Puisi: Bisikan


Bisikan
Angin
menjatuhkan dedaun
Mereka
berbisik tentang :
Aku yang
terpenjara
Pada kisah-kisah
kita
Yang entah di
halaman berapa.
Angin
menggoyangkan dedaun
Lantas aku
berbisik :
Apa aku perlu
api
Untuk
membebaskanku?
Dedaun
menggeleng
Sebelum di antara
celah batu
Menyerahkan
takdirku dan takdirnya
Bogor, Juni
2020
Di Hadapan Kopi yang Mendingin
: Nida
Hari kemarin
itu, yang turun hujan
Apakah
milikmu? Katamu, iya.
Tapi kau
bersungut-sungut : menyerapahi
Hujan dan
temanmu yang lupa membawa mantel
Apa hujan
membuat sesuatu
Di kepala
atau dadamu?
Sedang aku, sengaja
tak pakai mantel
Menantang
hujan di antara kemacetan
Biar saja
hujan
Mengalirkan
masa lalu lebih deras di tubuhku
Di hadapan
kopi yang mendingin
Aku menyimpan
dan mengeringkan harap
Menjahit dada
yang nganga
Pada hari itu
yang turun hujan
Yang katamu,
milikmu.
Bogor, Juli
2020
Hujan
Setiap hujan
turun
Selalu ada
yang menyesakkan napasku
Membuat nyeri
dadaku
Hingga kepala
pening
Dok, tolong
periksa tubuhku
Setiap hujan turun
Obat apa yang
perlu kuminum?
Bogor, Juli
2020
Bila Kau
Bila kau tak
mau bersuara
Tunggu
tikus-tikus
Menggerogoti
tenggorokanmu
Bila kau tak
mau bertanya
“Di negeri
ini masih adakah keadilan?”
Tunggu cicit
tikus
Mengutukmu
menjadi padi
Aku akan meneriakkan
keadilan
Hingga
tenggorokan dipenggal kepentingan
Biarkan aku,
dilempar dan hilang
Di
koran-koran, majalah, televisi dan buku pelajaran
Aku abadi
bersama kelamnya negeri ini.
Bogor, Juni
2020
Bu, Aku Pulang
Setelah
mendaki waktu
Rindu memanggil
Aku akan
pulang
Menerobos
malam yang menyisakan
Keheningan,
debur ombak, dan deru angin
Mereka
bersenandung – menenggelamkan
Orang-orang
yang tidur. Sedang,
Aku mengutuk sesuatu
di sepanjang jalan
Aku akan
pulang
Di sepanjang
jalan paru-paruku sesak
Apa oksigen
enggan kuhirup?
Aku akan
pulang
Merayapi
jalan
Meratapi
kesengsaraan
Aku mengetuk
pintu rumahmu
Tak ada apa
dan siapa.
Kecuali, yang
menyeruak menyesakkan dada
Bu, aku
pulang
Kau di mana?
“Ibu telah
pulang
Kuantar aku
ke rumahnya
Yang baru
lagi kekal”
Sesal menjadikan
aku abu
O, ibu
Selain kau,
di mana lagi
Sesalku dapat
ditebus?
Bogor, Juni
2020
Biodata Penulis
Restu Iswara
merupakan lelaki kelahiran Bogor, 14 Mei 2001. Ia sekarang menimba ilmu di STAI
Sukabumi dan bergiat di COMPETER Indonesia sebagai wadah menulisnya. Dia
menikahi hujan dan kini sedang merasakan hal aneh di hatinya. Puisi-puisinya
tersiar di pelbagai media daring. Bisa dihubungi melalui IG | restu.iswara14.

Penulis


Comments

Satu tanggapan untuk “Puisi: Bisikan”

  1. Bagus puisinya ananda Restu Iswara…seumuran anak ragil saya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Agus Hiplunudin Cerpen

Cerpen: Janda

alif diska Mored Moret

Puisi Mored: Sepotong Puisi untuk Bunda dan Puisi Lainnya

Apacapa Catatan Perjalanan Uncategorized

Daun Emas Petani

Kampung Langai

Free Download Buletin Festival Kampung Langai

Apacapa fulitik melqy mochammad marhaen

“Karpet Merah” Rakyat Situbondo

Cerpen Rahman Kamal

Cerpen : Bunga Mawar Merah Berduri

Cerpen Nur Dik Yah

Cerpen: Sepasang Pemburu di Mata Ibu

Apacapa Feminis

Body Shaming: Pelecehan, Bukan Lelucon

Apacapa Madura Syaif Zhibond

Rèng Lakè’ Pernah Alebhele

Apacapa Sainur Rasyid

Gusdur dan Buku

Agus Hiplunudin Buku Ulas

Filsafat Politik Plato dan Aristoteles

Apacapa Silvani Damanik

Merayakan Kebhinekaan: Indonesia dalam Perspektif Kaum Muda

Mohammad Cholis Puisi

Puisi: Celurit yang Tergantung

Curhat

Diary Al Kindi: Lebih Dalam dari Sekadar Matematika 100–31=69

Apacapa

Situbondo Ghumighil: Nèmor Sudah Tiba

Cerpen Nurmumtaz Sekar Ramadhan

Cerpen: Pohon yang Rapuh

Agus Widiey Anwarfi Puisi

Puisi-puisi Agus Widiey

Aris Setiyanto Puisi

Puisi: Pendaki

Alifa Faradis Esai Wisata Situbondo

Wisata Religi : Sukorejo

Buku M Ivan Aulia Rokhman Ulas

Ulas Buku – Memaknai Segitiga Cinta