
Oleh: Yuditeha
Aku merayakan ulang tahunku yang ke-7 di sebuah vila, hanya dengan kedua
orangtuaku. Ada es krim strawberry vanila berbentuk boneka babi kecil,
kesukaanku. Setelah diminta ibu membuat permohonan, aku meniup lilin
warna-warni yang mengelilingi es krim itu. Potongan telinga babi kiri kuberikan
pada ibu, telinga kanannya pada ayah. Sisanya, aku habiskan sendiri.
“Kadonya akan ayah berikan saat kita pulang,” kata
ayah.
Aku tidak kecewa. Bagi anak seusia tujuh tahun, bisa
berlibur bersama orang tua sekaligus merayakan ulang tahun sudah istimewa.
Dalam perjalanan pulang, ayah mengarahkan mobil ke sebuah peternakan. Aku
melihat hamparan ladang luas dengan kandang berisi berbagai binatang. Kami
berjalan ke kandang kuda poni. Ada tiga kuda: hitam, cokelat, dan putih. Ayah
menyuruhku memilih salah satu.
Saat berpikir memilih yang mana, mataku menangkap
seekor babi kecil mengintip dari balik pagar. Aku berlari mendekatinya. Babi
itu berjalan menjauh, mendekati gerombolan domba di kandang.
“Babi ini lucu sekali,” kataku pada ayah. “Aku mau
yang ini, bukan kuda.”
Awalnya, ayah ragu. Namun, setelah berbicara dengan
pemilik peternakan, babi kecil itu berhasil kami bawa pulang. Kata pemiliknya,
babi itu terbiasa makan rumput karena hidup bersama domba. Aku menamainya Bo.
Di rumah, aku memandikannya, memakaikan pakaian anjing milikku, lalu kami
bermain bersama. Bo bahkan tidur bersamaku. Kami cepat akrab, seakan sudah lama
saling mengenal.
Malam itu hujan turun lebat. Aku dan Bo bersembunyi di
balik selimut hingga tertidur. Saat terbangun untuk ke kamar kecil, aku
terkejut melihat pantulan diriku di cermin. Aku bukan lagi gadis kecil,
melainkan perempuan dewasa dengan rambut lurus sebahu dan tubuh yang matang.
Penasaran, aku mencubit pipiku, tapi wujudku tetap sama. Aku takjub sekaligus
bingung.
Kembali ke tempat tidur, Bo tidak ada. Kupikir ia
tidur di kolong. Aku menarik selimut lagi, terlalu lelah untuk mencari. Tapi
tak lama, aku merasa seseorang memelukku. Tangannya meraba pinggangku, naik ke
perut, lalu ke payudaraku. Aku tersentak.
“Bo? Aku Bo,” suara pria itu berbisik. Wajahnya kabur,
seperti tertutup asap, kadang berubah-ubah.
Aku ingin berteriak, tapi tubuhku lumpuh. Sentuhannya
aneh, membuatku kehilangan kendali. Tanpa sadar, aku mencium bibirnya,
melepaskan pakaianku sendiri, lalu membiarkannya menyentuhku lebih jauh.
Tubuhku panas, pikiranku kosong. Malam itu berubah menjadi sesuatu yang sulit
kugambarkan. Saat segalanya mencapai puncak, tubuhku tiba-tiba terlempar. Aku
terjatuh di kandang kuda, terguling hingga berhenti di pagar. Darah mengalir
dari hidung dan bibirku. Ayah berlari, menggendongku ke mobil.
“Kita ke rumah sakit sekarang,” katanya panik.
Sepanjang perjalanan, tubuhku terasa remuk. Aku
bingung. Aku gadis berusia tujuh tahun, tapi kenapa semua ini terasa seperti
mimpi buruk yang nyata? Aku dirawat selama tiga hari. Dokter bilang aku
mengalami gegar otak ringan akibat jatuh. Ayah tidak memberitahukan pada siapa
pun bahwa aku ditemukan di kandang kuda, bukan di tempat tidur. Ketika aku
bertanya, mereka hanya bilang aku jatuh saat bermain. Namun, mimpi itu terus
menghantuiku. Di rumah, Bo menjadi lebih diam. Ia tidak lagi ceria seperti
sebelumnya. Kadang aku merasa ia mengawasiku dengan tatapan aneh. Tatapan itu
membuatku gelisah.
