Mengenal Pembelajaran Mendalam (Deep Learning)



Oleh: Jamilatul Hasanah

Sukses melaksanakan kegiatan Sekolah Menulis dalam Jaringan (SEMEJA DARING) I dan II, Penerbit Jagat Litera kembali menyelenggarakan SEMEJA DARING III dengan tema “Dari Teori ke Aksi : Menyusun Pembelajaran Mendalam yang Terintegrasi”. Materi yang disampaikan oleh Ibu Astria Prasmeswari, S.S., S.Pd., M.Pd pada hari Sabtu (22/2) yaitu “Diskusi Awal : Pembelajaran Mendalam untuk Kompetensi Pedagogis”. Latar belakang pemateri sebagai pendidik dan awardee Beasiswa Pendidikan Indonesia, sekaligus mahasiswa aktif S-3 Pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas Negeri Malang.

Kegiatan ini dipandu langsung oleh Direktur Penerbit Jagat Litera yaitu Sutrisno Gustiraja Alfarizi, S.Pd., M.Pd. Kegiatan yang berlangsung secara daring diikuti oleh 21 peserta. Terdiri dari guru berbagai jenjang sekolah, mulai dari PAUD/KB, TK, SMP, hingga SMA. Seluruh peserta sangat antusias mengikuti kegiatan pelatihan dan menyimak materi yang disampaikan oleh Bu Astria. Penyampaian materi berjalan dengan baik dan lancar. Selain itu, cara penyampaian materi sangat menyenangkan dan tidak membosankan. Sangat menikmati kegiatan ini yang berlangsung sejak jam 19.00 WIB dan berakhir jam 20.30 WIB.

Bu Astria memulai pembahasan terkait hasil PISA 2018 bahwa kemampuan berpikir kritis (High Order Thinking Skill), khususnya pada siswa Indonesia masih tergolong rendah. Tingkat penguasaan atau kemampuan siswa Indonesia dalam menjawab materi masih berada di level tiga, meliputi membaca, matematika, dan sains. Dalam hal ini, perlu memperkuat pondasi dalam pembelajaran yaitu guru atau pendidik. Bagaimana seorang guru atau pendidik bisa memberikan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Karena ada Sebagian siswa yang kurang menyukai karakter guru atau cara mengajarnya. Pembelajaran mendalam (Deep Learning) diharapkan mampu membentuk pembelajar sejati yaitu pembelajar yang benar-benar memahami apa yang dipelajari, bukan hanya demi mendapatkan nilai. Dalam pembelajaran, diusahakan guru tidak lagi memulai dengan pertanyaan “Apa”, melainkan dengan “Bagaimana” atau “Mengapa”. Karena jika kita memberikan pertanyaan “Apa”, jawaban siswa selalu mengutamakan hafalan. Namun, jika memberikan pertanyaan “Bagaimana” atau “Mengapa”, guru dapat melatih atau membiasakan siswa untuk berpikir kritis dengan memberikan pertanyaan yang mengarah terhadap pemecahan masalah (Problem Solver).

Pedagogis merupakan suatu fokus yang mengarah pada kualitas dan efisiensi dalam proses pembelajaran dan pendidikan. Aspek pedagogis meliputi pendekatan, desain, metode, media, dan penilaian. Terdapat tujuh aspek dalam pembelajaran mendalam (Deep Learning) yaitu komunikasi, kreativitas, berpikir kritis, pemecahan masalah, kolaborasi, berpengetahuan global, dan karakter. Siklus Pembelajaran Mendalam atau Deeper Learning Cycle (DELC) dalam menyiapkan rencana pembelajaran terdiri dari tujuh poin, yaitu perencanaan kurikulum, prapenilaian, pembangunan budaya pembelajaran positif, penggalian dan aktivasi pengetahuan sebelumnya, pemerolehan pengetahuan baru, pembelajaran yang lebih mendalam, serta penilaian pembelajaran.

Dalam merencanakan kurikulum, pendidik perlu menentukan kurikulum yang akan digunakan dalam pembelajaran, target dan luaran dari pembelajaran, serta unit materi yang digunakan dalam pembelajaran. Tahap kedua adalah prapenilaian. Pada tahap ini dapat dilakukan melalui dua cara yaiu asesmen diagnostik dan pretes. Kedua cara tersebut bertujuan untuk mengenal karakter dan potensi siswa agar tidak salah menerapkan metode pembelajaran.

