Nostalgia Masa Kecil

Oleh : Moh. Imron

Suatu
malam, Jeje bertamu ke rumah saya. Tentu saja, saya tidak akan ngobrol urusan
asmara, tentang kedekatan Jeje dengan seorang gadis yang kandas dengan alasan
yang sulit dilukiskan oleh kata-kata, apalagi melalui sebuah lagu. Barangkali
itu sebabnya, lagu-lagu Jeje tentang asmara, nyaris tidak ada. Lagu-lagu yang
diangkat tentang sosial, nelayan, orang-orang pinggiran dan sudut-sudut lain
tentang Situbondo.

Saat
ngobrol soal lagu, saya pernah bertanya, apa yang melatarbelakangi sehingga Jeje
memunculkan lagu berjudul ‘masa kecil’—bisa dilihat dan didengar di kanal ini.

Di
hadapan secangkir kopi, Jeje banyak bercerita tentang proses pembuatan lagu ini.
Ia melihat orang-orang di era praktis ini, teknologi yang semakin tidak
terkendali, dan hampir aktivitasnya tidak bertatap muka bahkan cukup di layar
kaca. Hal ini cukup memprihatinkan Jeje, apa lagi fitrah kita sebagai manusia
adalah makhluk sosial, budaya kita masyarakat gotong rotong yang kolektif
berkerumun membincang dunia, perlahan itu sudah gak ada.

“Semenjak
ada globalisasi yang terbuka. Semua aktivitasnya seakan-akan dunia selebar HP.
Kita sebenarnya sadar siklus bersosial kita perlahan berubah, kita mengikuti
arus, dari banjirnya informasi bisa membuat kebingungan. Jadi bahaya juga kita
terjebak dengan hal itu. Maya tidak sama dengan realitas dan citra,” lanjutnya.

Melalui
lagu ini, Jeje hanya ingin menyampaikah bahwa seperti ini loh kondisi waktu
dulu, waktu ia masih kanak.

Nah,
saya kira karya jefribagusp atau akrab dipanggil Jeje ini diangkat tidak jauh
dari pengalaman pribadinya. Lelaki yang lahir di Situbondo pada tahun 1997 bisa dipastikan
lagu ini merupakan kondisi awal tahun 2000-an.  Setidaknya zaman masa kecil yang dimaksud
dalam lagu ini juga dirasakan oleh saya. Saya kira juga gak jauh beda dengan
masa kecil saya di tahun 1990-an.

Lagu
ini mengingatkan bahwa saya mempunyai masa lalu, masa kanak-kanak, masa penuh
kepolosan—yang sangat membahagiakan untuk dikenang. Seringkali saya
bernostalgia ketika nongkrong bersama kawan SD sekaligus kawan sewaktu mengaji.
Selalu tertawa ketika mengingat kejadian-kejadian konyol, bertengkar, jail,
cinta monyet dan permainan.

Saya
tidak menyebut masa itu sebagai kesusahan dikarenakan alat-alat  yang memudahkan manusia itu tidak sebanyak
sekarang. Untuk mendengar musik, paling canggih melalui radio dan tape.
Untuk menonton sinetron juga harus berjalan ke tetangga. Serial favorit waktu
itu, Misteri Gunung Merapi (Mak Lampir), Angling Darma, Wiro Sableng,
Tersanjung dsb. Banyak juga hiburang-hiburan langsung misalnya seperti
ketoprak, can-macanan, dhangkong (pencak silat dan akrobat), hadrah.

Permainan
anak-anak juga kontak langsung dengan kawan dan alam. Memanfaatkan alat-alat
seadanya yang kemudian dijadikan permainan. Bermain bungkus rokok yang dilempar
batu, kulit kelapa dijadikan itik, seltok, membuat pangkeng jangkrik,
sodor, petak umpet, lompat tali, main layangan, bola plastik dan masih banyak
lain. Seperti dalam sebagian lirik lagu masa kecil;  kini perlahan hilang, hilang ditelan zaman.

