Imron, lahir dan tinggal di Situbondo.
Tidak ada komentar