Tahap ketiga yaitu pembangunan budaya belajar positif yang perlu diterapkan di setiap sekolah demi keamanan dan kenyamanan belajar siswa. Guru berperan sebagai garda terdepan yang mampu menjamin keamanan dan kenyamanan belajar. Guru harus bisa memfasilitasi siswa apabila mengalami kendala dalam proses pembelajaran, misalnya tidak mendapatkan kelompok belajar. Guru bisa memberikan pemahaman dan motivasi kepada siswa agar bisa saling menerima antar teman. Setiap anak mempunyai potensi dan bisa berkontribusi sesuai kemampuan yang dimilikinya. Selain itu, guru tidak boleh marah apabila siswa mengajukan pertanyaan, setelah guru menjelaskan. Siswa memiliki hak untuk bertanya dan guru menjawab. Menjadi suatu pengingat bagi setiap guru agar tidak membandingkan antar siswa dan tidak melalukan perundungan terhadap siswa yang bertanya.

Tahap keempat yaitu apresiasi dan aktivasi pengetahuan sebelumnya. Dalam hal ini, guru bisa memberikan stimulus terhadap siswa, lalu mengajukan pertanyaan literasi, dan menyimpulkan dari peristiwa yang dibahas. Apabila karakter guru suka bercerita, guru bisa memberikan stimulus dalam proses pembelajaran dengan gaya bercerita. Tahap kelima yaitu pemerolehan pengetahuan baru. Pengetahuan baru bisa didapatkan melalui berbagai strategi yaitu riset, diskusi, literasi, eksplorasi, media multimodal, dan narasumber baru.

Tiga aspek dalam pendekatan pembelajaran mendalam yaitu meaningfull (pemahaman berkesadaran), mindfull (berpikir kritis), dan joyfull (termotivasi belajar sebab pembelajaran bermakna dan menyenangkan). Pembelajaran mendalam tidak jauh berbeda dengan pembelajaran sebelumnya dan masih berkaitan dengan pembelajaran kontruktivisme. Pendekatan yang diterapkan dalam pembelajaran dapat dimodifikasi sesuai situasi dan kondisi di sekolah tersebut. Jika di kurikulum sebelumnya merujuk pada Taksonomi Bloom, sedangkan untuk saat ini berganti menjadi Taksonomi Solo (Structure of Observed Learning Outcomes). Taksonomi Solo terdiri dari lima tahapan, meliputi Prestructural, Unistructural, Multistructural, Relational, dan Extended Abstract.

Setelah menyampaikan materi seputar pembelajaran mendalam, Bu Astria juga berbagi kisah inspiratif selama menjadi pendidik. Pengalaman mengajar di sekolah asrama (Boarding School), di mana siswa mengalami keterbatasan dalam penggunaan ponsel. Sehingga tidak bisa mengakses pembelajaran melalui ponsel. Dalam hal ini, teknologi bukanlah keterbatasan bagi Bu Astria. Menurut beliau, guru harus cermat. Dalam hal ini, guru bisa memfasilitasi dengan menyediakan media pembelajaran yang bisa ditampilkan melalui layar proyektor. Belajar kritis tidak selalu dengan teknologi. Sehingga, teknologi bukan satu-satunya keterbatasan dalam pembelajaran. Dalam kondisi yang berbeda, siswa di sekolah lain yang memiliki kemudahan mengakses ponsel dan digunakan dalam pembelajaran, juga menjadi tantangan tersendiri bagi guru. Sebagian siswa tidak mengakses materi pembelajaran, melainkan membuka media sosial. Sehingga tidak lagi fokus mendengarkan guru yang menjelaskan materi.

Pada sesi tanya jawab, terdapat pertanyaan dari salah satu peserta pelatihan yaitu Ibu Dewi Setiyowati, guru TK Pembina Asembagus. Beliau bertanya terkait penerapan pendekatan Pembelajaran Mendalam (Deep Learning) pada jenjang Taman Kanak-Kanak. Menurut pemateri, pembelajaran yang diterapkan oleh guru Taman Kanak-Kanak saat ini masih mendikte. Guru membaca yang diikuti oleh siswa. Hal tersebut termasuk metode pembelajaran behaviorisme yaitu pembelajaran dengan kebiasan yang berulang-ulang, sedangkan pembelajaran mendalam (Deep Learning) termasuk metode pembelajaran kontruktivisme. Sehingga saling bersimpangan. Guru dapat menerapkan pembelajaran dengan mulai mengajak siswa berdiskusi atau berkelompok, mengajarkan tentang adab dan sopan santun, cara berkomunikasi yang baik dengan orang baru maupun orang yang lebih tua, serta saling curah pendapat.

Setelah penyampaian materi dan sesi tanya jawab selesai, dilanjutkan dengan penjelasan terkait ketentuan tugas pelatihan. Menulis bersama pemateri dan seluruh peserta pelatihan yang menghasilkan sebuah karya buku antologi sebagai produk akhir. Peserta mendapatkan apreasiasi berupa sertifikat elektronik 32 JP dan sertifikat kontributor penulis, apabila telah menyelesaikan tugas pelatihan sesuai ketentuan.

Mengenal Pembelajaran Mendalam (Deep Learning) Mengenal Pembelajaran Mendalam (Deep Learning) Reviewed by Redaksi on Februari 27, 2025 Rating: 5

Tidak ada komentar