Bagi
saya, tahun 2000-an adalah awal pergantian zaman yang disebut milenial. Tahun
2005, saya memilih melanjutkan SMA di sekitaran kota. Saya mengayun sepeda
ontel dengan jarak kisaran 9 KM dari rumah. Sebagai anak pedesaan, saya merasa
gaptek, ketinggalan zaman ketika berteman dengan kawan-kawan baru yang banyak
memiliki handphone, sepeda motor kala itu. Soal pelajaran, saya ketinggaln
jauh mengingat saya lulusan MTs. yang baru berdiri pertamakali di dekat rumah, apalagi
berbicara soal internet dan cara mengoperasikan komputer. Baru kenalan cuy.

Selama
SMA, ada banyak perubahan dalam hidup saya, lingkungan di sana menuntut saya
untuk lebih giat belajar, lebih kreatif. Waktu kelas XII, saya baru pertamakali
pegang handphone netnot, senangnya minta ampun, padahal yang lain
rata-rata java dan symbian. Di penghujung SMA saya sudah mulai bisa mengoperasikan
komputer, belajar desain, dan browsing juga bisa. Saya mulai sering mIRC, aktif
di yahoo messenger main game online dan juga punya friendster. Pertengahan
tahun 2009, saya beralih ke facebook kemudian aktif di twitter—sebab sewaktu menggunakan
mIRC banyak yang menanyakan akun kedua ini. Sekarang, di tahun 2020, anak SD sudah menggunakan HP, bermedsos, menjadi youtuber dan banyak lainnya. Hal yang saya yakini pada saat itu
adalah di masa depan teknologi akan berkembang lebih pesat. Terpenting ialah
bagaimana menjadi pribadi yang terus produktif, bermedsos dengan bijak dan
bermanfaat bagi sesamanya.

Lagu
‘masa kecil’ ini pernah diikutkan lomba Say Award dan Jeje keluar sebagai singer-songwriter
terbaik tahun 2020. []

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Gusfahri Puisi

Puisi: Labirin Kerinduan

Cerpen Moh. Imron

Cerpen: Pelabuhan Jangkar dan Kapal yang Dikenang

Apacapa Syaif Zhibond

Tak Perlu Memperkuat Kemanusiaan Generasi Digital

Mahadir Mohammed Puisi

Puisi: Dimensi Mimpi

Cerpen Wilda Zakiyah

Cerpen: Tradescantia

Apacapa Esai Haryo Pamungkas

Ketemu Mas Menteri di Warung Kopi

Irman Lukmana Puisi takanta

Puisi: Tiga Cangkir Kopi untuk Pacarku

Cerpen

Cerita dari Taman Kota dan Surat Kabar Misterius

Apacapa fulitik Rasyuhdi

GOR BK Itu Narsisme Politik Saja Sih

Indra Nasution Prosa Mini

Prosa Mini – Perbincangan Kakek dengan Pemuda

Apacapa rizki pristiwanto

Relawan yang Tak Seutuhnya Rela

Ahmad Zaidi Buku Telembuk Ulas

Membaca Telembuk; Membaca Cinta yang Keparat

Apacapa Nur Fajri

Padepokan Sun Tree E-Sport

Puisi Syukron MS

Puisi: Wonokromo, Cinta, dan Masa Lalu

Buku Thomas Utomo Ulas

Ulas Buku: Novel Anak Bermuatan Nilai-Nilai Kemanusiaan

Apacapa Kuliner Situbondo

Lontong Ceker: Cocok untuk Sarapan dan Makan Siang

Apacapa Marlutfi Yoandinas

Situbondo Lebaran (Pesta) Bakso

Puisi Zen Kr

Puisi : Moksa dan Puisi Lainnya Karya Zen Kr

Apacapa

Ngaji Syair: Merawat Sastra Keimanan

Apacapa Gus Faiz

Gus Fahruddin Faiz Jalan-Jalan ke Baluran Situbondo Jelang Ngaji Literasi