Refleksi September Hitam

Sumber foto: Panitia Aliansi Situbondo Memanggil


Oleh: Marlutfi Yoandinas

KESADARAN

Saya membayangkan, jika kita memilih cuek atau diam pada suatu kondisi atau keadaan sekarang, akankah masa depan tetap begini-begini saja atau berubah sesuai yang kita pikirkan.

Bayangan itu sungguh menghantui. Sampai muncul dalam benak, apakah yang saya lakukan ini bisa berdampak atau tidak.

Ingin rasanya tutup mata, tutup telinga, tak mau tahu, apalagi berbuat sesuatu.

Apapun yang terjadi, asal tidak mengganggu diri sendiri, biarkan saja.

Hidup ini cukup mengalir saja. Di pinggir. Tidak perlu ke tengah ataupun melawan arus.

Tapi kemudian saya melihat kata-kata di posting-an Instagram: jangan ya dek ya, jangan.

###

Berpikir seperti itu tak pernah tercatat dalam sejarah.

Sejarah hanya mencatat bagi mereka yang mau berpikir untuk orang lain, demi lingkungan yang adil dan setara.

Kita ingat ada organisasi Boedi Oetomo di tahun 1908, dimana sekumpulan anak muda di kala itu menyerukan kepada semua bahwa kita dijajah dan ditindas oleh Belanda. 

Mereka membangunkan kesadaran bahwa kita punya nasib yang sama, sama-sama dijajah. Dan hidup dalam penjajahan adalah suatu bentuk kehilangan martabat sebagai manusia yang harusnya semua bisa hidup merdeka untuk menentukan nasibnya sendiri.

Mereka terus menerus menggugah kesadaran untuk merebut kedaulatan, sampai merdeka sebagai sebuah negara bangsa. Kemudian setelah 37 tahun gerakan kesadaran yang digaungkan oleh organisasi Boedi Oetomo berbuah pembacaan proklamasi, tepatnya pada 17 Agustus 1945.

###

Berikutnya kita mengenal Bapak HAM Indonesia.

Munir Said Tholib. Di usianya yang masih muda, 39 tahun dibunuh karena membela HAM dengan gagah berani. Kegigihannya berbuah kematian untuk dirinya sendiri, tetapi gerakan HAM di Indonesia terus tumbuh subur dan berkembang lebat.

Munir menyerukan bahwa HAM adalah hak, yang harusnya menjadi milik kita semua dan tak boleh ada satupun atas nama apapun bisa merenggut hak asasi manusia.

Kematian Munir karena dibunuh menunjukkan bahwa di negeri ini, masih memerlukan gerakan kesadaran yang massif dan terus menerus disuarakan.

Kita cukupkan kematian Munir hanya selesai di Munir. Jangan lagi ada nama-nama lain yang terbunuh karena memperjuangkan HAM agar lingkungan hidup kita bisa lebih adil dan setara.

###

September Hitam yang kita peringati malam hari ini merupakan gerakan kesadaran.

Kesadaran untuk belajar pada Boedi Oetomo dan Munir. Dari keduanya kita bisa belajar dan berpikir bagaimana kesadaran itu perlu terus diperjuangkan.

September Hitam ini kita memperingati kekelaman kenangan masa lalu, sekaligus perlu menyepakati bahwa kekelaman tidak boleh berulang kembali di masa depan.

Pun kejahatan kemanusiaan atas nama apapun juga tak boleh hidup di bumi kita Situbondo juga Indonesia.

Hidup di dunia hanya sekali, kita perlu ikrarkan pada diri kita semua sebuah kesadaran untuk membela korban, jangan diam, jangan diam, lawan.

Termasuk menolak untuk menjadi pelaku ketidakadilan yang menindas kemanusiaan.

Jangan sampai nanti anak-anak muda ini jadi pelaku ketidakadilan dan penindasan.

Jangan ya dek ya, jangan.

Aliansi Situbondo Memanggil yang berkumpul pada malam ini, 29 September 2024 di alun-alun Situbondo telah mencatatkan sejarah dimana anak-anak muda berkumpul memupuk kesadaran menolak setiap penindasan untuk hari ini dan hari-hari berikutnya.

Panjang umur kesadaran. Mari kita terus berlipat ganda. []

Refleksi September Hitam Refleksi September Hitam Reviewed by Redaksi on September 29, 2024 Rating: 5

Tidak ada komentar