Bung Karna, Mundurlah!

 


Oleh Randy Hendrawanto*


Berawal dari viralnya surat KPK di media sosial yang ditujukan kepada Kepala BPN Bondowoso, jagad maya Situbondo langsung dipenuhi dengan guncangan. Netizen dibuat kepo apa benar Karna Suswandi, Bupati Situbondo itu terjerat masalah hukum?


Publik Situbondo terbelah. Ada yang percaya kesahihan surat tersebut. Ada pula yang meragukan. Yang ragu bilang khawatir surat itu direkayasa atau editan orang-orang jahil yang ingin memfitnah bupati.


Pada Selasa pagi, tanggal 27 Agustus 2024 terdengar kabar pasangan Karna Suswandi dan Nyai Khoirani mendaftar ke KPU Situbondo. Tampak ada yang tak lazim dalam proses pendaftaran itu. Kenapa tidak lazim?


Begini, biasanya prosesi pendaftaran bakal calon dalam pilkada adalah proses sakral dan penuh euforia pendukung dan relawan, karena mereka ingin mengantarkan sang idola mendaftar dalam kontestasi politik dengan suka cita.


Aneh saja saat pasangan Karunia itu hanya ditemani segelintir elit partai pengusung. Simpatisan dan masyarakat pun curiga, kenapa mendadak tanpa ada iring-iringan masa, ya?


Sore hari pasca pasangan Karunia mendaftar, masyarakat kota santri bak disambar petir. Ramai pemberitaan di media lokal dan nasional kalau orang nomor 1 di Situbondo itu resmi ditetapkan menjadi tersangka korupsi oleh KPK. Karna Suswandi bersama salah satu kadis diduga menyalahgunakan dana PEN dan terlibat kasus gratifikasi. Dari sini kita paham alasan pasangan Karunia tergesa-gesa mendaftar ke KPU Situbondo. Eh ternyata sudah ngerasa bahwa penyidik KPK bakal datang ke situbondo.


Publik Situbondo pun membara. Banyak kalangan aktivis, cendekiawan, dan kalangan ulama yang menyayangkan ngapain sih masih maksa mendaftar kok ya gak mundur secara ksatria dalam kontestasi pilkada kali ini.


Apa mungkin benar idiom politik yang berbunyi “jika prajurit hanya bisa mati sekali, tetapi politisi bisa mati dan hidup berkali-kali”. Mungkin ini sudah menjadi “Indonesian value”. Nyinyiran warganet atas kebiasaan yang berkonotasi negatif di masyarakat kita.


Di jepang ada sebuah budaya ksatria, yakni “seppuku” atau lebih dikenal dengan “hara-kiri”. Seppuku ini mengacu pada Bhusido, yakni code of conduct-nya samurai (ksatria jepang), dengan bunuh diri merobek atau memotong perut dengan katana saat gagal menuntaskan tugas atau tertimpa sebuah aib. Hal ini sebagai cerminan kultur yang mengedepankan kehormatan, tanggungjawab dan rasa malu.


Seiring berkembangnya zaman dan nilai-nilai spiritual serta hukum positif di era jepang modern, budaya ini tetap dipertahankan. Namun tidak lagi dengan bunuh diri memotong perut, tapi dengan sikap “mundur” dari jabatan publik, atau istilah modernnya “hara-kiri politik”.


Budaya mundur ini yang menjadi cerminan dari “budaya malu” telah menjadi ritual yang dimiliki dalam sejarah panjang bangsa jepang.


Di era modern, rasa malu menjadi penyebab mundurnya para pejabat di negeri sakura tersebut, dengan alasan yang beragam. Mulai dari karena terjerat masalah hukum, masalah etika, sampai karena gagal menuntaskan janji politiknya.


Semisal PM Jepang Yoshihide Suga yang banjir kritik karena dianggap gagal menangani covid, mundur pada 3 September 2021. Shinzo Abe mundur pada Agustus 2020 karena merasa tidak layak menjabat karena kondisi penyakitnya. Yasuo Fukuda mundur pada tahun 2007 karena di bawah kepemimpinannya perekonomian Jepang melemah. Yukio Hatoyama mundur karena gagal memenuhi janji politiknya dalam memindahkan pangkalan marinir AS serta dipertanyakan asal-usul dana kampanyenya yang dinilai tidak jelas sumbernya.


Masih ada beberapa nama pejabat level nasional dan daerah lainnya yang mundur karena mendapat sangsi sosial di masyarakat. Sedangkan di Indonesia para pejabat publik pantang mundur meskipun masyarakat mencibirnya dengan masalah hukum seperti korupsi, dengan alasan menunggu ketok palu pengadilan atau incracht.


Hey Bung Karna, mundurlah secara ksatria. Fokuslah pada proses hukummu! Sajikan rakyat Situbondo hidangan demokrasi yang berkualitas. Ingatlah Bung.. bahwa sejak berdirinya KPK pada 2003, lebih dari 1.600 lebih yang sudah ditersangkakan oleh KPK dan hanya ada 6 orang yang berhasil lolos dari jerat hukum dengan mengupayakan pra-peradilan. Artinya dengan proses yang ketat dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka dengan standar minimal dua alat bukti, ini menunjukkan hampir mustahil bisa lolos jika sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Mundurlah Bung! Kekuaasaan dan jabatan politik bukanlah segalanya. Anda masih punya rasa malu, kan?

___

*) Pendiri FDS.

 

 

Bung Karna, Mundurlah! Bung Karna, Mundurlah! Reviewed by takanta on September 03, 2024 Rating: 5

Tidak ada komentar