Situbondo Ghumighil: Nèmor Sudah Tiba
Udara dingin mulai terasa di Situbondo. Mungkin
sebagai pengingat bahwa betapa pentingnya dekapan dan pelukan dari kekasih.
Oleh: Moh. Imron
Udara dingin akhirnya menjadi perbincangan saya. Diawali
dari istri kemudian beberapa teman. Merupakan hal yang normal setiap memasuki
kemarau di bulan Juli, suhu udara terasa lebih dingin dari biasanya terutama
pada malam hingga pagi hari. Sisanya ialah suasana panas menjelang Pemilihan
Bupati 2024. Mas Rio Patennang, Bung Karna, dan paslon lainnya.
Sejak kecil saya selalu menganggap cuaca dingin
disebabkan karena tanaman tebu mulai ditebang padahal ya memang musim giling
tebu di bulan itu. Sayangnya PG Olean sudah tidak beroperasi, suara serbung
tiap pukul enam pagi tidak terdengar lagi. Dulu, suara itu sebagai pertanda bahwa
saya harus segera mandi meskipun sedikit ghumighil dan berangkat sekolah.
Musim kemarau di keluarga saya sering menyebut nèmor. Nèmor ialah Angin Timur. Pada bulan-bulan tersebut, posisi matahari berada
pada posisi terjauh di sebelah utara garis khatulistiwa hingga menyebabkan
belahan bumi utara menjadi panas dan belahan bumi selatan menjadi dingin. Angin
musim dingin dari Australia menyebabkan pulau Jawa menjadi lebih dingin.
Di pergantian musim ini kita mesti waspada terutama
dalam hal Kesehatan. Memakai jaket tebal, kaos kaki—jika perlu—untuk mengusir
dingin ketika beraktivitas di luar ruangan. Selain itu tentu disertai dengan olahraga,
istirahat yang cukup. Atau bisa mengkonsumsi madubaik misalnya dan makan minuman
yang sehat lainnya.
Yang terakhir adalah berpelukan dengan pasangan
masing-masing, bukan pasangan orang lain. Sesuatu yang sangat ampuh mengusir dingin
yang menembus tulang. Lalu bagaimana jika suka sendirian, tidak ada pasangan? Bisa
pakai selimut tetangga atau sering-sering duduk di atas kompor gas.
Tidak ada komentar