Pada suatu malam, aku mencoba berbicara pada Bo. “Kamu
siapa, Bo? Apakah kamu cuma babi biasa?” Bo tidak menjawab, tentu saja. Tapi
aku merasa ia mengerti.
Hari-hari berlalu. Bo mulai melakukan hal-hal aneh,
seperti menghilang dari kandangnya atau tiba-tiba muncul di tempat-tempat yang
mustahil. Kadang aku menemukannya di kamarku, berdiri di depan cermin,
seolah-olah mengamati pantulan dirinya sendiri. Setiap kali aku memanggilnya,
ia hanya menatapku sebentar, lalu pergi. Aku menceritakan semua itu pada ibu.
Namun, ibu hanya tertawa kecil.
“Kamu punya imajinasi yang hebat. Mungkin kamu terlalu
banyak membaca dongeng,” katanya.
Tapi ini bukan dongeng. Aku tahu ada sesuatu yang
tidak biasa tentang Bo. Sampai pada suatu malam, aku kembali terbangun oleh
suara berisik di kamar. Aku melihat bayangan seseorang berdiri di depan cermin.
Kali ini, ia bukan hanya bayangan. Ia adalah pria dari mimpiku. Wajahnya jelas,
tapi ada sesuatu yang membuatku takut.
“Bo?” tanyaku gemetar.
Pria itu tersenyum, lalu mendekat. “Aku adalah
keinginanmu,” katanya.
“Keinginan apa?”
“Keinginanmu untuk menjadi dewasa, untuk mengetahui
hal-hal yang belum saatnya kamu tahu.”
Aku mundur, tubuhku gemetar. “Pergi! Aku tidak mau ini
lagi.”
Pria itu tertawa kecil. “Aku tidak bisa pergi, karena
aku adalah bagian dari dirimu. Tapi jika kamu tidak ingin aku kembali, kamu
harus membuat pilihan.”
“Pilihan apa?”
“Kembalikan aku ke tempatku berasal. Tempat di mana
aku hanyalah babi kecil yang tidak tahu apa-apa.”
Aku menangis. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.
Tapi dalam hatiku, aku tahu ia mengatakan yang sebenarnya. Keesokan harinya,
aku meminta ayah mengembalikan Bo ke peternakan. Awalnya ayah bingung, tapi aku
bersikeras. Ketika kami sampai di sana, pemilik peternakan tersenyum ramah.
“Ia kembali ke tempat asalnya,” katanya. “Beberapa
hewan memang tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya.”
Aku menatap Bo untuk terakhir kalinya. Ia menatapku
balik, dengan sorot mata yang lebih tenang. Aku merasa lega, meski juga sedih. Sepulangnya
dari peternakan, aku tertidur di dalam mobil. Ketika aku terbangun, aku sudah
berada di kamarku. Tubuhku kembali kecil. Aku melihat ke cermin dan mendapati
wujud gadis tujuh tahunku, dengan piyama bergambar bunga.
Langit sore mengintip dari celah jendela. Aku berjalan
pelan ke arah cermin, memastikan semuanya nyata. Tidak ada lagi jejak pria itu,
tidak ada lagi mimpi aneh. Hanya aku, seperti sebelumnya. Di bawah jendela, aku
mendengar ibu memanggil untuk makan malam. Aku berlari turun, dengan ringan
seperti anak-anak pada umumnya. Saat duduk di meja makan, aku memandangi kedua
orangtuaku. Ada rasa hangat yang tak biasa. Di dalam hati, aku tahu segalanya
berjalan sebagaimana mestinya. Dan itu cukup melegakan.***
Tentang Penulis
Yuditeha. Penulis tinggal di Karanganyar. IG: @yuditeha2

Tidak ada komentar