Mengenal Situbondo dari Puisi



Oleh: Ahmad Zainul Khofi

Di pinggir jalan raya sebuah desa kecil berjenama tanjhung, saya bersama Mustain Romliseorang teman yang baru saja menerbitkan buku kumpulan puisimenepi dari hiruk-pikuk kehampaan para nomaden. Di tengah keramaian yang sunyi itu, kami berdua menyoroti kota Situbondo dari sebuah puisi. Kita tak akan bisa tahu siapa yang sebenarnya ia tulis. Tetapi puisinya, hangat dan romantis, meraba bulu kuduk Situbondo dengan judul Pesona Kota dan Sepasang Mata di tiktok dan laman web. Kental, mantap, meskipun sayu:

Lihatlah,

kota yang lelap-gemerlap

rindu ditelan malam

pelukan hangat hilang.

 

Apakah kau pernah mendengar

tentang pesona keindahan

sebuah kota terpencil di ujung sana

 

Konon, di kota itu

pencahayaan bersumber

dari sepasang mata yang terjaga

dari kesunyian dan kesedihan.

 

Dan sepasang mata itu

selalu kutemukan ketika kota

sedang memulihkan lukanya

dari orang-orang yang berlumuran dosa.

 

Ada 15 baris pendek dalam puisi itu: gambaran kota dan suasana yang seakan-akan histeria, tetapi serasa mengisyaratkan sejumlah sudut yang penuh kenangan. Bukan monumen, melainkan sesuatu yang lebih lugas, lebih sayup, lebih bebas.

Dengan tanpa berteriak, namun berbisik, puisi itu berdiri menampik untuk mendobrak akal jamak, yaitu penilaian orang-orang umum mengenai Situbondo. Tak jarang kita tergelitik oleh kebanalan kata-kata orang tentang Situbondo, seperti Bândhengngan, Burni’, Ghunung Sampan, dan saudara-saudaranya. Kondisi ini menanduskan kehidupan Situbondo yang indah, berbeda dengan puisi Mustain, ia hadir dengan manifestasi atas kesegaran-bermakna, mengubur kecemasan eksistensial Situbondo kita, yang menyembul dari kolam kesucian, dalam timbunan berlumuran dosa.

Akankah orang tidak lagi terbuka pada dasar-dasar kenyatan dan kehidupan Situbondo dan terus mengerumuni kota itu dengan hal-hal eneg? Telah lenyapkah kehidupan Situbondo?

Tidak, begitulah jawaban Mustain. Situbondo memang memikul nasib tertentu. Di satu sisi, kota ini penuh dengan ketandusan narasi-narasi berlumuran dosa tadi. Namun di sisi lain, Situbondo adalah kota yang terus berupaya untuk memulihkan lukanya dari orang-orang yang berlumuran dosa.

Saya rasa, “Situbondo Patennang!” adalah salah satu upaya pemulihan kota Situbondo. Kalimat yang menunjukkan optimisme penyegaran Situbondo itu, meski belum mencapai kemenangan seutuhnya, namun setitik demi setitik mulai mengangkat Situbondo ke permukaan zona kesusasteraan provinsi. Komunitas Literasi misalnya, dengan konsistensinya di sastra, mereka memiliki agenda untuk menyebarkan virus-virus sastra hingga ke pojok-pojok kota Situbondo, ini adalah langkah lanjut dan lebih konkret dari titisan para pendahulunya, seperti Sungging Raga, Rusdi Mathari. Tidak bertapa di dalam goa untuk memeroleh kemistikan dirinya, akan tetapi ia pergi jauh keluar menghadapi zaman edan untuk menyiarkan sastra ke tubuh pemuda-pemudi Situbondo. Tak lama, jika terus konsisten, Situbondo bukan tidak mungkin akan menerima mahkota dengan julukan “kota sastra”.

Mustain, sebagai mahasiswa di salah satu kampus Kota Ngalam, ia telah berkelindan menyusuri Jawa Timur dari ujung barat sampai timur untuk mencari sisa-sisa kehidupan sastra di era serba redup ini. Alhasil, ia menyematkan Situbondo sebagai kota yang masih cukup hidup mendenyutkan nadi sastra. Meskipun pernyataan ini tidak mendapatkan legitimasi dari lembaga-lembaga kepemerintahan. Namun ini dapat menjadi titik terang bagi masa depan Situbondo menuju “kota sastra”.

Akan tetapi, titik terang benderang tersebut bisa redup lalu hilang dan tujuan “kota sastra” tak dapat dicapai apabila urgensitas literasi, salah satunya sastra, di Situbondo ini tidak mendapatkan perhatian dari segala aspek. Demikian, yang kita butuhkan hari ini adalah orang-orang yang mau mengenal Situbondo lebih dekat, untuk menyapu debu-debu berlumuran dosa, menampakkan keindahan Situbondo, lalu menarasikannya melalui tulisan artikel atau sastra.

Agaknya Situbondo butuh letupan lahirnya pegiat literasi yang lebih banyak dan meluas. Namun hal itu juga akan sulit terwujud bila tidak didorong oleh mutu pemimpin yang tidak hanya paham tentang literasi semata, namun juga nyata dalam mendorong kualitas literasi di Situbondo.

Mengenal Situbondo dari Puisi Mengenal Situbondo dari Puisi Reviewed by Redaksi on Juli 22, 2024 Rating: 5

Tidak ada komentar