Yang Tidak Dilihat Firdaus soal Honorer Situbondo

 

Oleh: Mas Hawi

Tiba-tiba
saya terperanjat, ketika mengetahui tulisan berjudul “Derita 600 Non-ASN
Situbondo: Dipecat, Dapat Solusi Busuk” yang diterbitkan oleh sebuah media
online dan ditulis oleh sosok bernama Firdaus.

Bukan,
bukan karena Firdaus yang baru beberapa hari lalu “diayomi oleh
pendopo” dengan diberikannya panggung membedah bukunya lalu bikin saya
terperanjat menganggap dia tak tahu diri. Bukan, samasekali bukan soal itu.

Begini.

Saya
kira, kita perlu melihat pangkal masalah ini lebih dalam. Misalnya: apa yang
membuat Mas Rio Bupati Situbondo itu tergerak melaksanakan instruksi pemerintah
pusat untuk merumahkan ratusan honorer yang sebetulnya dia tidak enak hati,
bahkan sempat memperjuangkan honorer itu dengan melobi Kemendagri sebagaimana
yang diakuinya.

Di
sini, saya melihat Mas Rio sedang melakukan penataan birokrasi. Bahwa ada
kesalahan mendasar dalam birokrasi di tahun-tahun sebelumnya, termasuk
perekrutan honorer.

Selayaknya
pil pahit, saya pikir Mas Rio beranggapan langkah ini perlu diambil sebagai bentuk
dari mengobati birokrasi yang tengah sakit, kadung carut-marut dalam pola
rekruitmennya.

Di
konteks masalah ini pula, aturan resmi yaitu UU Nomor 20 tahun 2023 yang diberlakukan sejak 31 Oktober 2023 oleh
Pemerintah Pusat itu jelas: menghapuskan jenis kepegawaian selain PNS dan PPPK
di lingkungan instansi masing-masing dan tidak melakukan perekrutan pegawai
Non-ASN (baca: honorer).

Pertanyaannya
kemudian, kenapa pemerintah daerah Situbondo di era aturan ini berlaku
(Karna-Khoirani) tidak melaksanakan aturan tersebut? Bahkan diketahui merekrut
honorer sehingga kini harus dirumahkan lantaran dianggap melanggar regulasi
yang ada.

Sebuah
tugas yang seharusnya dieksekusi oleh Pemerintah Situbondo sebelumnya, justru
diwarisi kepada pemerintah saat ini.

Bahwa
di titik inilah saya melihat ada ketegasan dari Mas Rio dan Mbak Ulfi. Sebuah
upaya membuat birokrasi yang tidak hanya sehat, melainkan juga sesuai jalur
tanpa meninggalkan sisi kemanusiaan.

Oleh
karena itu, mari melihat sesuatu dengan jernih, dengan semangat mengubah
Situbondo agar tidak begini-begini saja, agar Situbondo tidak menjadi kota
sederhana sebagaimana judul buku yang ditulis Firdaus itu.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Apacapa Buku Hat Pujiati Ulas

Sejarah, Tubuh, Dosa dan Diri dalam Merupa Tanah di Ujung Timur Jawa

Apacapa Muhammad Riyadi

Menakar Pilkada di Kota Santri: Pengaruh Pesantren dan Politisasi Identitas

Apacapa Feni Fenawati

Fenomena Selebritis yang Terjun ke Dunia Politik: Antara Popularitas dan Kompetensi

Buku M Ivan Aulia Rokhman Ulas

Ulas Buku – Heterogenitas Rasa dan Memandukan Cerita Romance

Apacapa Marlutfi Yoandinas

Situbondo Lebaran (Pesta) Bakso

Apacapa Moh. Imron

Ali Gardy Bertiga: Tirakat Bunyi

Cerpen Levana Azalika

Kutu dan Monyet

Puisi Restu Iswara

Puisi: Bisikan

Buku Putri Setyowati Resensi Ulas

Resensi: Memulai Kembali Hidup

Mahadir Mohammed Puisi

Puisi: Dimensi Mimpi

Apacapa Dwi Mustika

Mengangkat Adat Istiadat Nenek Moyang: Keunikan Jogo Tonggo di Temanggung

Nanda Adi Kurniawan Puisi

Puisi: Bunga Malam

Apacapa Hodo Nafisah Misgiarti Situbondo

Hodo dan Perjalanan Bunyi; Sebuah Catatan

Dani Alifian Esai

Refleksi Harjakasi: Prostitusi Mesti Lenyap dari Kota Santri

Apacapa Sholikhin Mubarok

Islam Nusantara Adalah Representasi Islam Universal

Halim Bahriz Puisi

Puisi: Rutinitas Berkenalan dengan Diri Sendiri

Buku Rudi Agus Hartanto Ulas

Resensi: Tugasmu Hanya Mengizinkan

Apacapa Fendi Febri Purnama Madura Totor

Sètan Nandhâng

Apacapa Raisa Izzhaty

Dilema PRT : Antara Musim Hajatan Dan Profesionalisme Kerja

Cerpen Imam Khoironi

Cerpen : Suara Nurani