Fenomena Selebritis yang Terjun ke Dunia Politik: Antara Popularitas dan Kompetensi
Oleh: Feni Fenawati
Femomena selebritis di Indonesia yang terjun ke dunia politik semakin terlihat. Seorang publik figur yang sebelumnya dikenal melalui karya, sekarang mereka memilih jalur lain dengan masuk ke dunia politik untuk menyambung karier. Meskipun bukan hal baru, akan tetapi peningkatannya dalam beberapa waktu terakhir menjadi menarik untuk di analisis lebih lanjut. Keputusan mereka untuk terjun ke dunia politik menimbulkan berbagai tanggapan dari masyarakat, mulai dari dukungan hingga skeptisme atau mempertanyakan serta mencurigai maksud mereka. Popularitas yang dimiliki selebritis menjadi daya tarik yang seringkali dianggap sebagai modal besar di dunia politik, namun hal tersebut rasanya kurang cukup untuk modal menjadi pemimpin yang kompeten.
Popularitas yang dimiliki selebritis menjadi salah
satu alasan utama yang dianggap sebagai peluang besar di dunia politik. Sebagai
tokoh publik yang sudah dikenal, tentu saja mereka memiliki penggemar (fans)
atau pengikut yang loyal dan basis pendukung yang luas. Selebritis memiliki
modal penting berupa pengenalan dan kepercayaan masyarakat, dimana hal tersebut
dapat mempermudah mereka untuk mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Proses
kampanye yang mengandalkan komunikasi massa juga tidak sulit bagi mereka yang sudah
biasa dengan sorotan media. Popularitasnya dapat menarik perhatian publik
dengan cepat, yang akan membuat mereka akan unggul dalam pemilihan umum. Para
selebritis atau publik figur sudah memiliki panggung untuk menyuarakan
aspirasi-aspirasi politiknya, dibandingkan dengan politisi pemula yang belum
dikenal luas. Selain itu, media terlihat lebih sering memuat liputan terhadap publik
figur, sehingga visibilitas mereka semakin tinggi.
Namun, popularitas tidak selalu berjalan dengan
kompetensi. Dunia politik sangat berbeda dengan dunia hiburan. Seorang politisi
yang efektif, tentunya memerlukan pemahaman mendalam mengenai isu-isu politik,
sosial, dan ekonomi, serta kemampuan menyusun kebijakan yang tepat untuk
masyarakat. Kompetensi selebritis menjadi hal yang sering dipertanyakan dalam
menangani persoalan-persoalan politik. Selebritis yang terjun ke dunia politik
tidak jarang mendapatkan kritik karena tidak memiliki pengalaman atau
pengetahuan yang cukup untuk memimpin masyarakat atau membuat keputusan
penting. Thariq Halilintar menjadi salah satu selebritis yang mendapatkan
kritik dari masyarakat. Dirinya pada saat itu maju menjadi calon legislatif
untuk daerah Bogor. Tepatnya maju sebagai caleg DPRD Kabupaten Bogor Dapil VI
yang diusung oleh PDIP. Sontak saja hal tersebut membuat heboh, karena Thariq
Halilintar tiba-tiba maju sebagai caleg. Ia selama ini tidak terlihat bergabung
dengan partai politik manapun. Banyak yang mempertanyakan riwayat pendidikan
Thariq Halilintar yang berani maju sebagai calon anggota dewan. Para masyarakat
khususnya netizen juga sangat meragukan kemampuan atau kompeten serta
pengalaman yang ia miliki. Selanjutnya ada seorang komika, yaitu Marshel
Widianto yang banjir hujatan usai partai Gerinda umumkan dirinya sebagai bakal
calon wakil wali kota di Pilkada Tangerang Selatan 2024. Keputusan tersebut
tentu saja menuai banyak kritik dari berbagai pihak yang melihat rekam jejak dan
kualifikasi Marshel untuk menjabat sebagai pemimpin daerah. Akan tetapi,
Marshel jusru mengaku merasa bersyukur atas dukungan partai Gerindra. Banyak
juga kritikan mengenai pendidikan, masa lalu yang buruk, maupun latar belakang
politiknya.
Selebritis yang sukses dalam dunia hiburan belum tentu
mempunyai kemampuan untuk menavigasi birokrasi, negosiasi politik, ataupun
untuk menyusun kebijakan publik. Banyak resiko atau dampak ketika seorang
selebritis hanya mengandalkan popularitasnya tanpa benar-benar memahami
konsekuensi dari keputusan politik yang dibuat. Namun, ada juga selebritis yang
serius belajar dan mempersiapkan diri sebelum masuk ke dunia politik, sehingga
mereka bisa membuktikan bahwa mereka tidak hanya sekedar bermodalkan
popularitas semata, tetapi juga pemimpin yang kompeten. Salah satu selebritis
yang sukses di dunia politik yaitu Eko Hendro Purnomo yang lebih dikenal
sebagai Eko Patrio. Beliau merupakan seorang komika yang sukses pada saat itu.
