Kategori: Cerpen

  • Cerpen: Cumi-cumi

    Oleh: Tara Febriani Khaerunnisa        Hujan turun memaksa beberapa pengendara sepeda motor seperti aku, dan kekasih baruku, harus menepi ke salah satu resto seafood.  Aku melihat sekitar, sepertinya beberapa mahasiswa juga terpaksa berteduh di tempat ini. Jam dua, sudah sedikit melewati waktu makan siang. Seafood bukan pilihan ramah bagi kantong mahasiswa, terlebih lagi untuk makan siang.…

    selengkapnya…

  • Cerpen: Lelaki Yang Bercita-cita Jadi Tukang Sihir

    Oleh: A. Warits Rovi Ki Mat Rombu mati lima belas tahun silam, ketika aku masih duduk di kelas 3 SD. Ia dibunuh beramai-ramai pada suatu pagi yang disisir gerimis. Dengan modal payung darurat dari selembar daun jati, aku menyempatkan diri sejenak menatap orang-orang yang beringas menyeret Ki Mat Rombu. Wajah mereka memerah, serasi dengan tatap…

    selengkapnya…

  • Cerpen: Gelas, Pion dan Lukisan Picasso

    Oleh: Dody Widianto Dengan bekas luka yang membusuk dan bernanah di dada, kukira aku akan cepat mati. Nyatanya tidak. Dari lubang koreng itu, belatung-belatung seolah gesit menggeliat, merambat cepat ke kepala. Mereka mengingatkan, setahun lalu, di depan pintu, kamu pergi dengan meninggalkan bekas sayatan pisau di dada. Bibirmu merah biji saga. Tubuhmu terbungkus blus sekuning daging…

    selengkapnya…

  • Cerpen: Di Langit, Sore Masih Jingga

    Oleh: Aldi Rijansah Putra Semua hal di sekelilingnya berantakan, tercerai-berai, dan berbau kematian. Bus terbalik dan terbakar. Mayat-mayat penumpang yang tergeletak, serta banjir darah merah gelap. Hal pertama yang dia lihat ketika membuka mata adalah langit sore yang jingga, dengan kepulan asap hitam yang membumbung tinggi ke cakrawala. Samar-samar dia juga mencium aroma daging hangus.…

    selengkapnya…

  • Cerpen: Waktu yang Pecah di Balik Pintu

      Oleh: Hana Yuki Tassha Aira Pukul lima sore. Pintu terbuka dengan kencang dari luar. Bagian dalamnya membentur tembok dengan keras. Bersama bayang pohon yang turut hadir dalam kamar itu, kamu berjalan tergesa ke arahku. “Capek, benar-benar lelah aku berasa diperas setiap hari. Kerjaan sana sini, mengaku sudah selesai dengan pekerjaan sebelumnya langsung dikasih kerjaan baru.…

    selengkapnya…

  • Cerpen: Biru

    Oleh: Aldi Rijansah Langit begitu biru dan burung-burung terbang di langit yang begitu cerah tanpa perlu memusingkan tentang apa yang tengah terjadi di bawah bumi sana, di antara para manusia yang egois dan saling menyingkirkan satu sama lain. Dan di sanalah kamu, seorang gadis bergaun biru, yang birunya serupa warna langit itu sendiri. Berbaring kaku…

    selengkapnya…

  • Cerpen: Apakah Rumah Perlu Dikosongkan?

    Oleh: Alif Febriyantoro Malam larut dengan gerimis yang biasa. Tetapi di dalam kepalamu, rintik-rintik itu menjelma menjadi jarum-jarum yang menusuk otakmu. Selama perjalanan pulang, tatapanmu kosong dan pikiranmu berlarian ke mana-mana; penjualan buku yang menurun, mesin cetak yang rusak, harga kertas naik, dan notifikasi terakhir pada layar ponselmu: apakah rumah perlu dikosongkan? Kemudian kau membayangkan…

    selengkapnya…

  • Cerpen: Perempuan yang Mengawini Senja

    Oleh: Ramli Q.Z.* Setiap kali ia berada di pantai ditatapnya senja itu, seakan-akan tiada panorama yang lebih indah. Ingin sekali ia menari di tubuh senja, atau sesekali mungkin memetik bebunga yang ada, dan bahkan ia sangat berharap hidup bahagia di sana. Apalah daya doa-doanya cuma menggantung mesra pada warna senja yang semakin kuning tua, semerah…

    selengkapnya…

  • Cerpen: Lelaki Berpayung Putih

      Oleh: Putri Oktaviani Ketika lututku terjatuh di tanah yang basah, aku kembali menangis. Menatap batu nisan yang bertuliskan nama istriku. Wajahnya terekam begitu baik di memori ingatanku. Bersamaan dengan suara tangis seorang bayi yang sebenarnya tidak aku harapkan kehadirannya. Saat kami masih hidup berdua dalam usia pernikahan keempat, rumah tangga kami masih tenteram dan penuh…

    selengkapnya…

  • Cerpen: Penghiburan Kosong

    Oleh: Robbyan Abel Ramdhon Jargen tiba di kantor polisi sebelum pukul sepuluh pagi. Dia menyebut nama istrinya kepada polisi yang sedang bertugas. “Tidak ada tahanan atau orang yang ditemukan dengan nama seperti itu,” kata polisi. Dia masuk ke cafe seberang kantor polisi, lalu duduk di kursi samping jendela yang menghadap ke jalan. Jargen belum tidur…

    selengkapnya…