Sekarang Eko Patrio ditunjuk sebagai Sekretaris Jendral Partai Amanat Nasional
(PAN). Menurut ketua DPP, Zita Anzani menyebutkan bahwa Eko Patrio merupaka
sosok pekerja keras dan salah satu contoh nyata di dunia politik. Eko Patrio
juga terpilih menjadi anggota DPRD selama empat periode berturut-turut dari
daerah pemilihan yang berbeda. Hal tersebut menunjukan kapasitas dan kinerja
yang dinilai baik oleh masyarakat. Zita juga menambahkan bahwa Eko Patrio
memiliki pengalaman yang luas. Beliau telah menjabat sebagai ketua DPW PAN DKI
Jakarta selama dua periode.
Terdapat beberapa faktor yang mungkin mendorong
selebritis untuk terjun ke dunia politik. Pertama, motivasi untuk membawa
perubahan. Dengan status dan pengaruh yang mereka miliki, beberapa selebritis merasa
bahwa mereka bisa memberikan dampak lebih besar bagi masyarakat dengan menjadi
politisi. Mereka melihat kesempatan untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat
dan mengimplementasikan visi mereka mengenai perubahan sosial melalui
kebijakan. Kedua, para selebritis seringkali memiliki kedekatan dengan
persoalan-persoalan sosial. Sebagai public figure, mereka sering kali terlibat
dalam kampanye sosial, sehingga sudah akrab dengan masalah yang dihadapi
masyarakat. Dunia politik memberi ruang yang lebih besar untuk mengadvokasi
isu-isu tersebut. Ketiga, yaitu dorongan dari partai politik. Tidak jarang,
para politik melihat selebritis sebagai aset, karena popularitas mereka dapat
meningkatkan elektabilitas partai tersebut. Dengan menghadirkan selebritis, partai
politik berharap dapat lebih besar menarik pemilih, terutama pemilih yang masih
muda yang seringkali terhubungan dengan dunia hiburan. Di era digitalisasi pada
saat ini, pemanfaatan media sosial menjadi peluang pelaku politik untuk menarik
pemilih, berkomunikasi langsung dengan publik dan menciptakan percakapan yang
“akrab”. Semua peluang ini dimungkinkan berkat aksebilitas media sosial (El-Haddad,
2013).
Akan tetapi, tidak semua selebritis mau ataupun
tertarik ketika diajak untuk dilibatkan ke dalam partai politik, salah satunya
yaitu Anjasmara. Beliau mengakui bahwa ada beberapa partai politik yang
menawarkannya untuk terjun ke dunia politik. Namun, Anjasmara selalu memberikan
jawaban yang menohok, beliau bersyukur ada yang menawarinya, tetapi beliau juga
menjawab bahwa dirinya belum cukup kaya untuk menjadi seorang politikus. Beliau
mengisyaratkan bahwa menurutnya, menjadi seorang politikus memerlukan kekayaan
atau dukungan finansial yang cukup besar. Namun, bisa saja jawaban beliau
memiliki arti yang berbeda. Partisipasi selebritis merupakan bukti bahwa tidak
ada prosedur perekrutan yang efektif. Jika perekrutan berlangsung secara
efektif, seharusnya mereka tidak membuang waktu untuk menggotong para
selebritis (Aziz & Tamala, 2019). Masyarakat akan sulit memilih partai
politik yang mereka yakini memiliki peluang terbesar untuk melindungi atau
memajukan kepentingan mereka. Dengan bertambahnya jumlah partai politik,
semakin tidak mungkin ada satu partai
yang akan memenangkan pemilu secara langsung. Karenanya partai politik
tidak segan-segan melibatkan selebritis
untuk mendulang suara. Situasi ini tentu mengakibatkan rusaknya reputasi partai
akibat krisis kepercayaan dikalangan
regisrator dan lembaga politik ketika institusi dan individu menjadi sorotan
public (Nabilah et al., 2022).
Solusi untuk mengatasi fenomena terjunnya selebritis
ke dunia politik yaitu pentingnya meningkatkan kesadaran dan pendidikan politik
di masyarakat, supaya pemilih lebih memahami program, kompetensi, kapasitas
calon agar tidak hanya memilih berdasarkan popularitas. Partai politik juga
seharusnya lebih selektif dalam memilih calon. Memastikan terlebih dahulu bahwa
selebritis yang mereka dukung benar-benar memiliki kompetensi serta visi
politik yang jelas, bukan hanya mengandalkan daya tarik popularitas. Selebritis
yang masuk ke dunia politik juga harus diberikan pelatihan intensif mengenai
kebijakan publik, tata kelola pemerintahan, serta keterampilan kepemimpinan,
supaya mereka bisa berkontribusi secara efektif.
Referensi
Aziz, A., & Tamala, E. (2019). REAKTUALISASI PERAN
DAN FUNGSI PARTAI POLITIK. PT GRAMASURYA: Yogyakarta.
El-Haddad, A. (2013). Komunikasi Politik di Era Media
Sosial Faridhian Anshari Staff Pengajar STT PLN Jakarta. Jurnal Komunikasi,
8(1), 91–101.
Nabilah, R., Izomiddin, I., & Harahap, R. (2022).
Fenomena Rekrutmen Artis Anggota Legislatif Ditinjau dari Perspektif Teori
Partai Politik. Jurnal Prodi Ilmu Politik, 1(2),
81–92.https://doi.org/10.19109/jsipol.v1i2.13710
Tidak ada komentar